Sungai Asahan merupakan sungai terbesar di Provinsi Sumatera Utara. Hulu sungai Asahan berada di Danau Toba, mengalir melalui pintu Bendungan Sigura-gura dan berakhir hingga Teluk Nibung di selat Malaka. Panjang sungai Asahan adalah 147 km dengan 6 buah anak sungai utama. Kota-kota yang dilalui oleh sungai Asahan diantaranya Parapat, Porsea, Balige, Kisaran, dan Tanjung Balai. Sungai Asahan sangat terkenal dengan arusnya yang deras berbatu ditambah keasrian hutan di sepanjang sungai sehingga di bidang pariwisata, sungai Asahan digunakan sebagai kegiatan arung jeram. Terdapat sebuah cerita rakyat terkait sungai Asahan yaitu Lubuk Emas. Legenda ini menceritakan kisah cinta Sri Pandan putri kerajaan Teluk Dalam dengan pembantu setia kerajaan yang bernama Hobatan. Sri Pandan akhirnya memilih terjun ke sebuah lubuk sungai Asahan demi mempertahankan cinta pada kekasihnya. Berikut ini kisahnya. Kerajaan Teluk Dalam Alkisah Raja Simangolon...
Bukit Katarina adalah nama sebuah bukit kecil di kawasan Kelurahan Sei Renggas, Kec. Kisaran Barat, Kab. Asahan, Sumatera Utara. Lokasi ini tidak jauh dari RS. Ibu Kartini, dan berada di dalam areal HGU PT. Bakrie Sumatera Plantations (BPS) di tepi Sungai Silau. Oleh sebab itu, dibukit ini terdadapat tanaman pohon karet perkebunan milik PT. BPS. Nama bukit Katarina itu sendiri menurut cerita dari mulut kemulut diambil dari nama RS. Ibu Kartini yang dulunya sering disebut dengan nama RS. Katarina. Konon, untuk pertama kalinya dokter di RS itu bernama Dokter Chatherine yang ditugaskan dari negeri Belanda. Jika dilihat sepintas, bukit Katerina merupakan gundukan tanah biasa yang tingginya mencapai kurang lebih 50 meter. Tempat ini sepertinya tidak terdapat hal-hal yang aneh atau luar biasa. Bahkan, ketika terjadi gempa Nias, Sumatera Utara pada malam hari, sekitar pukul 23.00 wib, beberapa tahun yang lalu, terdengar pula isu tsunami di wilayah Asahan. Tak ayal, bukit...
Alkisah, pada zaman dahulu kala di daerah Padang Bolak, hiduplah di sebuah gubuk reot seorang janda tua dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Sampuraga. Meskipun hidup miskin, mereka tetap saling menyayangi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka setiap hari bekerja sebagai tenaga upahan di ladang milik orang lain. Keduanya sangat rajin bekerja dan jujur, sehingga banyak orang kaya yang suka kepada mereka. Pada suatu siang, Sampuraga bersama majikannya beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang setelah bekerja sejak pagi. Sambil menikmati makan siang, mereka berbincang-bincang dalam suasana akrab. Seakan tidak ada jarak antara majikan dan buruh. “Wahai, Sampuraga! Usiamu masih sangat muda. Kalau boleh saya menyarankan, sebaiknya kamu pergi ke sebuah negeri yang sangat subur dan peduduknya hidup makmur,” kata sang Majikan. “Negeri manakah yang Tuan maksud?” tanya Sampuraga penasaran, “Negeri Mandailing na...
Menurut legendanya, Namora Pande Bosi berasal dari Bugis di Sulawesi Selatan. Dalam pengembaraannya dia sampai ke satu tempat yang bernama Sigalangan di Tapanuli Selatan. Kemudian dia berkahwin dengan puteri raja di tempat tersebut dan terkenal sebagai pandai besi yang mulia. Namora Pande Bosi dan isterinya yang bergelar Nan Tuan Layan Bolan mendapat dua orang anak lelaki yang diberi nama Sutan Borayun dan Sutan Bugis. Pada suatu ketika Namora Pande Bosi pergi meyumpit burung ke tengah hutan dan di sana dia bertemu dengan seorang puteri orang bunian dan mengahwininya. Menurut satu cerita, wanita itu adalah orang Lubu (orang asli). Dari perkahwinannya itu, Namora Pande Bosi mendapat dua orang anak lelaki kembar yang masing-masing diberi nama Si Langkitang dan Si Baitang. Ketika kedua anak tersebut masih dalam kandungan, Namora Pande Bosi meninggalkan isterinya dan kembali ke Hatongga. Menjelang dewasa Si Langkitang dan Si Baitang pergi mencari bapa mereka dan menemukannya di Hatongga...
