Indonesia adalah negara yang kaya akan hewan dan tumbuhan endemik ( red --hanya ada di Indonesia, tidak bisa ditemukan di tempat lain). Anda, para pembaca, mungkin tahu beberapa contoh mainstream -nya, seperti jalak bali (Bali) dan bekantan (Kalimantan). Namun, saya yakin bahwa tak banyak dari Anda yang pernah mendengar tentang ikan Opudi, hewan endemik asal Sulawesi Selatan. Opudi ( Telmatherina celebensis ) adalah hewan yang banyak ditemui di lima danau yang terletak di pertengahan Sulawesi, yakni Danau Mahalona, Danau Wawantoa, Danau Matano, Danau Masapi, dan Danau Towuti. Bentuknya yang unik membuat banyak orang tertarik untuk memelihara Opudi, tanpa peduli bahwa status Opudi saat ini adalah "terancam punah". Terutama dengan maraknya pembalakan liar dan "campur tangan manusia" yang berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini. Konon, dulu, Opudi sangat mudah ditemukan di tepi danau. Mereka sering ditemukan berenang di sela-sela akar mangrove. Namun, sayangnya, letak O...
Kandaure adalah hiasan dari manik-manik yang berasal dari Tana Toraja. Hiasan ini sangatlah unik karena diuntai satu persatu dari manik-manik dengan daya cipta tertentu sehingga menyerupai corong yang disertai gambar ukiran-ukiran. Pinggirnya berumbai panjang dengan aneka ragam manik-manik yang teruntai rapi pada tali dan ujungnya tersimpul dengan rumbaian benang. Kandaure biasanya digunakan dengan baju pokko (pakaian adat Toraja untuk wanita) menghiasi dada, gelang, ikat kepala, dan ikat pinggang. Hiasan yang mahal dan berat ini digunakan pada saat upacara adat pemakaman dan pernikahan serta dalam Tarian Pa’Gellu dan Tarian Ma’Gellu. Beberapa Kandaure tertentu tidak hanya sebagai hiasan tapi memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu, seperti mendatangkan hujan. Benda ini juga dipercaya mendatangkan berkat bagi pemiliknya tapi dapat juga mendatangkan malapetaka. Pada masa lalu, pemakaian Kandaure pada upacara adat di Toraja khusus dipakai oleh keluarga bangsawan...
Lawa suji atau Lasugi adalah sebuah anyaman berbentuk kotak-kotak yang terbuat dari bambu, yang biasa disebut sulapa eppa . Sulapa eppa sendiri berarti “empat sisi”, yang dalam bentuk mistik kepercayaan Bugis-Makassar klasik yang menyimbolkan empat unsur penyusun semesta, yakni api, air, angin, dan tanah. Selain itu, sulapa eppa juga melambangkan ke-4 penjuru mata angin yang masing-masing mempunyai Nilai-Nilai: intelektualitas (á¨á¨ - acca) , keberanian (á¨á¨'á¨á¨-- - warani), kejujuran (á¨'á¨á¨á¨ - lempu) , dan kekayaan (á¨"á¨á¨á¨-- - sugi). Dalam bahasa Bugis, l awa (á¨'á¨) berarti “pemisah/pagar/penjaga”, sedangkan suji (á¨"á¨á¨&aac...
Lampa’ adalah wadah atau alat pengambilan air tradisional yang masih digunakan pada tahun 1900-an di Tanah Duri khususnya di Desa Baroko Kec. Baroko Kab.Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan. Lampa’ masih digunakan sebelum masuknya wadah-wadah penampungan air modern seperti ember plastik dan aluminium atau cara pengambilan air menggunakan mesin. Anak-anak dan orang tua berbondong-bondong mengambil air dari sungai atau mata air . Air tersebut digunakan untuk memasak, mencuci dan memenuhi kebutuhan primer lainnya. Lampa’ terbuat dari bambu petung yang memiliki 3 ruas. Ruas 1 tidak dilubangi tetapi ruas ke 2 dan 3 dilubangi. Ruas ke 3-lah pintu masuknya air. Bambu petung dikuliti hingga licin agar tidak melukai kulit. Setelah itu masyarakat akan mengisi dengan air dan membawanya dengan cara di letakan di depan badan, ujung bambu yang dilubangi diletakkan pada bahu dan sedikit dimiringkan.
Tau - tau merupakan patung yang dibuat dengan tujuan mewakili atau sebagai representasi orang yang telah meninggal. Diukir dari kayu atau bambu, patung-patung Tau-tau biasanya ditemukan di dekat tempat mayat telah diletakkan untuk beristirahat. Tau-tau diyakini sudah ada serai abad ke-19 dan pada mulanya hanya dibuat untuk kalangan bangsawan dan orang kaya sebagai bentuk mencerminkan status dan kemewahan. Tau-tau juga dipercaya sebagai penjaga makam serta pelindung yang hidup . Dengan adanya Tau-tau, masyarakat meyakini telah menjaga hubungan antara orang mati dan yang hidup. Kata Tau-tau berasal dari istilah " Tau " yang berarti manusia , dan pengulangan kata dalam bahasa lokal maupun bahasa Indonesia sering berarti "sesuatu yang menyerupai". Oleh karena itu, Tau-tau dapat diartikan sebagai sesuatu yang menyerupai manusia. Tau-tau diukir berdasarkan pada bentuk fisik almarhum. Menurut kepercayaan Toraja (disebut Aluk Todolo), setia...
