Raja Biak-biak, dengan nama raja Gumelenggeleng. Seorang yang cacat yang tidak punya tangan, kaki sehingga dia tidak bisa duduk. Dia berkecil hati di dalam hatinya karena adik-adiknya tidak cacat. Kabarnya: Pertama kali datang MULAJADI NABOLON, naik ke Sianjur Mulamula terus ke Guru Tateabulan mengetuk hati dan memina anaknya Sariburaja oli di potong." Terserah Ompung! " jawab Guru Tateabulan. Mendengar itu, Raja Biak-biak berkata kepada ibunya : " O, ibu! Kudengar bapak mengijinkan di bunuh Ompunta MULAJADI NABOLON si Sariburaja, dalam hatiku, akulah yang mau di bunuh, apalah aku di bandingkan Sariburaja yang tidak cacat itu?, kalau boleh permintaanku suruhlah bapak menyembunyikan aku, biarpun kelahiranku begini akulah anak yang paling besar. Mendengar perkataan Raja Biak-biak ibunya menyuruh Guru Tateabulan menyembunyikan Raja Biak-biak ke Bukit Pusukbuhit. Setelah MULAJADI NABOLON naik ke atas, diminta Sariburaja di bunuhnya. Lalu di berikan ibunya. Kata MULAJADI NABO...
Alkisah, pada zaman dahulu kala di daerah Padang Bolak, hiduplah di sebuah gubuk reot seorang janda tua dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Sampuraga. Meskipun hidup miskin, mereka tetap saling menyayangi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka setiap hari bekerja sebagai tenaga upahan di ladang milik orang lain. Keduanya sangat rajin bekerja dan jujur, sehingga banyak orang kaya yang suka kepada mereka. Pada suatu siang, Sampuraga bersama majikannya beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang setelah bekerja sejak pagi. Sambil menikmati makan siang, mereka berbincang-bincang dalam suasana akrab. Seakan tidak ada jarak antara majikan dan buruh. "Wahai, Sampuraga! Usiamu masih sangat muda. Kalau boleh saya menyarankan, sebaiknya kamu pergi ke sebuah negeri yang sangat subur dan peduduknya hidup makmur," kata sang Majikan. "Negeri manakah yang Tuan maksud?" tanya Sampuraga penasaran. "Negeri Mandailing namanya. Di sana, rata-rata penduduknya...
SADA TIKKI, di parnangkok ni mataniari, laho do manussi pahean huhut naeng maridi Boru Saroding tu tao Toba. Huta ni natorasna di holang-holang ni Palipi-Mogang do, marbariba ma tu Rassang Bosi dht Dolok Martahan. Nauli do rupani boru Saroding on. Imana ma inna na umbagak sian boru Pandiangan uju i. Tung mansai bahat do ro baoa manopot ibana, sian huta na dao dht bariba ni tao pe ro do naeng patuduhon holong tu ibana. Alai dang adong manang sada naboi mambuat rohana; namora manang najogi, mulak balging do sude. Alai dang adong namarhansit roha dibahen ibana, tungpe dang dioloi ibana hata ni akka panopot i. Natorasna, Guru Solandason, tung mansai longang do mamereng boruna nasasada on. Parsip do boru saroding on, malo martonun, ringgas mangula ulaon, ba sandok tahe tung mansai las do rohani natorasna mangida pangalahona. Naburju do ibana marnatoras, songonni nang mardongan, jala somba marhula-hula. Ba tung si pilliton ma nian ibana gabe parsonduk bolon nang gabe parumaen. Tikk...
Alkisah, pada zaman dahulu di daerah Silahan, Tapanuli Utara, hiduplah sepasang suami-istri yang memiliki dua orang anak laki-laki. Yang sulung bernama Datu Dalu, sedangkan yang bungsu bernama Sangmaima. Ayah mereka adalah seorang ahli pengobatan dan jago silat. Sang Ayah ingin kedua anaknya itu mewarisi keahlian yang dimilikinya. Oleh karena itu, ia sangat tekun mengajari mereka cara meramu obat dan bermain silat sejak masih kecil, hingga akhirnya mereka tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan pandai mengobati berbagai macam penyakit. Pada suatu hari, ayah dan ibu mereka pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan obat-obatan. Akan tetapi saat hari sudah menjelang sore, sepasang suami-istri itu belum juga kembali. Akhirnya, Datu Dalu dan adiknya memutuskan untuk mencari kedua orang tua mereka. Sesampainya di hutan, mereka menemukan kedua orang tua mereka telah tewas diterkam harimau. Dengan sekuat tenaga, kedua abang-adik itu membopong orang tua mereka pulang ke rumah. Usai acara pe...
Dahulu kala ada sebuah cerita yang berasal dari Pulau Samosir di desa si dugur-dugur tinggallah seorang laki-laki bernama guru Hatimbulan. Beliau adalah seorang si Baso atau pendeta namanya datu Arak ni pane. Istrinya bernama Nansindak panaluan. Mereka sudah lama menikah tetapi belum juga di karuniai seorang anak. Sesudah perempuan itu hamil maka luar biasa lamanya barulah anak itu lahir, semua penduduk kampung itu menganggap keadaan itu hal yang gaib, saat itu juga terjadi kelaparan juga teriknya tak tertahankan, kerah tanah menutupi hubangan-hubangan dan rawa-rawa. Karena kepala persatuan pemujaan roh-roh menjadi risau ia pergi menjumpai guru Hatimbulan dan mengatakan kepadanya : mengapa keadaan yang seperti ini tidak berubah-ubah karena kejadia belum pernah terjadi mereka pergi untuk mencari sebabnya dan mengajak kepada Debata atau dewa yang adil sehingga guru Hatimbulan menjawab :" semua bisa terjadi" lalu raja Bius mengatakan :" semua orang heran mengapa istrimu begitu...
