×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Sumatera Utara

Asal Mula Danau Si Losung dan Si Pinggan

Tanggal 20 Aug 2009 oleh Budaya Indonesia. Revisi 2 oleh Rismayanti pada 20 Aug 2009.

Alkisah, pada zaman dahulu di daerah Silahan, Tapanuli Utara, hiduplah sepasang suami-istri yang memiliki dua orang anak laki-laki. Yang sulung bernama Datu Dalu, sedangkan yang bungsu bernama Sangmaima. Ayah mereka adalah seorang ahli pengobatan dan jago silat. Sang Ayah ingin kedua anaknya itu mewarisi keahlian yang dimilikinya. Oleh karena itu, ia sangat tekun mengajari mereka cara meramu obat dan bermain silat sejak masih kecil, hingga akhirnya mereka tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan pandai mengobati berbagai macam penyakit.

Pada suatu hari, ayah dan ibu mereka pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan obat-obatan. Akan tetapi saat hari sudah menjelang sore, sepasang suami-istri itu belum juga kembali. Akhirnya, Datu Dalu dan adiknya memutuskan untuk mencari kedua orang tua mereka. Sesampainya di hutan, mereka menemukan kedua orang tua mereka telah tewas diterkam harimau.

Dengan sekuat tenaga, kedua abang-adik itu membopong orang tua mereka pulang ke rumah. Usai acara penguburan, ketika hendak membagi harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua mereka, keduanya baru menyadari bahwa orang tua mereka tidak memiliki harta benda, kecuali sebuah tombak pusaka. Menurut adat yang berlaku di daerah itu, apabila orang tua meninggal, maka tombak pusaka jatuh kepada anak sulung. Sesuai hukum adat tersebut, tombak pusaka itu diberikan kepada Datu Dalu, sebagai anak sulung.

Pada suatu hari, Sangmaima ingin meminjam tombak pusaka itu untuk berburu babi di hutan. Ia pun meminta ijin kepada abangnya.

"Bang, bolehkah aku pinjam tombak pusaka itu?"

"Untuk keperluan apa, Dik?"

"Aku ingin berburu babi hutan."

"Aku bersedia meminjamkan tombak itu, asalkan kamu sanggup menjaganya jangan sampai hilang."

"Baiklah, Bang! Aku akan merawat dan menjaganya dengan baik."

Setelah itu, berangkatlah Sangmaima ke hutan. Sesampainya di hutan, ia pun melihat seekor babi hutan yang sedang berjalan melintas di depannya. Tanpa berpikir panjang, dilemparkannya tombak pusaka itu ke arah binatang itu. "Duggg…!!!" Tombak pusaka itu tepat mengenai lambungnya. Sangmaima pun sangat senang, karena dikiranya babi hutan itu sudah roboh. Namun, apa yang terjadi? Ternyata babi hutan itu melarikan diri masuk ke dalam semak-semak.

"Wah, celaka! Tombak itu terbawa lari, aku harus mengambilnya kembali," gumam Sangmaima dengan perasaan cemas.

Ia pun segera mengejar babi hutan itu, namun pengejarannya sia-sia. Ia hanya menemukan gagang tombaknya di semak-semak. Sementara mata tombaknya masih melekat pada lambung babi hutan yang melarikan diri itu. Sangmaima mulai panik.

"Waduh, gawat! Abangku pasti akan marah kepadaku jika mengetahui hal ini," gumam Sangmaima.

Namun, babi hutan itu sudah melarikan diri masuk ke dalam hutan. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk kembali ke rumah dan memberitahukan hal itu kepada Abangnya.

"Maaf, Bang! Aku tidak berhasil menjaga tombak pusaka milik Abang. Tombak itu terbawa lari oleh babi hutan," lapor Sangmaima.

"Aku tidak mau tahu itu! Yang jelas kamu harus mengembalikan tombok itu, apa pun caranya," kata Datu Dalu kepada adiknya dengan nada kesal."

Baiklah, Bang! Hari ini juga aku akan mencarinya," jawab Sangmaima.

"Sudah, jangan banyak bicara! Cepat berangkat!" perintah Datu Dalu.

