Manuskrip "Serat Pandhita Raib" merupakan karya Kyai Sastradiwangsa. Ditulis di atas kertas dluwang gendhong, yaitu kertas yang dibuat dari kulit kayu yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Naskah bertema Sejarah Islam ini menceritakan tentang pertempuran Nabi Muhammad dengan seorang pendeta Agama Yahudi bernama Pandhita Raib dari Negeri Kebar. Penyebab pertempuran ini, sang pendeta berupaya mempengaruhi penduduk Kebar agar menjauh dari Islam dan memurtadkan mereka ke dalam ajaran Yahudi. Pada akhir pertempuran sang pendeta digambarkan menyerah kepada Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Penulisan karya sastra ini nampak diinspirasi oleh konflik antara umat Islam dengan kaum Yahudi yang tinggal di sekitar oasis Khaibar, sekitar 150 km dari Madinah. Selain itu naskah ini juga membahas tentang sifat-sifat Nabi Muhammad. Juga terdapat bagian dimana Nabi Muhammad dikisahkan sedang menyampaikan ajaran kepada putrinya, Fatimah tentang kewajiban ibadah dan tugas wanita muslimah terutama...
Manuskrip "Serat Pandhita Raib" merupakan karya Kyai Sastradiwangsa. Ditulis di atas kertas dluwang gendhong, yaitu kertas yang dibuat dari kulit kayu yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Naskah bertema Sejarah Islam ini menceritakan tentang pertempuran Nabi Muhammad dengan seorang pendeta Agama Yahudi bernama Pandhita Raib dari Negeri Kebar. Penyebab pertempuran ini, sang pendeta berupaya mempengaruhi penduduk Kebar agar menjauh dari Islam dan memurtadkan mereka ke dalam ajaran Yahudi. Pada akhir pertempuran sang pendeta digambarkan menyerah kepada Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Penulisan karya sastra ini nampak diinspirasi oleh konflik antara umat Islam dengan kaum Yahudi yang tinggal di sekitar oasis Khaibar, sekitar 150 km dari Madinah. Selain itu naskah ini juga membahas tentang sifat-sifat Nabi Muhammad. Juga terdapat bagian dimana Nabi Muhammad dikisahkan sedang menyampaikan ajaran kepada putrinya, Fatimah tentang kewajiban ibadah dan tugas wanita muslimah terutama...
Serat Yusuf boleh dikatakan sebagai manuskrip tertua yang dimiliki oleh Museum Radya Pustaka. Koleksi ini ditulis pada jaman Keraton Kartasura atas perintah Kanjeng Ratu Balitar, permaisuri Pakubuwana I (r. 1703-1719) dengan maksud untuk menyelamatkan suksesi cucunya sehingga bisa menjabat sebagai Pakubuwana II (1726-1749). Penulisnya adalah seorang abdi dalem Pamijen kasepuhan ketika menjaga gerbang Keraton Kartasura. Naskah ini ditulis dengan menggunakan aksara Jawa pada tahun 1729. Terdiri dari 206 halaman dengan ukuran 34Ã--26 cm. Kertas yang digunakan adalah dluwang gendhong. Pada bagian awal naskah terdapat iluminasi dengan yang dibuat dengan tinta warna hitam, merah, dan keemasan. Serat Yusuf ini isinya bercerita tentang kisah Nabi Yusuf yang dipetik dari kitab suci Al Quran.
Serat Nawawi merupakan karya yang ditulis pada tahun 1884. Berisi kumpulan 3 (tiga) bagian tulisan tentang sejarah Islam, Ilmu Kenegaraan, dan Bahasa Jawa terutama tentang hakikat huruf. Bagian pertama menceritakan tentang etika Islam yang diajarkan oleh tokoh sufi bernama Ibrahim bin Adham (dalam karya sastra ini ia disebut sebagai seorang Sultan). Juga berisi ajaran untuk para pemimpin, kisah-kisah Nabi dan orang-orang shalih. Bagian kedua dari kitab ini berisi tentang nitipraja yaitu ilmu kenegaraan. Bagian ini ditulis dengan menggunakan metrum tembang Macapat. Sedangkan bagian ketiga berisi mengenai carakabasa berupa penjelasan tentang makna dan hakikat yang terkandung dalam huruf Jawa. Sumber : http://susiyanto.com/delapan-pustaka-jawa-bernuansa-islam-di-museum-radya-pustaka/
Karya tulis ini merupakan kumpulan dari 29 suluk yang berisi pengajaran tasawuf dari tradisi tarekat syattariyah. Tarekat Syattariyah ini merupakan aliran tarekat yang biasa diamalkan oleh anggota istana Kasunanan Surakarta. Naskah ini ditulis oleh Radyan Panji Jayaasmara pada tahun 1864. Naskah ini dibuat atas perintah K.G.P.H. Cakraningrat yang merupakan menantu Sunan Pakubuwana VI dan sekaligus murid R. Ng. Ranggawarsita. Naskah ini terdiri dari 472 halaman dengan ukuran 32Ã--20 cm. Berisi mengenai ajaran, tradisi, dan silsilah tarekat Syattariyah. Ditulis dengan menggunakan aksara Jawa (carakan) dan beberapa bagian ditulis menggunakan aksara Arab Pegon (Aksara Jawi). Tarekat Syattariyah yang biasa dianut oleh kalangan bangsawan Kraton Surakarta ini merupakan sebuah aliran tarekat yang telah lama tumbuh di Iran dan Turki dengan nama tarekat Isqiyah. Konon, tarekat ini memiliki ajaran yang mudah beradaptasi dengan kebudayaan yang menjadi tempat persebarannya. Seiring pe...