Di kawasan adat Kajang Dalam, tepatnya di Dusun Benteng, pola perkampungan tampak berkelompok dan menghadap ke arah barat (Gunung Bawakaraeng dan Gunung Lompobattang). Kelompok-kelompok rumah tersebut berdasarkan pada sistem kekerabatan terdekat (keluarga inti atau batih). Setiap kelompok rumah dibatasi pagar hidup (benteng tinanang) atau pagar batu (benteng batu), di dalamnya terdiri atas tiga rumah batu atau lebih. Salah satu dari ketiga rumah tersebut (biasanya yang paling depan sebelah kanan) dijadikan rumah keluarga, rumah lainnya dijadikan tempat tinggal sementara atau mukim alternatif, ketika ada tamu bertandang ke rumah orang tua mereka. Konstruksi rumah di kawasan adat Kajang ramah lingkungan karena lebih banyak menggunakan bahan-bahan alami: daun nipa dan alang-alang sebagai atap, ijuk dan rotan sebagai pengikat dan bambu sebagai lantai dan dinding. Rumah masyarakat adat Kajang umumnya tidak terlalu banyak menggunakan kayu. Untuk membangun sebuah rumah hanya diperlukan t...
Jika Suku Baduy memiliki Leuit Baduy yang di gunakan untuk menyimpan padi dan hasil panen, maka di Toraja pun juga memiliki sebuah bangunan yang digunakan untuk menyimpan padi dan hasil panen. Alang merupakan bangunan tersendiri dan terpisah tapi tidak jauh jaraknya dengan rumah tongkonan atau barung-barung. Sebagian besar posisi alang berhadap-hadapan dengan tongkonan. Ini karena alang dianggap sebagai pasangan tongkonan untuk tempat penyimpanan padi atau lumbung padi. Kehadiran alang sangat relevan dengan karakteristik masyarakat Toraja sebagai masyarakat agraris sejak dahulu kala. Struktur alang terdiri atas bagian atap, badan, dan kaki (strukturnya sama dengan tongkonan). Bangunan Alang sendiri ditopang oleh enam tiang bulat yang disebut banga, namun ada juga yang hanya mempunyai empat tiang terutama alang yang berukuran kecil Pada awalnya, dinding alang hanya terbuat dari anyaman kemudian berkembang seperti dinding alang milik bangsawan dan orang kaya yang terpandang di Toraja, m...
Tau-tau, adalahseni pahat patung khas masyarakat Toraja. Tau-tau berarti penyerupaan terhadap manusia dalam bentuk patung. Dalam konteks kepercayaan masyarakat Tana Toraja, tau-tau tidak merepsentasikan ragawi orang mati, tetapi roh si mati yang tidak ikut mati. Ukuran tinggi tau-tau bisa mencapai 1,5 meter. Berdasarkan status sosial si mati, bahan dasar pembuatan tau-tau terdiri atas tiga jenis kayu. Untuk status sosial rendah, disebut tau-tau lampa (terbuat dari bilah-bilah bambu yang diberikan ukiran bentuk manusia dan diberi kain berbentuk pakaian. Untuk status sosial menengah, tau-tau yang terbuat dari kayu kapuk. Sedangkan untuk status sosial tinggi, tau-tau terbuat dari kayu nangka. Pembuatan patung ini terikat pada berbagai ketentuan religius, mulai dari memilih dan menebang pohon. Pembuatan Tau-tau sendiri tidak boleh dikerjakan oleh sembarang orang. Dalam prosesi pemakaman, tau-tau mulai dibuat pada proses ma?tundan, di mana si mati diangkat bersama dalam perarakan menuju te...
Simpa Odja adalah ornamen wajib dalam setiap upacara di Kerajaan Gowa Tallo. Ornamen ini terdiri dari dua perangkat yang disatukan yaitu "Simpa" yang merupakan bilah bambu yang dilapisi anyaman daun lontar, serta "Odja" anyaman daun lontar berbentuk bulat yang dilapisi kain merah sebagai simbol matahari. Simpa Odja berfungsi sebagai alat bantu ritual dan obyek perlindungan dan pertahanan magis ketika ritual sedang berlangsung. Ritual tersebut mulai dari kelahiran, perkawinan, hingga kematian. Simpa Odja biasanya dibawa oleh perempuan ketika ritual sedang berlangsung. sumber: Lembaga Seni Budaya Batara Gowa