Saat itu pula Sangmaima kembali ke hutan untuk mencari babi hutan itu. Pencariannya kali ini ia lakukan dengan sangat hati-hati. Ia menelesuri jejak kaki babi hutan itu hingga ke tengah hutan. Sesampainya di tengah hutan, ia menemukan sebuah lubang besar yang mirip seperti gua. Dengan hati-hati, ia menyurusi lubang itu sampai ke dalam. Alangkah terkejutnya Sangmaima, ternyata di dalam lubang itu ia menemukan sebuah istana yang sangat megah.

"Aduhai, indah sekali tempat ini," ucap Sangmaima dengan takjub.

"Tapi, siapa pula pemilik istana ini?" tanyanya dalam hati.

Oleh karena penasaran, ia pun memberanikan diri masuk lebih dalam lagi. Tak jauh di depannya, terlihat seorang wanita cantik sedang tergeletak merintih kesakitan di atas pembaringannya. Ia kemudian menghampirinya, dan tampaklah sebuah mata tombak menempel di perut wanita cantik itu. "Sepertinya mata tombak itu milik Abangku," kata Sangmaima dalam hati. Setelah itu, ia pun menyapa wanita cantik itu.

"Hai, gadis cantik! Siapa kamu?" tanya Sangmaima.

"Aku seorang putri raja yang berkuasa di istana ini."

"Kenapa mata tombak itu berada di perutmu?"

"Sebenarnya babi hutan yang kamu tombak itu adalah penjelmaanku."

"Maafkan aku, Putri! Sungguh aku tidak tahu hal itu."

"Tidak apalah, Tuan! Semuanya sudah terlanjur. Kini aku hanya berharap Tuan bisa menyembuhkan lukaku."

Berbekal ilmu pengobatan yang diperoleh dari ayahnya ketika masih hidup, Sangmaima mampu mengobati luka wanita itu dengan mudahnya. Setelah wanita itu sembuh dari sakitnya, ia pun berpamitan untuk mengembalikan mata tombak itu kepada abangnya.

Abangnya sangat gembira, karena tombak pusaka kesayangannya telah kembali ke tangannya. Untuk mewujudkan kegembiraan itu, ia pun mengadakan selamatan, yaitu pesta adat secara besar-besaran. Namun sayangnya, ia tidak mengundang adiknya, Sangmaima, dalam pesta tersebut. Hal itu membuat adiknya merasa tersinggung, sehingga adiknya memutuskan untuk mengadakan pesta sendiri di rumahnya dalam waktu yang bersamaan. Untuk memeriahkan pestanya, ia mengadakan pertunjukan dengan mendatangkan seorang wanita yang dihiasi dengan berbagai bulu burung, sehingga menyerupai seekor burung Ernga. Pada saat pesta dilangsungkan, banyak orang yang datang untuk melihat pertunjukkan itu.

Sementara itu, pesta yang dilangsungkan di rumah Datu Dalu sangat sepi oleh pengunjung. Setelah mengetahui adiknya juga melaksanakan pesta dan sangat ramai pengunjungnya, ia pun bermaksud meminjam pertunjukan itu untuk memikat para tamu agar mau datang ke pestanya.

"Adikku! Bolehkah aku pinjam pertunjukanmu itu?"

"Aku tidak keberatan meminjamkan pertunjukan ini, asalkan Abang bisa menjaga wanita burung Ernga ini jangan sampai hilang."

"Baiklah, Adikku! Aku akan menjaganya dengan baik."

Setelah pestanya selesai, Sangmaima segera mengantar wanita burung Ernga itu ke rumah abangnya, lalu berpamitan pulang. Namun, ia tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan menyelinap dan bersembunyi di langit-langit rumah abangnya. Ia bermaksud menemui wanita burung Ernga itu secara sembunyi-sembunyi pada saat pesta abangnya selesai.

Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pada malam harinya, Sangmaima berhasil menemui wanita itu dan berkata:

"Hai, Wanita burung Ernga! Besok pagi-pagi sekali kau harus pergi dari sini tanpa sepengetahuan abangku, sehingga ia mengira kamu hilang."

"Baiklah, Tuan!" jawab wanita itu.

