Alkisah tersebutlah sebuah cerita, di daerah Kampar pada zaman dahulu hiduplah si Lancang dengan ibunya. Mereka hidup dengan sangat miskin. Mereka berdua bekerja sebagai buruh tani. Untuk memperbaiki hidupnya, maka Si Lancang berniat merantau. Pada suatu hari ia meminta ijin pada ibu dan guru ngajinya. Ibunya pun berpesan agar di rantau orang kelak Si Lancang selalu ingat pada ibu dan kampung halamannya. Ibunya berpesan agar Si Lancang jangan menjadi anak yang durhaka. Si Lancang pun berjanji pada ibunya tersebut. Ibunya menjadi terharu saat Si Lancang menyembah lututnya untuk minta berkah. Ibunya membekalinya sebungkus lumping dodak, kue kegemaran Si Lancang. Setelah bertahun-tahun merantau, ternyata Si Lancang sangat beruntung. Ia menjadi saudagar yang kaya raya. Ia memiliki berpuluh-puluh buah kapal dagang. Dikhabarkan ia pun mempunyai tujuh orang istri. Mereka semua berasal dari keluarga saudagar yang kaya. Sedangkan ibunya, masih tinggal di Kampar dalam keadaan yang...
Ini merupakan salah satu cerita melayu yang berkenaan dengan dunia hewan, selain juga cerita tentang manusia serta tumbuh-tumbuhan. Burung Tempua dan Burung Puyuh ditulis oleh Irwan Effendi yang diterbitkan oleh Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu bekerja sama dengan Adicita Karya Nusa cetakan pertama September 2006. Di dalam khasanah bahasa Indonesia, Burung Tempua disebut sebagai Burung Manyar. Berikut ringkasan ceritanya : Di tanah Melayu pada zaman dahulu kala hiduplah seekor burung Tempua dan seekor burung Puyuh. Keduanya bersahabat akrab, tolong menolong dan menyayangi sejak lama. Pada siang hari mereka sehilir semudik mencari makan bersama-sama. Suka dan duka selalu bersama. Kalau hujan sama berteduh, kalau panas sama bernaung. Mereka berpisah hanya jika pada malam hari. Dalam semua hal mereka sepakat, namun dalam hal bersarang mereka berbeda pendapat. Suatu hari mereka bercakap tentang sarang burung yang terbaik. Menurut Tempua, sarangnya nyaman dan aman, sementa...
Cerita rakyat melayu ini sejak aku kecil dah pernah kudengar. Dahulu setahuku judulnya "Batu Belah Batu Betangkup" yang berarti batu yang bisa terbuka dan tertutup (terbelah dan kemudian bersatu kembali) seperti kerang. Pada buku Cerita Rakyat Melayu keluaran Adicita diberi judul Batu Batangkup dengan pencerita Farouq Alwi serta disunting oleh Mahyudin Al Mudra dan Daryatun. Buku ini terbitan Oktober 2006 merupakan kerjasama antara Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu dengan Adicita Karya Nusa. Berikut saduran/gubahan dari buku tersebut : Zaman dahulu di dusun Indragiri Hilir, tinggal seorang janda bernama Mak Minah di gubuknya yang reyot bersama satu orang anak perempuannya bernama Diang dan dua orang anak laki-lakinya bernama Utuh dan Ucin. Mak Minah rajin bekerja dan setiap hari menyiapkan kebutuhan ketiga anaknya. Mak Minah juga mencari kayu bakar untuk dijual ke pasar sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka. Ketiga anaknya sangat nakal dan pemalas yang senang be...
Pada zaman dahulu, ketika ibukota Kerajaan Indragiri berada di Pekantua, tersebutlah tiga orang bersaudara bernama Tiala, Sabila Jati dan Jo Mahkota. Ketiganya pandai, gagah perkasa dan mahir menggunakan senjata. Mereka hidup rukun dan saling membantu di suatu tempat bernama Batu Jangko. Pada suatu hari, mereka pergi untuk mencari tempat yang lebih baik, yang tanahnya subur, airnya jernih, ikannya jinak, dan udaranya segar. Dari satu tempat ke tempat lain, tiga bersaudara ini akhirnya tiba di Koto Siambul dan memutuskan untuk menatap di tempat tersebut. Sementara itu, di istana, Raja Indragiri sangat resah karena Datuk Dobalang yang berkuasa di negeri Sibuai Tinggi bertingkah laku semena-mena. Dia suka berjudi, menyabung ayam, bermabuk-mabukan dan memperlakukan rakyatnya dengan kejam. Raja Indragiri kemudian memanggil Duli Yang Dipertuan Besar Indragiri untuk menaklukkan Datuk Dubalang. Duli Yang Dipertuan Besar Indragiri segera melaksanakan perintah Raja. Dia memudiki sun...
