Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah provinsi kepulauan yang terletak dibagian tenggara Indonesia. Sesuai dengan namanya, provinsi satu ini tersusun dari beberapa pulau kecil, atau lebih tepatnya sekitar 500 pulau dengan beberapa pulau berukuran besar, seperti Pulau Rote, Pulau Sumba, Pulau Flores, Pulau Alor, Pulau Timor, Pulau Sabu, Pulau Lembata, Pulau Adonara, Pulau Komodo, Pulau Solor, dan Pulau Palue. Karena terbagi menjadi beberapa pulau, kebudayaan dari masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga sangat beragam. Setiap pulau yang masing-masing dihuni oleh suku-suku tertentu mempunyai perbedaan yang cukup spesifik dalam segi kebudayaan. Untuk diketahui, bahwa sedikitnya terdapat 7 suku besar yang menjadi suku mayoritas para penduduk Provinsi NTT yang diantaranya adalah suku Antoni, Sumba, suku Lamaholot, suku Belu, suku Manggarai, suku Rote, dan suku Lio. Masing-masing dari suku tersebut mempunyai peradaban dan ikonnya masing-masing, termasuk dalam hal iko...
Tari Tea Eku adalah tarian tradisional yang berasal dari daerah Nagekeo, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini dimainkan oleh beberapa penari perempuan yang menari dengan menggunakan sapu tangan atau kain kecil sebagai atribut dalam menarinya. Tarian ini merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di daerah Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dan sering ditampilkan diberbagai acara seperti pada upacara adat, penyembutan tamu penting dan juga acara budaya. Asal Mula Tari Tea Eku Sejarah Tari Tea Eku ini masih belum diketahui dengan pasti. Namun dari beberapa sumber yang ada, dikatakan bahwa Tari Tea Eku ini berasal dari daerah Boawae, Nagekeo, Flores, Provinsi NTT. Tari Tea Eku dahulunya sering ditampilkan diacara pesta adat masyarakat disana. Nama Tari Tea Eku sendiri diambil dari kata Tea dan Eku. Tea berarti getar, hal ini dapat dilihat dari gerakan kaki para penari yang mengetaran irama musik. Sedangkan kata Eku berar...
Tari Atoni Meto adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini merupakan gambaran dari para pemuda Suku Dawan yang pandai berburu dengan daun lontar. Tari Atoni Meto adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini merupakan gambaran dari para pemuda Suku Dawan yang pandai berburu dengan daun lontar. Di tengah pementasan, muncul beberapa penari wanita yang seolah-olah bergembira dengan hasil buruan yang telah didapatkan oleh para pemuda Suku Dawan. Mereka berbaur didalam kegembiraan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap hasil buruan yang melimpah. Wujud dari rasa syukur tersebut dipersembahkan kepada Uis Neno, yakni sebagai raja langit dan juga penguasa matahari. Kegembiraan tersebut menggambarkan sifat komunal yang ada di kebudayaan Suku Dawan. Secara umum, tari kreasi atoni meto ini merupakan tarian muda-mudi yang dipentaskan oleh 4 (empat) - 6 (enam) pasang pria dan wanita. Para...
Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah provinsi kepulauan yang terletak di bagian tenggara Indonesia. Sesuai dengan namanya, provinsi satu ini tersusun dari beberapa pulau kecil, atau lebih tepatnya sekitar 500 pulau dengan beberapa pulau berukuran besar, seperti Pulau Rote, Pulau Sumba, Pulau Flores, Pulau Alor, Pulau Timor, Pulau Sabu, Pulau Lembata, Pulau Adonara, Pulau Komodo, Pulau Solor, dan Pulau Palue. Karena terbagi menjadi beberapa pulau, kebudayaan dari masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) juga sangat beragam. Setiap pulau yang masing-masing dihuni oleh suku-suku tertentu mempunyai perbedaan yang cukup spesifik dalam segi kebudayaan. Untuk diketahui, bahwa sedikitnya terdapat 7 suku besar yang menjadi suku mayoritas para penduduk Provinsi NTT yang di antaranya adalah suku Antoni, Sumba, suku Lamaholot, suku Belu, suku Manggarai, suku Rote, dan suku Lio. Masing-masing dari suku tersebut mempunyai peradaban dan ikonnya masing-masing, termasuk dalam...