Dunia kejawen memang sering memberi kejutan-kejutan yang unik dan mengesankan. Kitab bernama "Cariyos Dajal utawi Kadis Kawandasa" (artinya:"Cerita tentang Dajjal atau Hadits empat puluh") ini salah satu contohnya. Karya keagamaan ini ditulis dengan menggunakan huruf Jawa carakan (hanacaraka), namun uniknya menggunakan Bahasa Arab. Jadi, bisa dikatakan berbahasa Arab namun ditulis dengan menggunakan aksara Jawa. Di bawah setiap baris tulisan berbahasa Arab, disisipkan terjemahan dalam Bahasa Jawa menggunakan huruf Jawa yang ukurannya lebih kecil. Terjemahan ini berfungsi sebagai penjelasan bagi masyarakat Jawa yang tidak mampu mengakses Bahasa Arab. Kitab yang ditulis pada tahun 1845 dalam 45 halaman ini, menceritakan kepada masyarakat Jawa tentang fitnah akhir jaman berupa kedatangan dajjal-laknat. Selain itu karya berukuran 31Ã--20 cm ini juga mendiskusikan 40 (empat puluh) tanda-tanda kedatangan Imam Mahdi dilengkapi dengan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Sumber :...
Kur'an Kajawekaken atau juga disebut Kur'an Jawi merupakan kitab yang berisi terjemahan Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Tulisan yang digunakan tentu saja adalah tulisan Jawa. Proses penerjemahan ini dilakukan oleh Bagus Ngarpah, seorang ulama abdi dalem Kraton Kasunanan Surakarta. Karya Bagus Ngarpah ini kemudian diedit untuk merampingkan kalimat-kalimatnya oleh Ngabèi Wirapustaka, seorang abdi dalêm mantri Radyapustaka di Surakarta pada tahun 1835 hingga 1905. Penulisannya menggunakan aksara Jawa dimulai pada 30 Juni 1905 oleh Suwonda. Penulisan juga dilakukan oleh Ki Ranasubaya, abdi dalêm jajar nirbaya kaparak têngên, yang bekerja di kantor Radyapustaka. Terjemahan Al Quran ke dalam Bahasa Jawa ini telah diselesaikan sebanyak 30 Juz. Perlu dipahami, karya monumental ini hanya berupa penerjemahan saja. Sementara teks Al Quran-nya tidak dicantumkan. Babad Wedyadiningratan, sebuah karya sastra yang menceritakan perja...
Serat Centhini adalah buku kesusastraan Jawa yang aslinya ditulis dalam bahasa dan tulisan Jawa dalam bentuk tembang Macapat dan mulai ditulis pada tahun 1814 dan selesai pada tahun 1823. (Catatan : Tembang Macapat adalah sejumlah Tembang Jawa dengan irama tertentu, jumlah suku kata tertentu, akhir kata tertentu dalam satu bait tembang, sangat populer di masyarakat Jawa untuk refleksi peristiwa tertentu menggunakan tembang yang pas dengan suasana yang ingin ditimbulkan, sejumlah nama tembang Macapat: Maskumambang, Mijil, Sinom, Kinanti, Asmaradana, Gambuh, Dandanggula, Durma, Pangkur, Pocung, Megatruh, Jurumedung, Wirangrong, Balabak, Girisa). Buku aslinya berjudul Serat Suluk Tambangraras ditulis berkat prakasa KGPA Anom Amengkunagoro III putera Pakubuwono IV, raja Surakarta (1788 - 1820). Dia kemudian yang menggantikan kedudukan raja sebagai Pakubuwono V (1820 - 1823). Sedangkan penulisan dan penyusunan dilaksanakan oleh: Ki Ng. Ranggasutrasno, pujangga kerajaan. R. Ng....
Serat Wulang Reh adalah salah satu karya Sastra Jawa karangan Sri Pakubuwono ke IV. Serat ini sangat terkenal dalam masyarakat Jawa. Isinya tentang kebaikan yang dapat dijadikan pegangan dalam menjalani hidup. Bahasanya sederhana sehingga mudah dipahami. Serat Wulang Reh yang merupakan karya sastra berbentuk tembang, terdiri atas 13 pupuh, yaitu: (1) Dhandhanggula (berisi tentang ajaran cara memilih guru) (2) Kinanthi (berisi ajaran tentang cara bergaul/memilih teman) (3) Gambuh (berisi tentang larangan memiliki watak adigang, adigung, adiguna) (4) Pangkur (berisi ajaran tentang tatakrama, perbedaan baik dan buruk dan cara melihat perwatakan manusia) (5) Maskumambang (berisi ajaran tentang melakukan sembah) (6) Dudukwuluh (berisi ajaran tentang cara mengabdi kepada raja) (7) Durma (berisi ajaran tentang cara mengendalikan hawa nafsu) (8) Wirangrong (berisi ajaran tentang baik-buruknya budi) (9) Pucung (berisi aj...