Sangku yang terdapat di dalam masyarakat Aceh disebut kukuran. Oleh masyarakat Gayo dan masyarakat Aneuk Jamee menyebutnya dandang Untuk sangku ada pula yang menyebut dangdang. Sangku terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas dan bawah dengan bentuknya ramping di tengah. Dalam perkembangan selanjutnya sangku seperti ini sudah jarang diketemukan, karena orang telah membuatnya dalam bentuk yang lebih mudah yaitu sama besarnya dari atas sampai ke bawah. Kalau pada bentuk awal pembuatannya dua kali (membuat bagian atas dan bawah yang kemudian disambung dengan sistem soder di tengahnya atau pada pinggang) dan di pinggang bagian dalam diberikan pembatas berupa sekat yang berlubang kecü-kecil. Pada bentuk yang sekarang yang dijumpai tidak lagi dibuat pinggang dan penyekatnya diletakkan dengan menggunakan tompang (kayu atau besi) dari bawah. Sangku dibuat dari seng dengan bentuknya yang bulat. Ukuran sebuah dandang masyarakat menyebutnya dengan...
Punceuek sebagai salah satu alat memasak yang dipergunakan di dalam masyarakat Aceh, dalam bahasa Indonesia dapat diartikan alat untuk mengukus nasi pulut. Punceuek berbentuk kerucut yang dianyam dari daun iboh yaitu sejenis daun lontar. Punceuek ada juga yang dibuat dari upih pinang. Punceuek yang dibuat dari upOi pinang diberi berlubang-lubang kecil guna air dapat menguap ke dalamnya, sedangkan yang dari daun iboh melalui selah-selah anyaman air dapat menguap ke dalamnya. Punceuek biasanya di dalam masyarakat Aceh dipergunakan untuk memasak nasi pulut dengan cara pengukusan. Punceuek dapat diperoleh dengan mudah, karena semua wanita terutama ibu-ibu yang sering menganyam tikar dapat membuatnya. Pun ceuek yang dibuat dari daun iboh dapat bertahan lebih lama jika dibandingkan yang dibuat dari upih pinang. Punceuek yang dibuat dari upih pinang hanya bisa dipergunakan sampai 5 kali pakai, sedangkan yang dianyam dari daun i...
Sebagai bahan bakar kebutuhan rumah tangga tradisional adalah kayu. Memasak dengan kayu memberikan akibat sampingan berupa pengotoran dapur dan peralatannya. Dapat dipastikan periuk dan belangan cepat sekali hitam. Kalau diletakkan disembarangan tempat maka menyebabkan tempat itu kotor pula. Untuk mengatasi hal ini maka sebagai lapik bagi periuk dibuat reungkan. Reungkan terbuat dari anyaman daun kelapa. Daun kelapa untuk sebuah reungkan tidak boleh terlalu tua dan juga tidak boleh terlalu muda (yang masih berupa janur). Dengan demikian reungkan dapat bertahan lebih lama dari pada memakai daun kelapa yang sudah tua. Reungkan termasuk alat dapur yang jarang diperjual belikan. Ibu-ibu rumah tangga dapat dengan mudah membuatnya. Sumber: http://www.wacana.co/2012/03/alat-memasak-tradisional-aceh/
Aceh menyebutnya batee seumeupeh, yang dipahat dari batu membentuk semacam wadah untuk menggiling bumbu masak. Bumbu masak seperti bawang, cabai, dan sebagainya ditumpuk di atas badan batu giling itu yang selanjutnya digiling secara manual. Sekarang, batu giling itu masih digunakan bila arus listrik berhenti (mati). Kelebihan yang dimiliki benda padat ini adalah bisa menghasilkan racikan bumbu padat, dan katanya bumbu yang telah digiling akan lebih terasa ketimbang bumbu yang digiling dengan blender (alat modern). Bentuk batee seumeupeh pipih, bagian atas dan bawahnya segi empat, sedangkan aneuk batee seumeupeh bulat panjang. “Batee seumeupeh dan aneuk batee seumeupeh terbuat dari batu sungai yang dipahat dan kemudian dijual di pasar. Panjang sebuah sebuah batu giling kira-kira 30 cm dengan lebar kira-kira 20 cm dan tingginya 10 cm. Gambar di bawah adalah tampilan batu giling, benda yang sudah dibuat berbentuk bulat lonjong itu berperan sebagai penggiling yang menghancurka...
Kukuran kelapa atau geulungku digunakan untuk mengkukur kelapa, hampir tiap rumah masih menyimpan jenis alat dapur tradisional ini. Untuk mengoperasikannya butuh keahlian dan teknik tertentu karena ujung kukuran bergerigi yang bisa saja menyebabkan kulit tangan terluka. Kukuran digunakan untuk mengkukur, mengeruk (mengikis) isi kelapa. Kukuran merupakan alat yang tidak mungkin dapat dipisahkan dengan masyarakat karena sebagian masyarakat Aceh resep masakannya masih menggunakan santan kelapa. Sumber: https://steemkr.com/culture/@abduhawab/alat-alat-dapur-tradisional-aceh-aceh-traditional-utensils
Di Huta Sitahutahu Desa Sabulan Kecamatan Sitiotio masih menggunakan Talam (baki-piring ukuran besar) dalam acara-acara Pesta Batak. Huta ini masih eksis menggunakan Talam, dimana sudah sangat jarang sekali terlihat dalam suasana Pesta Batak di tempat lain menggunakan Talam. Talam biasanya dapat digunakan untuk 2-3 orang berkongsi menyantap hidangan yang disediakan. sumber: https://www.gobatak.com/talam-wadah-tempat-makan-saat-pesta/
Panjang dari cetakan putu mayang diatas adalah 30cm dan tingginya adalah 9,5cm. Cetakan putu mayang adalah cetakan kue yang digunakan untuk mencetak adonan kue putu mayang melalui bagian yang berlubang-lubang. Sumber: http://mawarvictoria.blogspot.co.id/2014/06/makalah-tradisi-melayu-peralatan-dapur.html?view=magazine
Diameter dari piring tersebut adalah 15cm Piring yang berbentuk bunga matahari yang digunakan untuk sebagai wadah makanan. ,merupakan temuan dari dasar laut. sumber: http://mawarvictoria.blogspot.co.id/2014/06/makalah-tradisi-melayu-peralatan-dapur.html?view=magazine
Ndrokhia Zaku adalah parutan sagu dalam bahasa Nias. Ndrokhia Gowi adalah parutan singkong dalam bahasa Nias. Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=XfvYJT4yxnQ