Pada jaman dahulu di daerah Padamara dekat Sungai Sawing hiduplah sebuah keluarga miskin. Sang istri bernama Inaq Lembain dan sang suami bernama Amaq Lembain. Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi. Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya menyertai pula. Pada suatu hari, ia sedang asyik menumbuk padi. Kedua anaknya ditaruhnya diatas sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja. Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, batu tempat mereka duduk makin lama makin menaik. Merasa seperti diangkat, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya: "Ibu batu ini makin tinggi." Namun sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk bekerja. Dijawabnya, "Anakku tunggulah sebentar, Ibu baru saja menumbuk." Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin lama makin meninggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu kemudian berteriak sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain tetap sibuk me...
Kain tenun mbojo telah dikenali sejak dahulu sebagai tenunan Kerajaan Bima, yaitu salah satu Kerajaan Islam yang tersohor di Nusantara bagian Timur. Oleh karenanya, keberadaan kain ini tidak lepas dari sejarah perkembangan Islam pada masa itu. Karena kekhasan dan keunikannya, kain tenun mbojo menjadi komoditi penting yang diperjualbelikan oleh para pedagang Mbojo sejak berabad-abad lamanya. Persebaran kain tenun mbojo telah merambah hingga ke beberapa wilayah di Nusantara bahkan hingga ke Negeri China. Konon sejak abad ke-16 M, sebagai masyarakat maritim, pedagang Mbojo berperan aktif dalam perdagangan Nusantara. Mereka sudah berlayar hingga ke wilayah Jawa, Maluku, Malaka, dan bahkan sampai ke China. Hubungan perdagangan masyarakat Mbojo dengan Jawa bahkan tercatat dalam Kitab Negarakertagama. Disebutkan bahwa perdagangan kedua daerah tersebut telah berlangsung sejak zaman kekuasaan kerajaan Kediri atau sekira abad ke-12 M. Sebelum mengenal jenis kain tenun mbojo...
Tembe adalah kain tenun bernilai tinggi berupa sarung yang ditenun dengan cara tradisional dan terbuat dari benang kapas. Konon, kawasan Mbojo, yaitu sentra kain tenun mbojo di Bima memiliki produksi tanaman kapas yang melimpah. Kelimpahan kapas tersebut dan peraturan adat kesultanan telah mewajibkan setiap wanita Bima dapat menenun agar mendorong produksi kain tenun mbojo. Kain tenun mbojo jenis tembe ini masih terbagi lagi dalam beberapa jenis yang didasarkan pada jenis bahan bakunya. Jenis yang pertama adalah tembe songke (sarung songket) lazim dikenakan wanita saat upacara adat atau pun upacara keagamaan dan tidak untuk kebutuhan pakaian sehari-hari. Tembe Songke umumnya memiliki warna dasar merah hati, coklat, dan hitam. Bahan bakunya untuk benang kain tenun ini didatangkan dari luar Bima, yaitu dari Malaka (Malaysia) dan Dana Bara (Singapura). Para pedagang Mbojo selain menjual barang dagangannya di negara-negara tersebut mereka juga membeli bahan yang sekira dapat dig...
Upacara Nyorong merupakan salah satu episode dari sebuah prosesi pernikahan putra-putri Tau Samawa. Upacara Nyorong ini dilaksanakan setelah Bakatoan atau lamaran pihak laki-laki diterima oleh orang tua si wanita yang kemudian diteruskan dengan acara Basaputis. Didalam acara Basaputis ini lah ditentukan hari-hari baik untuk pelaksanaan episode-episode berikutnya dalam sebuah prosesi perkawinan masarakat Sumbawa. Namun sekarang nilai-nilai budaya atau adat istiadat lama itu sudah mulai kabur atau dikaburkan, misalnya tentang sebutan dan pengertian nyorong ini. Dibeberapa tempat di Kabupaten Sumbawa, istilah nyorong bahkan sudah berganti sebutan dengan SORONG SERAH. Padahal orang-orang tua dahulu tidak pernah mengenal istilah tersebut. Tidak jelas siapa yang memulai istilah ini, dan tidak seorang pun yang memberikan teguran atau meluruskan sebutan sorong serah ini. Sorong Serah adalah istilah dalam prosesi pernikahan etnis Sasak ( Lombok ) Sedangkan Tau Samawa hanya mengenal istil...