Keesokan harinya, Datu Dalu sangat terkejut.

Wanita burung Ernga sudah tidak di kamarnya. Ia pun mulai cemas, karena tidak berhasil menjaga wanita burung Ernga itu. "Aduh, Gawat! Adikku pasti akan marah jika mengetahui hal ini," gumam Datu Dalu. Namun, belum ia mencarinya, tiba-tiba adiknya sudah berada di depan rumahnya.

"Bang! Aku datang ingin membawa pulang wanita burung Ernga itu.

Di mana dia?" tanya Sangmaima pura-pura tidak tahu.

"Maaf Adikku! Aku telah lalai, tidak bisa menjaganya. Tiba-tiba saja dia menghilang dari kamarnya," jawab Datu Dalu gugup.

"Abang harus menemukan burung itu," seru Sangmaima.

"Dik! Bagaimana jika aku ganti dengan uang?" Datu Dalu menawarkan.

Sangmaima tidak bersedia menerima ganti rugi dengan bentuk apapun. Akhirnya pertengkaran pun terjadi, dan perkelahian antara adik dan abang itu tidak terelakkan lagi. Keduanya pun saling menyerang satu sama lain dengan jurus yang sama, sehingga perkelahian itu tampak seimbang, tidak ada yang kalah dan menang.

Datu Dalu kemudian mengambil lesung lalu dilemparkan ke arah adiknya. Namun sang Adik berhasil menghindar, sehingga lesung itu melayang tinggi dan jatuh di kampung Sangmaima. Tanpa diduga, tempat jatuhnya lesung itu tiba-tiba berubah menjadi sebuah danau. Oleh masyarakat setempat, danau tersebut diberi nama Danau Si Losung.

Sementara itu, Sangmaima ingin membalas serangan abangnya. Ia pun mengambil piring lalu dilemparkan ke arah abangnya. Datu Dalu pun berhasil menghindar dari lemparan adiknya, sehingga piring itu jatuh di kampung Datu Dalu yang pada akhirnya juga menjadi sebuah danau yang disebut dengan Danau Si Pinggan.

Demikianlah cerita tentang asal-mula terjadinya Danau Si Losung dan Danau Si Pinggan di daerah Silahan, Kecamatan Lintong Ni Huta, Kabupaten Tapanuli Utara.

Cerita di atas termasuk ke dalam cerita rakyat teladan yang mengandung pesan-pesan moral. Ada dua pesan moral yang dapat diambil sebagai pelajaran, yaitu agar tidak bersifat curang dan egois.

Sumber : http://rapolo.wordpress.com

DISKUSI


TERBARU


Ketipung ngroto

Oleh Levyy_pembanteng | 19 Apr 2024.
Alat musik/panjak bantengan

Ketipung Ngroto*** Adalah alat musik seperti kendang namun dimainkan oleh dua orang.Dalam satu set ketipung ngroto terdapat 2 ketipung lanang dan we...

Rek Ayo Rek

Oleh Annisatyas | 19 Apr 2024.
Seni

Lagu Rek Ayo Rek adalah salah satu lagu asli Surabaya. Lagu ini diciptakan dengan bahasa khas "Suroboyo-an" oleh Is Haryanto. Rek Ayo Rek j...

Simpa Odja

Oleh Andi Redo | 05 Apr 2024.
Ornamen

Simpa Odja adalah ornamen wajib dalam setiap upacara di Kerajaan Gowa Tallo. Ornamen ini terdiri dari dua perangkat yang disatukan yaitu "Simpa&...

Ogoh-Ogoh, Dari...

Oleh Dodik0707 | 28 Feb 2024.
tradisi

Ogoh-Ogoh, Dari Filosofi Hingga Eksistensinya Malang - Jelang Hari Raya Nyepi, warga Dusun Jengglong, Desa Sukodadi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Mal...

Na Nialhotan (D...

Oleh Batakologi | 06 Feb 2024.
Makanan

Dali Nihorbo atau di Pulau Samosir disebut dengan Na Nialhotan. Dibuat dari susu kerbau yang dimasak dengan garam dan bahan pengental. Ada 3 pilihan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...