Berbagai kisah dan cerita tentang legenda anak durhaka. Di antaranya, Malin Kundang di Sumatera Barat yang disumpah menjadi batu, Sampuraga di Mandailing Natal Sumatera Utara yang konon katanya, berubah menjadi sebuah sumur berisi air panas. Di Kota Tanjungbalai, akibat durhaka terhadap ibunya, seorang pemuda dikutuk menjadi sebuah daratan yang dikelilingi perairan, yakni Pulau Simardan. Berbagai cerita masyarakat Kota Tanjungbalai, Simardan adalah anak wanita miskin dan yatim. Pada suatu hari, dia pergi merantau ke negeri seberang, guna mencari peruntungan. Setelah beberapa tahun merantau dan tidak diketahui kabarnya, suatu hari ibunya yang tua renta, mendengar kabar dari masyarakat tentang berlabuhnya sebuah kapal layar dari Malaysia. Menurut keterangan masyarakat kepadanya, pemilik kapal itu bernama Simardan yang tidak lain adalah anaknya yang bertahun-tahun tidak bertemu. Bahagia anaknya telah kembali, ibu Simardan lalu pergi ke pelabuhan. Di pelabuhan, wanita tua itu menemuka...
Dahulu kala hiduplah seorang raja di daerah Rura Silindung yang bernama Punsahang Mataniari-Punsahang Mata ni Bulan, Raja yang sangat makmur dan kaya raya. Raja ini mempunyai seorang saudara putri yang bernama siboru Sandebona yang kemudian kawin dengan raja Panuasa dari kampung Uluan.Suatu saat Siboru sandebona mengandung seorang anak laki-laki, akan tetapi setelah genap waktunya bayi ini tidak kunjung lahir, kemudian Siboru Sandebona kebingungan, lalu menemui seorang dukun sakti untuk menanyakan apa yang bakal terjadi dengan anak yang ada di dalam kandungannya. Dusun sakti kemudian memberikan jawaban bahwa bayi ini akan menjadi seorang laki-laki yang memiliki kharisma dan kelebihan tersendiri. Begitulah setelah lahir, bayi ini diberi nama Sipiso Somalim. Setelah dewasa Sipiso Somalim sudah menunjukkan kelebihan tersendiri dalam kehidupan sehari-harinya. Pada suatu saat dia disuruh orangtuanya untuk membajak sawah dengan menggunakan tenaga kerbau, dia hanya duduk tenang, namun ke...
Tongkat Tunggal Panaluan oleh semua sub suku Batak diyakini memiliki kekuatan gaib untuk : meminta hujan, menahan hujan (manarang udan), menolak bala, Wabah, mengobati penyakit, mencari dan menangkap pencuri, membantu dalam peperangan dll. Ada beberapa versi mengenai kisah terjadinya tongkat Tongkat Tunggal Panaluan yang memiliki persamaan dan perbedaan, sehingga motif yang terdapat pada tongkat Tongkat Tunggal Panaluan juga bervariasi. Salah satu kisahnya sebagai berikut : sepasang suami istri yaitu Datu Baragas Tunggal Pambarbar Na Sumurung (ahli ukir) dan istrinya Nan Sindak Panaluan, sudah lama menikah tapi belum dikaruniai anak. Mereka menanyakan hal tersebut kepada ahli ramal, ahli ramal menganjurkan agar mengganti patung-patung yang ada di rumahnya dengan yang lebih cantik. Maka pergilah Datu Baragas kehutan untuk mencari kayu yang cocok dijadikan patung, tetapi berhari-hari lamanya tidak ditemukan. Suatu saat ia (Baragas Tunggal) melihat di udara pohon melayang-layang tanpa c...
Di daerah Urung Galuh Simale ada sepasang suami istri, yaitu Ginting Mergana dan Beru Sembiring. Mereka hidup bertani dan dalam kesusahan. Anak mereka hanya seorang, anak wanita, yang bernama Beru Ginting Sope Mbelin. Untuk memperbaiki kehidupan keluarga maka Ginting Mergana mendirikan perjudian yaitu "judi rampah" dan dia mengutip cukai dari para penjudi untuk mendapatkan uang. Lama kelamaan upayanya ini memang berhasil. Keberhasilan Ginting Mergana ini menimbulkan cemburu adik kandungnya sendiri. Adik kandungnya ini justru meracuni Ginting Mergana sehingga sakit keras. Akhirnya meninggal dunia. Melaratlah hidup Beru Ginting Sope Mbelin bersama Beru Sembiring. Empat hari setelah kematian Ginting Mergana, menyusul pula beru Sembiring meninggal. Maka jadilah Beru Ginting sope Mbelin benar-benar anak yatim piatu, tiada berayah tiada beribu. Beru Ginting Sope Mbelin pun tinggal dan hidup bersama pakcik dan makciknya. Anak ini diperlakukan dengan sangat kejam, selalu di...