Alat musik ini terbuat dari bambu dan tali. Suara genggong atau harpa mulut dihasilkan dari getaran lidah genggong akibat tarikan tangan si pemain, serta pengaturan nafas pada rongga mulut dan sentuhan lidah pada langit-langit. Oleh karena itu, pemain genggong yang baik terdiri dari dua jenis; yakni genggong lanang menghasilkan nada tinggi dan genggong wadah yang menghasilkan nada rendah. Dalam pembuatan genggong selain diperlukan andang-andang (sesaji) berupa beras, benang, sirih pinang, dan uang kepeng juga perlu ditentukan hari baik (hari Jumat) untuk mengambil pelepah enai atau bambu. Sajian tersebut bertujuan untuk menghindarkan si pembuat dari hal-hal yang tidak diingginkan dan genggong dapat menghasilkan suara yang jernih.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Pareret merupakan alat musik tiup sejenis terompet yang dimainkan dalam orkestra yang berfungsi sebagai pembawa melodi. Alat musik ini berkembang di Lombok bagian barat dalam subkultur Hindu yang dibawa oleh orang-orang Bali. Selain itu, pareret juga terdapat di daerah Karangasem, Bali meskipun kini sudah jarang keberadaanya. Dalam membuat pareret diperlukan hari baik yaitu pada hitungan pasaran Pahing, sedangkan harinya apa saja. Selain itu, disediakan sesajen (andang-andang) terdiri dari beras, kepeng bolong (satakan), buah pinang, dan benang kotak setukel. Andang-andang mempunyai makna perlindungan agar si pembuat tidak leles (mata merah dan berair). Pareret dimainkan sebagai salah satu kelengkapan upacara persembahyangan dan adalah ulang tahun pura bagi orang Bali yang hidup di Lombok Barat.
Masjid Bayan Beleq merupakan masjid pertama sekaligus tertua yang dibangun di Pulau Lombok. Terletak di Desa Bayan, Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara, m asjid ini dibangun pada sekitar abad 16-17 M bersamaan dengan masuknya ajaran Islam di Pulau Lombok. Bangunan masjid ini sangat sederhana. Berukuran sekitar 9x9 meter persegi Pondasi dari bebatuan yang ditata rapi dan kokoh tanpa semen, dindingnya dari bambu, lantai tanah, bertiang kayu, atapnya terbuat dari bilah bilah bambu, sangat unik. Di bagian depan pintu masjid terdapat Gentong Air untuk wudhu. Di dalam mesjid, di bagian tengah, terdapat sebuah Bedug yang tergantung, serta beleq (makam besar) dari salah seorang penyebar agama Islam pertama di kawasan ini, yaitu Gus Abdul Rozak. Di belakang kanan dan depan kiri masjid terdapat dua gubuk kecil yang di dalamnya terdapat makam tokoh-tokoh agama yang turut membangun dan mengurus masjid ini sejak dari awal. Masjid ini sudah tidak...
Pakaian adat Sasak bagi perempuan disebut Lambung . Yaitu baju tanpa lengan dengan kerah berbentuk hurup “V” dan sedikit hiasan di bagian gigir baju. Pakaian ini menggunakan bahan kain pelung . S abuk anteng (ikat pinggang) yang dililitkan dan bagian ujungnya yang berumbai dijuntaikan di pinggang sebelah kiri. Bawahannya memakai kain panjang sampai lutut atau mata kaki dengan bordiran di tepi kain dengan motif kotak-kotak atau segitiga. Sebagai tambahan aksesoris, ditambahkan sepasang gelang dan gelang kaki berbahan perak. Sowang (anting-anting) berbentuk bulat terbuat dari daun lontar. Rambut diikat rapi dan sebagai aksen diselipkan bunga cempaka dan mawar, atau bisa juga disanggul dengan model punjung pliset . Untuk pakaian adat pria dari mulai kepala mengenakan ikat kepala yang disebut capuq atau sapuk , sekilas melihat bentuk sapuk sasak tidak jauh berbeda dengan ikat kepa...
Upacara U’a Pua merupakan sebuah tradisi masyarakat Lombok yang dipengaruhi oleh ajaran Islam. Upacara U’a Pua dilaksanakan bersamaan dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang juga dirangkai dengan penampilan atraksi Seni Budaya masyarakat Suku Mbojo (Bima) yang berlangsung selama 7 hari.Prosesi U’a Pua diawali dengan Pawai dari Istana Bima yang diikuti oleh semua Laskar Kesultanan, Keluarga Istana, Group Kesenian Tradisional Bima dengan dua Penari Lenggo yang dilengkapi dengan Upacara Ua Pua. Selama proses pawai berlangsung Group Kesenian terus memainkan Genda Mbojo, Silu dan Genda Lenggo. Ketika memasuki Istana, Penunggang Kuda menari dengan suka ria ( Jara Sara’u), Sere, Soka dan lain-lain sampai Ketua Rombongan bertemu dengan Sultan yang diiringi dengan Penari Lenggo. Pada sa’at itu diserahkan ”Sere Pua” dan Al-Qur’an kepada Sultan.