Kota Ende di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia yang dikenal saat ini memiliki rekam jejak dan sejarah yang panjang. Dalam buku sejarah Kota Ende yang ditulis F.X Soenaryo, dkk di halaman 29 menyebutkan bahwa kata Ende diperkirakan berasal dari kata cindai. Dalam kamus disebutkan cindai adalah nama kain sutera yang berbunga-bunga. Pendapat lain mengatakan kemungkinan Ende berasal dari kata Cinde, yaitu nama sejenis ular sawa. Sawa adalah ular yang agak besar (pyton) di antaranya Sawa Rendem, Sawa Batu dan Sawa Cindai. Jadi ular Sawa Cindai ialah ular yang kulitnya berbunga bunga seperti warna cndai. Menurut cerita yang ada di daerah Kota Jogo, Kinde dan Wewa Ria yaitu wilayah Mautenda di sana banyak ular sawa yang disebut Sawa Lero atau Python reticulatus. Ular ini disamakan dengan Sawa Cindai. Jadi pada awalnya penduduk setempat hanya mengenal Sawa Lero, kemudian orang-orang Melayu dan pendatang dari Goa, Makassar, Bajo, Bima menyebut Sawa Cindai sesuai dengan n...
makanan pokok masyarakat NTT salah satunya adalah Jagung . Ada beberapa olahan jagung yang dikonsumsi mayoritas etnis di NTT seperti: "nasi jagung" Bahan: 500 gram jagung giling, 1 liter air. Cara membuat: didihkan 1 liter air. aron jagung giling. kukus hingga matang atau "nasi jagung campur" Bahan: 500 gram jagung giling. 500 gram beras putih. 1 1/2 liter air. Cara membuat: didihkan 1 1/2 liter air. aron jagung giling campur beras. lalu kukus hingga matang. "j agung katemak " Bahan dan cara membuat: 500 gram Jagung biji direbus sampai empuk, ditambahkan kacang-kacangan, seperti 100 gram kacang tanah, 200 gram kacang hijau, dan 200 gram kacang nasi, Setelah jagung dan kacang kacangan empuk, tambahkan juga macam-macam sayuran seperti daun,buah,bunga pepaya, daun ubi,atau jantung pisang bisa juga daun marungga,pucuk labu pokoknya boleh daun-daunan apa saja asal jangan daun pintu... he..he..he...
Sekilas, camilan kue ini memiliki bentuk yang unik, mirip seperti bihun yang digoreng kering berbentuk agak bergelombang dan keriting. Karena rupanya yang menyerupai gumpalan rambut, kue ini di juluki kue rambut oleh masyarakat. Orang Flores sendiri menamai penganan ini dengan sebutan kue Jawada. Kudapan ini terbuat dari adonan tepung tapioka, tepung beras, air gulan pohon lontar, dan gula pasir. Untuk membuatnya tipis seperti rambut adalah melalui cetakan berbahan kaleng yang dasarnya dilubangi seperti saringan lalu diteteskan ke wajan yang telah diisi minyak panas. Adonan dibentuk seperti kerucut dengan melipatnya kemudian digoreng. Kue ini berwarna cokelat keemasan dengan bentuk segitiga. Kue rambut memiliki aroma yang khas, campuran antara aroma tepung yang digoreng dengan wangi gula merah. Biasanya kue ini menjadi teman minum kopi atau the oleh masyarakat di kawasan NTT saat bersantai atau juga dijadikan sebagai oleh-oleh khas bagi yang hendak mengunjungi NTT. &...
Madu hutan Gunung Mutis adalah produk lebah jenis Apis dorsata di kawasan sekitar Cagar Alam Gunung Mutis di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Mereka menyerap nectar (sari) bunga pohon Eucalyptus alba saat mekar pada bulan Juni-Juli serta Desember-Januari, membangun sarang di kawasan itu dan memproduksi madu kaya manfaat. Kelestarian produksi madu alam Gunung Mutis tercapai seiring dengan terjaganya kawasan itu. Masyarakat setempat, selaku pemegang kuasa atas wilayah adat yang menjadi tempat tumbuh pohon Eucalyptus alba (disebut juga wilayah “Suf”), telah membangun sistem untuk itu. Sumber: https://www.wwf.or.id/program/inisiatif/social_development/greenandfairproducts/madu_mutis/
Manu Pata'u Ni adalah penyebutan untuk masakan ini. Manu Pata'u Ni merupakan masakan yang terbuat dari ayam kampung yang dimasak dengan campuran santan. Disajikan secara terpisah, daging ayam kampunya dimasak hingga empuk dan bumbunya meresap hingga ke dalam. Sajian ayam ini menjadi salah satu menu khas yang sering disuguhkan untuk tamu yang datang. Untuk penyajiannya tentu ada caranya, masyarakat Sumba biasanya menyajikan hidangan ini dengan dua cara. Pertama ayam bisa diberikan pada tamu, kemudian tamu akan merobek salah satu bagian ayam misalnya paha. Bagian inilah yang akan dikembalikan oleh tamu kepada tuan rumah. Sisanya untuk tamu dan jika tak habis, tamu harus membawa pulang sisa makanan tersebut. Cara ini berasal dari filosofi budaya zaman dulu yang bermaksud saling mengharagai dan tidak menyisakan makanan agar rezekinya terus lancar. Sumber: https://food.detik.com/info-kuliner/d-3556966/dikunjungi-jokowi-ini-6-hidangan-khas-sumba-dari-aya...