Hiduplah seorang anak raja pada zaman dahulu yang bernama Tan Kebal, sesuai dengan namanya ia seorang yang tahan dan kebal terhadap serangan maupun bencana apapun. Ia sangat disayangi orang tuanya dan sangat diharapkan dapat menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja. Hobinya adalah berburu binatang ke hutan. Pada saat usia Tan Kebal sudah menginjak dewasa maka sudah sepatutnya dikhitan, tetapi pada saat di khitan Tan Kebal dipotong atau dikhitan maka alat pengkhitan itu tidak mempan. Tidak ada satupun yang berhasil mengkhitannya. Waktu berjalan terus, tapi Tan Kebal belum dikhitan, seperti biasa Tan Kebal pergi berburu seorang diri dan dia mendengar suara kullup-kullup-kullup dan bagi Tan ini merupakan kata ejeken bagi yang belum di khitan. Dikejarlah burung sampai jauh ke tengah hutan di sutu bukit yang namanya Bukit Piantus. Konon katanya, Tan Kebal tidak kembali lagi ke istana, ia berbaur bersama masyarakat menghabiskan masa tuanya tanpa dikhitan dan tanpa mempunyai istri. Di Buk...
Cerita ini berawal ketika Sanghiang Nepa-Nepa ingin memasukkan Kabaena menjadi jajahan Wuna. Hasrat itu tidak disetujui saudaranya, bernama Sanghiang Poleang. Mereka akhirnya mengadu kekuatan melalui perang dengan menggunakan senjata. Kedua pihak masing-masing melontarkan meriamnya. Sanghiang Poleang menembakkan meriamnya lebih dahulu. Ia pun memberi peringatan kepada Sanghiang Sambopolulu (saudaranya) agar menundukkan kepalanya. Peringatan itu tidak diindahkannya karena dia mengira jika menuruti kehendaknya berarti penghinaan. Oleh karena itu, kepalanya terkena peluru meriam dari Sanghiang Poleang. Konon itulah sebabnya gunung Sambapolulu puncaknya menjadi terbelah hingga sekarang Selanjutnya, Sanghiang Nepa-Nepa membalas tembakan Sanghiang Poleang dengan meminta bantuan Sanghiang Siantapina. Sanghiang Siantapina meminta Sanghiang Nepa-Nepa menundukkan kepalanya. Pernyataan itu tidak diindahkan. Akhirnya, Sanghiang Nepa-Nepa dilanggar habis meriam Sanghiang Siantapina
Cerita ini dimulai ketika suami yang selalu memarahi istrinya. Setiap melampiaskan kemarahan kepada istrinya, sang istri itu selalu membanting-bantingkan dirinya ke tanah. Sang istri semakin dimarahi, semakin keras pula membantingkan pantat dan pinggulnya; akhirnya seluruh badannya bagaikan diisap ke dalam tanah. Pada tanah bekas kepalanya yang tertanam itu hiduplah tanaman yang menjalar. Tanaman itu disebut kareorea yang isinya berwarna merah.
Cerita Rakyat Tanunggal berasal dari Sambas. Diberi nama Tanunggal karena pada saat bayinya ditemukan sudah mempunyai sebuah gigi seperti gigi orang dewasa dan Raja Tanunggal lahir tidak mempunyai ayah dan ibu karena bayinya ditemukan dalam seruas bambu. Raja Tanunggal memerintah dengan tangan besi sehingga rakyatnya sengsara dan hidup dalam ketakutan. Raja Tanunggal mempunyai 2 orang anak yang bernama Bujang Nadi dan Dare Nandung tapi mereka tidak pernah saling bertemu namun entah dari mana sumbernya mengatakan Bujang Nadi dan Dare Nadung bercinta-cinta dan berjanji sehidup semati, mendengar hal tersebut Raja Tanunggal sangat marah dan menghukum anaknya dengan cara di tanam hidup-hidup dalam satu peti mati yang dilengkapi dengan ayam jago dan alat tenun. Akhir dari kisah Tanunggal konon dikatakan bahwa ia dimasukkan dalam sebuah sangkar besi lalu ditenggelamkan di Sungai Sambas Kecil.
Cerita Rakyat Tanunggal berasal dari Sambas. Diberi nama Tanunggal karena pada saat bayinya ditemukan sudah mempunyai sebuah gigi seperti gigi orang dewasa dan Raja Tanunggal lahir tidak mempunyai ayah dan ibu karena bayinya ditemukan dalam seruas bambu. Raja Tanunggal memerintah dengan tangan besi sehingga rakyatnya sengsara dan hidup dalam ketakutan. Raja Tanunggal mempunyai 2 orang anak yang bernama Bujang Nadi dan Dare Nandung tapi mereka tidak pernah saling bertemu namun entah dari mana sumbernya mengatakan Bujang Nadi dan Dare Nadung bercinta-cinta dan berjanji sehidup semati, mendengar hal tersebut Raja Tanunggal sangat marah dan menghukum anaknya dengan cara di tanam hidup-hidup dalam satu peti mati yang dilengkapi dengan ayam jago dan alat tenun. Akhir dari kisah Tanunggal konon dikatakan bahwa ia dimasukkan dalam sebuah sangkar besi lalu ditenggelamkan di Sungai Sambas Kecil.
