Prasasti Sanggurah merupakan prasasti berangka tahun 982 Masehi yang ditemukan di daerah Malang dan menyebut nama penguasa daerah itu, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga (Dyah Wawa). Prasasti berbentuk tablet ini disebut juga Prasasti Minto karena dihadiahkan oleh Raffles kepada Lord Minto, keduanya pernah memimpin Hindia Belanda ketika Britania Raya menguasai Belanda pada dasawarsa kedua abad ke-19. Raffles sendiri memperolehnya sebagai hadiah dari Kolonel Colin Mackenzie, yang mengambilnya setelah melihat batu bertulis ini. Prasasti bertinggi 2 meter dengan bobot 3,8 ton ini dianggap penting karena menyebut raja Medang, yang berpusat di Jawa Tengah, sebagai penguasa daerah Malang, di Jawa Timur, meskipun angka tahunnya tidak bersepakat dengan prasasti lainnya. Isinya dianggap dapat membantu memecahkan misteri pindahnya pusat kekuasaan dari Jawa Tengah ke wilayah timur Pulau Jawa. Setelah berpuluh-puluh tahun berada di tangan pewaris keluarga...
Menyebutkan bahwa Airlangga memerintahkan pembangunan sebuah waduk Hujung Galuh di Waringin Sapta (Waringin Pitu) guna mengatur aliran Sungai Brantas. Sehingga banyak kapal dagang dari benggala, Srilangka dan lain-lain dating ke pelabuhan itu. Prasasti Kamalagyan (959 Saka atau 1037M) terletak di dusun Klagen, desa Tropodo, kecamatan Krian, kabupaten Sidoarjo Jawa Timur.[1] Prasasti ini memiliki ukuran panjang 115 cm, dengan ketebalan 28 cm dan ukuran tinggi 215 cm. Prasasti ini terbuat dari batu kali atau batu andesit. Prasasti ini di tulis dengan huruf dan bahasa Jawa Kuno, isi dari prasasti ini adalah menyebutkan di bangunnya sebuah bandungam (dam) di Wringin Sapto oleh Taja Airlangga yaitu raja dari Kediri bersama rakyat.[2] Pada prasati ini juga memuat puji – pujian terhadap raja sebagai ratu cakrawati / penguasa dunia yang menyirami dunia ini dengan air amerta yang penuh kasih sayang. Prasati Kamalagyan diketahui dikeluarkan hanya seminggu tambah sehari setelah...
Lokasi: Dukuh Dinginan, Desa Kedung Panji, Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan Keadaan Umum: Prasasti Angka Tahun Kedung Panji terletak di halaman Kantor Desa Kedung Panji. Prasasti ini merupakan prasasti jawa kuno yang dipahat pada sebuah lingga semu. Pada lingga semu tersebut terdapat dua baris tulisan. Baris pertama menunjukkan angka tahun “1302 Saka” dan baris kedua memuat kata “pragola”. Lingga semu atau lingga patok tidak berfungsi sebagai sarana pemujaan, tetapi sebagai pembatas tanah simma atau sebagai pembantu diagram pengkotakan tanah tempat mendirikan bangunan suci. Selain prasati berwujud lingga semu, disekitar lokasi dijumpai pula lingga semu lainnya. Sejarah: 1302 Saka = 1380 Masehi Kurun waktu 1380 Masehi termasuk dalam masa pemerintahan Rajasanagara (Hayam Wuruk) dari Majapahit Kegiatan Terkait: – Corak Keagamaan: Hindu sumber :https://bentengmagetan.wordpress.com/2013/0...
Prasasti Hara-Hara - Berangka tahun 888 Saka atau 966 M, sayangnya prasasti ini tidak lengkap dan hanya ditemukan satu lempeng saja. - Dikeluarkan oleh Pu Mano - Tempat dikeluarkannya di daerah Hara-Hara - Isinya tentang keterangan pemberian tanah Sima oleh Pu Mano yang telah diwariskan kepada nenek moyangnya yang terletak di desa Hara-Hara di sebelah selatan perumahannya kepada Mpungku di Susuk Pager dan Mpungku di Nairanjana yang bernama Mpu Buddhiwala. Pemberian ini digunakan seabgai tempat mendirikan bangunan suci (kuti). Sebagai sumber pembiayaan pemeliharaan dan biaya upacara di dalam bangunan suci tersebut, ditebuslah sawah yang terletak di senelah selatannya seluas 3 tampah yang telah digadai oleh Mpungku Susuk Pager dan Mpungku di Nairanjana....