Alkisah, pada zaman dahulu di daerah Silahan, Tapanuli Utara, hiduplah sepasang suami-istri yang memiliki dua orang anak laki-laki. Yang sulung bernama Datu Dalu, sedangkan yang bungsu bernama Sangmaima. Ayah mereka adalah seorang ahli pengobatan dan jago silat. Sang Ayah ingin kedua anaknya itu mewarisi keahlian yang dimilikinya. Oleh karena itu, ia sangat tekun mengajari mereka cara meramu obat dan bermain silat sejak masih kecil, hingga akhirnya mereka tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan pandai mengobati berbagai macam penyakit. Pada suatu hari, ayah dan ibu mereka pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan obat-obatan. Akan tetapi saat hari sudah menjelang sore, sepasang suami-istri itu belum juga kembali. Akhirnya, Datu Dalu dan adiknya memutuskan untuk mencari kedua orang tua mereka. Sesampainya di hutan, mereka menemukan kedua orang tua mereka telah tewas diterkam harimau. Dengan sekuat tenaga, kedua abang-adik itu membopong orang tua mereka pulang ke rumah. Usai acara pe...
Alkisah, pada zaman dahulu kala di daerah Padang Bolak, hiduplah di sebuah gubuk reot seorang janda tua dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Sampuraga. Meskipun hidup miskin, mereka tetap saling menyayangi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, mereka setiap hari bekerja sebagai tenaga upahan di ladang milik orang lain. Keduanya sangat rajin bekerja dan jujur, sehingga banyak orang kaya yang suka kepada mereka. Pada suatu siang, Sampuraga bersama majikannya beristirahat di bawah sebuah pohon yang rindang setelah bekerja sejak pagi. Sambil menikmati makan siang, mereka berbincang-bincang dalam suasana akrab. Seakan tidak ada jarak antara majikan dan buruh. “Wahai, Sampuraga! Usiamu masih sangat muda. Kalau boleh saya menyarankan, sebaiknya kamu pergi ke sebuah negeri yang sangat subur dan peduduknya hidup makmur,” kata sang Majikan. Sumber : https://histori.id/legenda-asal-mula-kolam-sampuraga/
SUDAH lama raja di Hutabargot bergelar Sutan Pulungan tidak pergi berburu. Apa boleh buat, istrinya sedang hamil tua. Di kalangan masyarakat Mandailing sejak dahulukala telah berlaku kepercayaan bahwa tidaklah dibenarkan seorang suami untuk membunuh binatang atau berburu ketika istrinya sedang mengandung, kalau tidak dikuatirkan akan berdampak buruk kepada anak yang dikandung istrinya. Namun, kuatnya keinginan sang raja untuk menjalani kegemarannya itu akhirnya tidak dapat dihalangi lagi. Maka pada suatu hari pergilah beliau berburu dengan ditemani pasukan pengawal beberapa orang saja dan sampailah ia di dekat Pohon Beringin yang terletak di Muara Batang Angkola. Belum sampai ia turun dari kudanya, tiba-tiba anjing milik sang raja menggonggong dengan keras. Mendengar itu Sutan Pulungan menyangka kalau anjing itu sudah melihat rusa sehingga ia menggonggong demikian. Anjing itu terus menyalak sambil berlari mendekati sebuah batu besar di bawah pohon Beringin. Dan terkejutlah me...
Pada zaman dahulu, di sebuah desa di wilayah Sumatera, hiduplah seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai dan akhirnya bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar. Ternyata ikan tersebut dapat berbicara yang berkata terimakasih telah ditemukan oleh sang petani dan meminta sang petani membawanya agar ia dapat menemani petani tersebut sebagai balas budi karena petani telah menyelamatkannya dari kutukan dewa. Petani itu pun setuju maka jadilah mereka sebagai suami-istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul putri tersebut dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat. Singkat cerita, mereka hidup bahagia dan memiliki seorang anak yang tumbuh sehat dan kuat namun agak sedikit nakal, diberi nama Putera. Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya hingga suatu hari ketika...
Pada zaman dulu, ada seorang raja yang sangat bijaksana yang tinggal di wilayah Toba. Raja ini hanya memiliki seorang anak, namanya Manggale. Pada zaman tersebut masih sering terjadi peperangan antar satu kerajaan ke kerajaan lain. Hingga suatu hari sang raja menyuruh anaknya untuk ikut dalam medan perang yang ahirnya menewaskan sang anak. Sang Raja sangat terpukul hatinya mengingat anak satu-satunya sudah tiada, lalu raja jatuh sakit. Melihat situasi sang raja yang semakin hari semakin kritis, penasehat kerajaan memanggil orang pintar untuk mengobati penyakit sang raja, dari beberapa orang pintar (tabib) yang dipanggil mengatakan bahwa sang raja sakit oleh karena kerinduannya kepada anaknya yang sudah meninggal. Sang tabib mengusulkan kepada penasehat kerajaan agar dipahat sebuah kayu menjadi sebuah patung yang menyerupai wajah Manggale, dan saran dari tabib ini pun dilaksanakan di sebuah hutan. Ketika patung ini telah selesai, penasehat kerajaan mengadakan satu upacara unt...