Pada zaman dahulu kala, hiduplah sebuah keluarga yang terdiri atas Ayah, Ibu, dan tiga orang anak yang masih kecil. Anak paling bungsu masih menyusui. Suatu hari sang Ayah meminta si Ibu menyimpan ikan yang akan dimakannya sore hari setelah pulang dari kebun. Si Ibu menyimpannya di lemari. Siangnya anak yang paling kecil merengek minta ikan yang disimpan Ibunya itu. Si Ibu sempat melarang, tetapi ia tidak tega karena si anak terus merengek sampai menangis. Akhirnya si Ibu memberikan ikan tersebut kepada anaknya. Sorenya, ketika mengetahui ikannya sudah habis, si Ayah marah karena ia sangat lapar setelah seharian bekerja. Ia menganggap istrinya tidak menyimpan makanan itu dengan baik sehingga ketahuan anak mereka. Sepanjang malam ia terus mengomel sehingga membuat istrinya sedih. Tengah malam, sambil menangis, si Ibu pun berjalan keluar rumah. Ia berjalan menuju laut ketika anaknya sudah tidur. Pagi harinya, ketiga anak itu mencari-cari si Ibu. Mereka mencari ke semua r...
Alkisah ada sebuah rumah kecil di pinggir hutan rimba hiduplah seorang perempuan bernama Mbok Dhadap yang berusia paruh baya yang hidup sebatangkara tanpa teman dan saudara. Mbok Dhadap sangat mendambakan kehadiran seorang anak untuk menemaninya. Setiap hari ia berdoa agar mendapatkan seorang anak untuk menemaninya. Suatu hari ketika sedang mencari kayu di hutan, Mbok Dhadap bertemu dengan raksasa penguasa hutan rimba tersebut yang gemar memakan manusia. Mbok Dhadap gemetar menahan takut, karena tak kuasa menahan rasa takut, Mbok Dhadap tidak sadar bahwa kain jaritnya basah karena kencing. Raksasa itu tertawa lebar, suaranya bergemuruh memenuhi angkasa dan memekakkan gendang telinga. "Hua..haha GGGrrrrrrrhhhhhh..!!!!!, Hai Perempuan Tua !!! kau jangan takut padaku mendekatlah aku ingin menitipkan sesuatu untukmu." Mbok Dhadap tertunduk, masih menahan rasa takut yang tak terkira. "Raksasa kau jangan memakan aku, aku sudah tua." Lagi-lagi Raksasa itu tertawa. "Hua.....
Jika sebelumnya saya membahas Jaka Tarub dan Nawang Wulan a la negeri lain, kali ini saya mengisahkan versi di Indonesia. Kisah ini terkenal berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Konon dipercaya kalau keturunan Jaka Tarub dan Nawang Wulan menjadi raja-raja tanah Jawa. Namun mengingat keberadaan cerita yang serupa di negara lain, saya tidak menutup kemungkinan kalau ada daerah lain di Indonesia yang juga memiliki dongeng serupa meski dengan nama-nama tokoh yang berbeda. Di Jawa Timur, Jaka Tarub lebih dikenal dengan nama Aryo Menak. Sementara Nawang Wulan dikenal dengan nama Tunjung Wulan. Diceritakan kembali oleh Andhika Wijaya. Jaka Tarub adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu maupun menimba ilmu. Ketika suatu hari di malam bulan purnama ia memasuki hutan, dari kejauhan ia mendengar sayup-sayup suara wanita yang sedang bercanda. Terdorong oleh rasa penasaran, Jaka Tarub berjalan mencari arah...
Pada jaman kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang benama Sidi Mantra yang sangat terkenal kesaktiannya. Sanghyang Widya atau Batara Guru kemudian menghadiahinya harta benda dan seorang istri yang cantik. Sesudah bertahun-tahun menikah, mereka mendapat seorang anak yang mereka namai Manik Angkeran . Meskipun Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan pandai namun dia mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia sering kalah sehingga dia terpaksa mempertaruhkan semua harta kekayaan orang tuanya, bahkan diapun sampai berhutang pada orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik Angkeran kemudian meminta bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu untuk bisa mendapatkan uang membayar utang utangnya. karena Sidi Mantra begitu sayang kepada anaknya kemudian dia menuruti permintaan anaknya, Sidi Mantra kemudian berpuasa dan berdoa untuk memohon pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara, " Hai, Sidi Mantra, di kawah Gunung Agung ada harta karun yang di...
Pada suatu masa di pedalaman pulau Batam, ada sebuah desa yang didiami seorang gadis yatim piatu bernama Mah Bongsu. Ia menjadi pembantu rumah tangga dari seorang majikan bernama Mak Piah. Mak Piah mempunyai seorang putri bernama Siti Mayang. Pada suatu hari, Mah Bongsu mencuci pakaian majikannya di sebuah sungai. "Ular!" teriak Mah Bongsu ketakutan ketika melihat seekor ulat mendekat. Ternyata ular itu tidak ganas, ia berenang ke sana ke mari sambil menunjukkan luka di punggungnya. Mah Bongsu memberanikan diri mengambil ular yang kesakitan itu dan membawanya pulang ke rumah. Mah Bongsu merawat ular tersebut hingga sembuh. Tubuh ular tersebut menjadi sehat dan bertambah besar. Kulit luarnya mengelupas sedikit demi sedikit. Mah Bongsu memungut kulit ular yang terkelupas itu, kemudian dibakarnya. Ajaib setiap Mah Bongsu membakar kulit ular, timbul asap besar. Jika asap mengarah ke Negeri Singapura, maka tiba-tiba terdapat tumpukan emas berlian dan uang. Jika asapnya mengarah ke nege...