Kertas yang biasa dipakai sebagai sebuah bahan yang digunakan untuk tulis menulis. Sejarah umum mengatakan bahwa kertas yang banyak beredar saat ini ialah berasal dari Cina ataupun Eropa. Tapi ternyata Indonesia pun memroduksi kertas sendiri, yang biasa disebut kertas Daluang. Kertas Daluang adalah kertas yang berasal dari kulit pohon kayu Daluang atau Glugu. Kertas ini berguna untuk bahan tulis naskah-naskah kuno, pembuatan piagam perhargaan, dan juga sebagai alas untuk membuat kaligrafi di pesantren-pesantren. Sejarah Kertas Daluang Kertas Daluang atau yang biasa disebut juga kertas gedhog dimulai sejak Kyai Jaelani, tahun 1937 di Tegalsari Ponorogo, mencetuskan ide untuk membuat kertas daluang atau gedhog dengan bahan dasar kulit kayu pohon Glugu. Kertas gedhog dulunya digunakan untuk menulis teks-teks bersejarah di kalangan pesantren. Kertas ini juga digunakan untuk membuat piagam dan bahkan digunakan untuk membuat uang kertas. Pada tahun 1950-an pembuatan ke...
Kompleks Percandian Gunung Arjuna sejak jaman dahulu sudah dijadikan tempat pemujaan sejak jaman Kerajaan Singasari dan Majapahit. Sehingga percandian di Gunung Arjuna banyak menganut agama Budha. Kompleks Percandian Gunung Arjuna terletak di sebelah barat laut Kota Malang merupakan tempat yang cukup bersejarah di daerah Malang. Dilereng-lereng di gunung Arjuna yang berketinggian mencapai 3.339 mdpl tersebut banyak sekali terdapat sebuah arca maupun candi peninggalan dari kerajaan Majapahit. Situs-situs yang kuno dan bersejarah ini banyak sekali berserakan mulai dari kaki gunung sampai dengan puncak gunung arjuna. Hal ini dibuktikan dengan ditemukan sebuah candi seperti Candi Bhatara Guru, Candi Kembang, Candi Lepek, Candi Madrin, Candi Wesi, Candi Hyang Semar, Candi Makutarama, Candi Patung Lesung, Candi Rancang Kencana, Candi Rhatawu, Candi Sepilo, Candi Watu Ireng, Candi Laras, Gua Gambir, Indrikilo, dan Satria Manggung.
Candi di Malang selanjutnya adalah candi Jawar Ombo. Candi Jawar Ombo berlokasi di Desa Mulyoasri, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Candi Jawar Ombo mempunyai sebuah keunikan yaitu terdapat sebuah empat umpak batu yang masing-masing memiliki lubang di bagian tengahnya pada lantai candi ini. Bentuk kaki dari candi ini yaitu berupa sebuah pelipit setengah lingkaran dan bentuk segi empat, keempat sisi dari batutersebut dihiasi dengan relief-relief yang menggambarkan sebuah teratai dan tapak dara. Pintu masuk dari candi terdapat sebuah arca batu yang sedang memegang gada, yang diperkirakan oleh para arkeolog sebagai Dwarapala. Mengingat, bahwa sebuah gada merupakan ciri khas dari arca Dwarapala. Arca Dwarapala merupakan sebuah arca yang umumnya terdapat di setiap candi yang menganut Hindu-Budha.
Dihimpun dari berbagai sumber sejarah, banyak yang meyakini bahwa Sentono Genthong adalah bekas petilasan. Disebut Sentono Genthong, dikarenakan kawasan ini berisi tulang dan diberi tungku kecil tanpa tiang. Sedangkan penamaan Genthong, merupakan tungku yang terbuat dari tanah liat. Versi lain, menurut cerita sejarah, pada zaman penjajahan Belanda, sekitar tahun 1871, tulang yang berada di kawasan Sentono Genthong hilang, dan genthong di kawasan tersebut bocor, yang disebutkan hilangnya tulang tersebut diambil oleh salah satu juru tulis di Pacitan bernama Lamrez. Banyak cerita yang bisa mengungkapkan sejarah kawasan Sentono Genthong, salah satunya adalah cerita yang menyebut Senthono Gentong adalah tumbalnya Pulau Jawa, sebagaimana diceritakan kembali oleh budayawan Pacitan Nur Ichwan. Belum diketahui secara pasti cerita beberapa versi tentang Sentono Genthong tersebut, namun yang jelas kawasan ini adalah bekas tempat tinggalnya nenek moyang di Pacitan. Budayawan la...
Candi Simbata adalah sebuah candi yang terdapat arca Dewi Sri di dalamnya dan terletak di desa Simbatan, sekitar 17 Km ke arah timur dari kota Magetan. Arca Dewi Sri ini merupakan arca yang 'dihormati', dimana setiap hari Jumat Pahing, dalam penanggalan Jawa, di bulan Muharram selalu diikutsertakan dalam ritual bersih desa. Dan kegiatan itu sudah berlangsung sejak tahun 1813. Ada sesuatu yang menarik tentang arca Dewi Sri ini, dimana sejak tahun 1933 sampai tahun 1942 pada dada arca tersebut keluar sumber air yang bersih. Dan sejak saat itu, sumber air tersebut dimanfaatkan oleh banyak orang untuk diambil sebagai pengobatan segala macam penyakit. (Sumber: http://www.eastjava.com/tourism/magetan/ina/simbatan.html)