Cerita ini bermula ketika pasangan suami-istri yang kurang bahgia; sang istri cemburu dan sering marah terhadap suaminya karena ia sering terlambat pulang. Sang Istri tidak mau mengerti; ia hanya menurutkan nafsunya hingga meronta-ronta ke tanah sampai seluruh tubuhnya tertanam di tanah, karena tidak mau menerima alasan suaminya yang telah bersumpah-sumpah bahwa keterlambatannya pulang karena kesibukannya mencari nafkah. Beberapa berselang, di tempat tertelannya si Ibu tersebut itu tumbuh sebatang pohon kelapa. Inilah penyebabnya kelapa itu mempunyai mata dan hidung.
Awal mula Aqngaru sangat erat hubungannya dengan berdirinya Kerajaan Gowa, yang didirikan oleh Tumanurung, seorang wanita cantik jelmaan dari cahaya. Menurut mitologi, sebelum kedatangan Tumanurung di tempat yang kemudian menjadi wilayah Kerajaan Gowa sudah terbentuk sembilan pemerintahan otonom yang disebut Bate Selapang atau Kasuwiyang Salapang (gabungan/federasi). Sembilan pemerintahan otonom tersebut adalah Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agang Jekne, Bissei, Kalling dan Serro. Pada awalnya, kesembilan pemerintahan otonom ini hidup berdampingan dengan damai, namun, lama kelamaan, muncul perselisihan karena adanya kecenderungan untuk menunjukkan keperkasaan dan semangat ekspansi. Untuk mengatasi perselisihan ini, kesembilan pemerintahan otonom ini kemudian sepakat memilih seorang pemimpin di antara mereka yang diberi gelar Paccallaya . Ternyata rivalitas tidak berakhir dengan kesepakatan ini, karena masing-masing wilayah berambisi menjadi ketua Bate Selapang. Di samping...
Dahulu kala di Sulawesi Tenggara, hidup dua orang gadis bersahabat, kedua gadis tersebut masing-masing bernama Bangun Hijau dan Bangun Merah. Baik Bangun Hijau maupun Bangun Merah, keduannya tidak lengkap orang tuanya. Bangun Hijau tinggal bersama ayahnya; sedangkan bangun Merah tinggal bersama ibunya. Bangun Hijau amat prihatin kepada ayahnya. Oleh karena itu, ia bermaksud mencarikan pasangan istri baru untuk ayahnya. Ternyata yang dimaksud itu adalah ibu orang tua bangun merah. Bangun hijau dan bangun merah berunding sepakat untuk menjodohkan orang tua mereka. Kehidupan pun diawali. Akan tetapi, justru terjadi keganjilan dalam kehidupan mereka, diantaranya kurang kompak dalam mengurus rumah; Bangun Merah menjadi pemalas dan kuat makan; sedangkan Bangun Hijau mendapatkan pekerjaan yang banyak; ayah dan ibu tiri Bangun Hijau mengkhianati Bangun Hijau. Akibatnya adalah Bangun Hijau pergi dari rumah. akan tetapi ia hidup bahagia di istana ikan peliharaannya. Akhirnya, orang tua, ibu tir...
zaman dahulu di daerah Sambas seorang ibu dengan tiga anaknya. Hidupnya sangat miskin. Untuk menghidupi ketiga anaknya ibunya tak putus asa dalam bekerja keras. Pada suatu hari ibunya berpamitan akan mencari ikan biasanya banyak ikan tembakul yang sangat disukai anak-anaknya ternyata usaha yang susah poayah didapatlah ikan tembakul dan meminta anak yang sulung untuk memasak sementara ibunya pergi mandi ke sungai tetapi sebelum itu ibunya memesan bahwa telur ikan tembakul itu supaya disisakan untuk ibunya. Adiknya makan dengan lahap sehingga lupa untuk meninggalkan telur tembakul sehingga ibunya kesal dan amat kecewa lalu berlari pergi ke tepi sungai, disana lalu naik di atas batu besar yang menganga lebar sepoerti mulut tanpa disadari ia terjepit di batu tersebut. Menurut orang pandai bahwa ibunya telah ditelan batu besar yang angker di tepi sungai. Konon batu tersebut dinamakan Batu Ballah. referensi: https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=81