Kinanthi (6) Kadi ta sang Maha Wiku , kang linewihaken dening, tar iyan pangabektining Hyang kang Maha Luwih , kalamun wong anom ika, ingkang wibawa tur mukti. (14)Asih pawong mitranipun, tan iyan panembramaneki pandhita panengranira, nihan wisaning kalabang, munggeng sirah unggyaneki. (20) Kono sidaning kang ratu , sudibyo kalokeng bumi, awya na maido sira, ing wuruking para resi , dumadakan lara lapa, utama sira danami. (cuplikan tembang Kinanthi bait ke 6,14,20). Artinya : (6) seperti halnya Sang pendeta, yang dilebihkan, tidak seperti pengabdiannya kepada Yang Maha Segalannya, kalau pemuda itu, yang hidup senang tanpa kekurangan. (14) menyayangi seorang sahabatnya, yang tidak seperti nyanyian para pendeta pada dasanya, begitulah racunnya kelabang, yang ada di kepala ini (20) Ratu itu, kesaktiannya terkenal di bumi, janganlah kam...
Asmarandana (3)Tan sinaba dening paksi, paksi kang saba ing toya, yen pandhita upamane, tilar pangabektinira, nuju becik kang dina, supe ing penambahanipun, yekti doh lan pangerannya. (4)Kalamun pandhita pasthi, tebih lan pangeranira, manggih cilaka lemahe, mangkana sang maharja, yen tan parikseng bala, kurang paramartanipun, anggung rengu aduduka. Artinya: (3) tidak pernah didatangi oleh burung, burung yang sering berada di air, seandainnya kalau pendeta, meninggalkan kebaktiannya, menuju hari yang bagus, lupa dengan statusnya sebagai pendeta, pendeta yang jauh dari Tuhannya. (4) kalau takdir pendeta, jauh dari Tuhannya, celaka yan akan dijumpai, begitu pula Sang maharaja, kalau tidak melihat para tentarannya, kurang baik budinya, akan marah. Isi teks: (3) walaupun orang itu berstatus sebagai pendeta,akan tetapi jika meninggalkan kebaktiannya bisa lupa denga...
Sinom (10) reksanen ingkang utama, tegesipun kang prayogi, wewehna kang prayogi, wewehna para pandhita, jakatna ing pekir miskin, tulang meing repot sami, kinarya ganjar ing wadu, yen wong sugih upama, eman kalamun amendhita, datan arsa jakat mring para pandhita. (12 )mangkana ngaurip samya,awya kumed ing wong miskin, kumed ing pandhita, dinukan dening Ywang Widi, ing akir tanpa prayogi, nemu cilaka tan wurung, mungguh kang para dewa, kang linewihaken pribadi, datan kadya sang Bathara Nilakantha. Artinya : (10) rawatlah yang utama, maksudnya yang semestinya, berikan yang terbaik, berikan para pendeta, berzakatlah kepada fakir miskin, ikut merasakan repotnya sesama, akan mendapat ganjaran dari prajurit, kalau seumpama orang kaya,kikir kalau dengan para pendeta, tanpa keinginan untuk berzakat kepada pendeta. (12) begitulah hidup yang semestinya,janganlah kikir kepada orang miskin, jangablah kikir kepada pe...
Dhandhanggula (2)Iwir wana kaananing kaywaking, ragas anggerti dening kanginan, temah ingobar alase, rusak wana katunu, yeku iwirning menawa nenggih, ring wong abecik awya, age-age ngaku, wani digjayeng ayuda, neng ngarsaning nata lamun, durung uwis, ngasoraken kang prawira. (3)Jangkep satus kasor kang prajurit, katawan neng madyaning ngalaga, awya ngaku pandhitane, yen durung sang awiku, ngasoraken satus pra resi, lan angumpulena, kang bisa wong sewu, tur ingkang padha pandhita, ingkang sewu prandene kasoran dening, wong ingkang widayaka. (6)akeh-akeh wisayaning janmi, Ratu datan jrih ing kasalahan, tan nolih mring karatone, ilang tyasing sang wiku, santosane mungguh ing Widi, tan kajeng kasangsaran, ing sapurungipun, anak samnya ngala-ala, maring Bapa tan jrih ing tulah sarik, Dyah nir tang kawirangan. Artinya : (2)keadaan hutan itu, rontok karena terkena angin, hutannya terbakar, hutan itu ter...
Serat panitisastra yaitu salah satu sastra piwulang yang sebenarnya serat Nitisastra yang menggunakan bahasa Djarwa. Serat ini ketika tahun 1725 (1789M) dari bahasa Kawi disalin ke dalam bahasa Kawi-miring. Kemudian tahun 1735 (1808M),kemdian disusul kitab berbahasa Kawi-Djarwa. Setelah tahun 1746 (1819M),diubah ke dalam bahasa prosa oleh Raden Pandji Puspawilaga. Dibuat pada tahun 1843 pada zaman pemerintahan Sri Susuhunan P.B.VII. Serat ini diedarkan di Surakarta,pada bait pertama tembang dhandhanggula menunjukkan asal muasalnya serat ini,yang berbunyi: Makritya ring agnya narpasiwi,nular pralampitaning Sang Wusman,Ing Surakarta wedhare, tata tri gora ratu ,Ri sangkala witning winarti, Nitisastra inaran,winarnaeng kidung,kadi kadanging sarjawa,limaksana sasananing kang janmadi,adi yang kadriyana. Yang artinya: akan mengerjakan perintah raja putra,meniru lambang-lambang sang wusman, di Surakarta terbabarny...
