Korwar , tengkorak leluhur yang ditemukan di Teluk Cendrawasih, Papua, berasal dari sebelum 1914. Korwar, yang dipercaya sebagai penuntun dan pelindung keluarga, dahulunya adalah pemimpin yang sangat berpengaruh, umumnya pria, terkadang perempuan.
Budaya memang satu hal yang diamis, akan selalu berkembang dan terpengaruh oleh teknologi dan inovasi. Kemajuan inovasi teknologi mesin mempermudah dan menghemat waktu yang digunakan oleh manusia untuk melakukan pekerjaannya. Hal yang sama terjadi di wilayah Sulawesi Barat, dan berlaku pada satu alat dapur yang digunakan untuk mengeruk daging buah kelapa. Masyarakat biasa menyebutnya dengan istilah pikelluq . Pada awalnya pikelluq berbentuk miniatur mirip hewan yang memiliki bagian kepala, bagian tubuh, dan ekor, tepat di bagian kepala ditancapkan bilah metal bergerigi untuk mengeruk daging buah. Namun saat ini mungkin dengan alasan "kepraktisan" maka dilakukan modifikasi terhadap "pikelluq" yaitu dengan mengubah bagian "badan"nya dengan menggunakan kayu datar tanpa bentukan miniatur yang mirip dengan hewan, sangat kontras dengan model pikelluq sebenarnya. Pikelluq di mata masayarakat Sulawesi Barat, suku M...
Pada pesta-pesta dan upacara, tempat untuk acara ini sering dihiasi dengan anyaman daun-daun janur. Dengan menyambungkan anyaman daun janur ini, Orang Nias membuat bentuk dan pola yang indah . Ini disebut Ni'okindrö (anyaman daun janur). Gaya Ni'okindrö bervariasi antara daerah ke daerah. Bentuk yang dibuat oleh daun janur memiliki banyak arti yang berbeda. Ketika kunjungan tamu penting ke Nias, mereka sering disajikan dengan kalung yang dibuat menggunakan teknik ini. Kalung ini dikenal sebagai Nifatali Bulumio. Hanya beberapa orang yang mampu membuat kalung seperti ini. Sumber: http://www.museum-nias.org/istiadat-nias/
Seperti yang kita ketahui, anyaman tikar sangat populer di kalanggan masyarakat Manggarai. Tidak hanya di pelosok daerah tetapi juga di perkotaan. Banyak ibu-ibu masyarakat manggarai yang menganyaman tikar bahkan pekerjaan tersebut sebagai mata pencaharian ibu-ibu Manggarai di daerah pelosok untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain itu juga mereka membuat tikar untuk kebutuhan mereka sendiri karena tradisi orang manggarai mengharuskan setiap masyarakat manggarai untuk memiliki tikar, sebab disetiap upacara adat baik upacara adat kecil sampai upaCara adat yang besar sangat dibutuhkan tikar sebagai alas duduk ketika upacara berlangsung. Bahan dasar dan alat pembuatan tikar yaitu: Daun pandan Pisau Batang bambu berukuran kecil tipis Duri Sendok Jarum jahit Sumbat / kesumba (pewarna) Nggereng / gereng Cara pembuatan tikar sebagai berikut: Kita memotong daun pandan dari pohon menggunakan pisau...
Terbuat dari daun pandan yang disilangkan menjadi satu, terbentuklah kerajinan tikar yang indah khas masyarakat Desa Tepal, Sumbawa. Inilah beranyam , salah satu tradisi khas wanita-wanita dari salah satu wilayah di Nusa Tenggara Barat. Kebiasaan kaum wanita Desa Tepal dalam mengisi waktu senggang membuahkan hasil kerajinan tikar yang sangat indah untuk dilihat. Anyaman terbuat dari daun pandan yang telah melalui proses penjemuran dirangkai menjadi satu sehingga menghasilkan sebuah tikar. Beranyam biasanya dilakukan kaum wanita di desa ini saat musim penghujan datang. Perkebunan dan persawahan yang telah dikelola saat musim semi membuat kegiatan menjadi lebih sedikit. Karenanya, kaum wanita mengisi waktu luang dengan beranyam . Tikar yang telah jadi biasanya digunakan masyarakat untuk alas tidur atau menjadi penghias rumah mereka. Pada acara-acara tertentu, tikar yang mempunyai motif garis-garis ini digunakan sebagai alas duduk para tamu....
Pintu gebyok merupakan pintu kayu ala rumah tradiisional Jawa yang sangat megah dengan ukiran kayunya. Pintu gebyok bisa Anda beli frame -nya dan dijadikan sebagai bingkai dari pintu utama Dengan kata lain, gebyok cuma jadi tempelan dan sebagai aksen saja. Kalau tetap ingin pilih punya satu panel gebyok yang lebar, Anda bisa menaruhnya sebagai salah satu latar belakang dinding.
Di Kabupaten Rejang Lebong banyak kita temukan kerajinan tangan yang dipergunakan oleh masyarakat untuk kepentingan sehari-hari, baik untuk kegiatan rumah tangga, perkebunan. Kabupaten yang memunyai dua suku ini, yaitu suku Rejang dan suku Lembak, memiliki kerajinan tangan yang dipergunakan untuk membawa barang anatara lain sarau/harau. Sarau ini dipergunakan umumnya oleh masyarakat Lembak. Sarau terbuat dari rotan dan kayu. Umumnya dipergunakan untuk membawa barang-barang ukuran sedang. Pane atau berunan atau oleh masyarakat umum menyebutnya bakul, digunakan untuk mengangkut barang-barang berbagai ukuran, karena celahnya yang kecil. Umumnya digunakan oleh masyarakat suku Rejang.
Cab Sikureung, yaitu cap atau segel Sultan-sultan Aceh. Setiap Sultan atau Sultanah (Ratu) yang memerintah di Aceh selalu menggunakan sebuah Cap resmi kesultanannya, yang didalam bahasa Aceh disebut Cab Sikureung (Cap Sembilan). Pemberian nama ini didasarkan kepada bentuk stempel itu sendiri yang mencantumkan nama sembilan orang Sultan dan nama Sultan yang sedang memerintah itu sendiri terdapat di tengah-tengah. Cab Sikureung (Kulit luar) bermakna 9 Sultan : 1. Paling Atas Sultan Ahmad Syah, yakni Raja pertama Dinasti Aceh-Bugis yang terakhir, 1723-1735, adalah Sultan yang ke-XX, sebelum tahun 1723 disebut dengan gelar Maharadja Lela (Melayu) 2. Kanan Atas Sultan Djauhan Syah, yakni Putera Raja sebelumnya, 1735-1760, adalah Sultan ke-XXI, bergelar Raja Muda 3. Paling Kanan Sultan Mahmud Syah, yakni Muhammad atau Mahmoud Syah I, Cucu Sultan Ahmad Syah, 1760-1763, adalah Sultan ke-XXII 4. Kanan Bawah Sultan Djauhar ‘Alam, yakni Cicit laki-l...
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh mengenal berbagai macam upacara adat, seperti upacara khitanan, perkawinan, kematian dan lain-lain. Dalam pelaksanaan upacara tersebut selalu digunakan bermacam-macam alat upacara, seperti ceurana untuk tempat sirih yang dihias, mundam untuk tempat air cuci tangan, ludahan tempat ludah, puan tempat sirih siap saji dan lain-lain. Sumber: acehplanet.com