Karya tulis Raden Ngabehi Sindusastra terdiri atas 6 jilid. Isi naskah itu mengambil dasar cerita dari Serat Kanda, yang sudah membaurkan cerita wayang dari Mahabarata dengan unsur-unsur keislaman. Kitab ini ditulis dalam bentuk tembang macapat, dan kadang-kadang disebut juga Kitab Lokapala atau Kitab Arjunawijaya . Serat Arjunasasrabahu ditulis pada tahun 1757 (Jawa) atau 1830 Masehi. Oleh Palmer van den Broek , kitab karya R. Ng. Sindusastra ini dimuat dalam Verhandelingen van het Bataviaasche Genootschap No. 34 Th 1870 , dan dicetak ulang pada tahun 1872, 1883, dan 1886 oleh Van Dorp , Semarang. Selanjutnya Balai Pustaka Jakarta juga menerbitkan kembali buku ini pada tahun 1932. Isi ringkas Serat Arjunasastrabahu adalah: Perjalanan Resi Wisrawa dari Lokapala ke Alengka untuk melamar Dewi Sukesi bagi anaknya, Wisrawana atau Danaraja. Setelah menguraikan Sastra Jendra Hayuningrat, Dewi Sukesi dinikahi sendiri oleh Resi Wisrawa. Danaraja ma...
Kitab Pararaton adalah kitab kuno yang pertama ditulis pada tahun 1535 Saka atau 1613 M, dan cukup dikenal masyarakat Indonesia. Banyak yang mengidentikkan Kitab Pararaton dengan kisah Ken Angrok. Pembuatan Kitab Pararaton itu memiliki motif yang hampir sama dengan kitab-kitab zaman dahulu seperti Babad Tanah Jawi, yaitu sebagai alat legitimasi kekuasaan. Raja sering mengidentikkan dirinya sebagai perwakilan atau pun reinkarnasi dari dewa-dewa. Dengan cara seperti itu diharapkan rakyat akan tunduk dan merasa dalam pengayoman dewa-dewa. Secara umum isi Kitab Pararaton menceritakan cikal-bakal berdirinya kerajaan di Singasari yang dipimpin Ken Angrok. Berdirinya Kerajaan Singasari penuh dengan kisah-kisah tragis yang memakan korban. Berawal dari Tunggul Ametung yang melarikan Ken Dedes, diteruskan dengan kisah pembunuhan Mpu Gandring oleh Ken Angrok, yang kemudian berbuah kutukan pada anak cucu Ken Angrok dan tujuh raja pun akan mati karena keris Mpu Gandring. Setel...
Serat Wulang Dalem merupakan serat yang digubah oleh Paku Buwono (PB) IV, Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Serat ini menggunakan huruf Jawa, dan pernah diterbitkan oleh Penerbit Jonasportir di Surakarta pada tahun 1876. Serat ini berisi ajaran PB IV kepada anak cucunya, tentang keselamatan, kesejahteraan dunia, dan akhirat. Nasihat tersebut antara lain: dalam bertindak harus ada tujuan, berbicara seperlunya, mempunyai tata karma, rukun dengan teman dan keluarga, harus beragama, tidak sombong, tidak lalai. Jangan lupa menjalankan perintah Tuhan, karena hidup di dunia ini adalah kehendak-Nya. Jika berbuat kesalahan, hendaknya cepat bertaubat. Waktu masih muda jangan lupa mengaji. Tuntutlah ilmu sejauh mungkin. Jika menjadi pemimpin jangan semena-mena terhadap bawahan. Serat ini juga menekankan ajaran hidup yang utama, seperti mengaji, menjalankan perintah Tuhan, dan meninggalkan larangan-Nya. Mengaji adalah perbuatan terpuji. Jika mengaji tentu ada h...
Karya besar pujangga Ranggawarsita memang banyak yang terkenal. Selain memiliki bobot yang berkualitas, kata-kata sastrawinya juga selaras dengan perkembangan zaman. Karya Ranggawarsita yang terkenal, antara lain: Jaka Lodhang, Pustaka Raja Purwa, Sabda Jati dan Hidayat Jati. Selain itu, ada juga Serat Cemporet. Serat Cemporet lebih terkenal lantaran digubah memakai bahasa Jawa yang indah. Zaman dahulu, sebelum Jepang menjajah Indonesia, buku tersebut digemari banyak orang untuk bacaan, khususnya yang senang melantunkan macapat . Namun demikian, juga tidak sedikit orang yang mencela kitab tersebut lantaran bahasa yang digunakan terlalu halus (bahasa sastrawi tinggi). Obrolan orang desa yang memakai bahasa tadi dianggap terlalu tinggi, sehingga terkesan dibuat-buat. Kesan itu pernah ditulis oleh Prof. Dr. R. Ng Purbacaraka dalam bukunya “ Kepustakaan Jawa ”. Tapi banyak juga orang yang setuju dengan pendapat tersebut karena karya sastra itu mempun...