Tepat satu hari sebelum Nyepi, semua desa di Bali mengadakan ritual di jalan lintas utama desa, yang dianggap tempat pertemuan setan. Mereka biasanya membuat Ogoh-ogoh (roh jahat atau Kala Butha terbuat dari bambu) untuk tujuan karnaval. Merupakan kemeriahan pawai karya figuratif besar yang biasa disebut ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh monster melambangkan roh-roh jahat di sekitar lingkungan kita yang harus disingkirkan dari kehidupan kita. Ogoh-ogoh biasanya tokoh raksasa yang diambil dari pengetahuan Bali klasik. Semua memiliki taring, mata melotot dan rambut menakutkan. Kegiatan ini biasanya diselenggarakan oleh Teruna Seka, organisasi pemuda Banjar. Karnaval sendiri diadakan di seluruh Bali bersesuaian dengan terbenamnya matahari. Bleganjur berupa musik gamelan Bali mengiringi prosesi. Karnaval ogoh-ogoh sudah dianggap bernilai pertunjukan sehingga dinikmati semua orang termasuk wisatawan. Ogoh-ogoh juga berkaitan dengan ritual selanjutnya yaitu: Pengrupukan. ritual ini mel...
Upacara ini dilakukan tiga hari sebelum menjalankan tapa Brata Penyepian pada hari Nyepi.Upacara Melasti, memiliki nama lain atau sering juga disebut upacara Melis atau Mekilis. Upacara ini bertujuan mensucikan diri dan membuang segala keburukan ke laut. Selain itu, ini merupakan waktu dibersihkannya segala sarana persembahyangan yang ada di pura (disucikan).Pelaksanaan Melasti, umat Hindu berduyun-duyun mengarak benda-benda sakral milik pura mengelilingi desa kemudian dilanjutkan menuju pantai tempat dilaksanakan upacara. Di pantai suasana menjadi teramat hiruk-pikuk, rombongan umat dari berbagai penjuru silih berganti berdatangan untuk menjalankan upacara Melasti. Upacara Melasti dilaksanakan dengan melakukan sembahyang bersama menghadap ke laut. Selesai sembahyang, arak-arakan umat dan benda-benda sakral milik pura kembali ke desa masing-masing.
Ogoh-Ogoh, satu hari sebelum nyepi masyarakat Hindu di Bali & Lombok melangsungkan perayaan ogoh-ogoh. Ogoh-ohoh itu sendiri patung raksasa ya g terbuat dari rangka bambu yang dilapis kertas dan kain. Biasanya ogoh-ohoh akan diarak dengan cara diangkat beramai-ramai sampai kemudian akhirnya dibakar / dimusnahkan. Hal tersebut untuk melambangkan pembersihan diri dari roh jahat (raksasa) sebelum masuk ke ritual nyepi.
Dengan majunya teknologi, kita mudah untuk mengetahui apapun termasuk kebudayaan yang ada di Indonesia melaui media, terutama internet. Hebatnya lagi, kebudayaan seolah tak luntur di zaman yang serba canggih ini, dan itu bisa disebabkan karena kebudayaan tersebut mempunyai dasar yang kuat. Di Bali, ada ritual yang bernama 'Ngayah'. Padahal, di pulau yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara tersebut masih saja bisa mempertahankan ritual daerahnya ditengah arus modernisasi. Ngayah adalah kerja bakti untuk berbagai keperluan termasuk ritual agama atau masalah adat kemasyarakatan yang bersifat tulus ikhlas, seperti dalam acara ngarap. Kegiatan kerja bakti ini merupakan penerapan 'kerja untuk persembahan' atau dikenal dengan istilah Karma Marga Yoga.
Makepung adalah tradisi balapan kerbau dikalangan masyarakat Bali, khususnya di bagian Bali Barat. Di wilayah ini Makepung selalu dijadikan acara tradisional yang rutin dilakukan selama beberapa kali dalam setahun. Kerbau dipilih sebagai hewan yang dilombakan karena bagi masyarakat Bali, yang merupakan penganut Hindu, sapi dianggap hewan suci karena sapi merupakan binatang tunggangan yang dipergunakan oleh Dewa Shiva.
Nilai-nilai budaya nenek moyang yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Gianyar di Bali salah satunya melalui Upacara Nangluk Mrana (upacara membendung hama dan penyakit) yang berlangsung di Desa Lebih, Desa Pantai, 6 km di Selatan Pusat Kota Gianyar, kurang lebih 34 km dari Denpasar. Gangguan penyakit ( mrana ) dipercaya datang dari Laut Selatan, dapat juga merupakan kutukan dari Betara Gunung Batur. Untuk mengantisipasi timbulnya hama dan penyakit pada tumbuhan, hewan, dan manusia, penduduk harus melaksanakan upacara untuk ‘tolak bala’ dan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wase agar memperoleh keselamatan hidup dengan melakukan “ buta yadnya ”. Upacara Nangluk Mrana diselenggarakan secara turun-temurun pada hari tilem ke enam (menurut penanggalan Bali) atau setiap bulan Desember. Upacara Nangluk Mrana bermaksud untuk memohon keselamatan dan kesuburan tanah pertanian. Sebelum diselenggarakan Upacara Nangluk Mra...
Cera Labu merupakan tradisi masyarakat yang bertempat tinggal di pinggir laut atau pesisir pantai yang mata pencahariannya sebagai nelayan, mensyukuri nikmat atau hasil yang diperoleh dengan jalan melakuka selamatan laut (Cera Labu). Cera labu dilaksanakan pada bulan Mei atau Juni setiap tahunnya yang dipimpin oleh seorang pemangku adat, dengan harapan agar dalam mencari nafkah senantiasa mendapat hasil yang berlipat ganda dan terhindar dari segala musibah. Sehari sebelum Cera labu dilaksanakan, masyarakat mengadakan malam hiburan atau pesta rakyat dengan memakai alat musik tradisional seperti menabuh gendang, sebagian orang membuat rakit dan menyiapkan sesajen (soji ro sangga). Sesajen tersebut terdiri dari : Kepala Kerbau Ayam Jantan/Betina Pisang Daun Sirih/nahi Pinang/U’A atau Sao U’A Kapur Sirih/Afu Rokok Daun Lontar/Ro’o Ta’a Padi di goreng/Karaba Kemenyan/Kamaya Peruk...
Ngaben adalah suatu upacara pembakaran mayat yang dilakukan umat Hindu di Bali, upacara ini dilakukan untuk menyucian roh leluhur orang sudah wafat menuju ketempat peristirahatan terakhir dengan cara melakukan pembakaran jenazah. Dalam diri manusia mempunyai beberapa unsur, dan semua ini digerakan oleh nyawa/roh yang diberikan Sang Pencipta. Saat manusia meninggal, yang ditinggalkan hanya jasad kasarnya saja, sedangkan roh masih ada dan terus kekal sampai akhir jaman. Di saat itu upacara Ngaben ini terjadi sebagai proses penyucian roh saat meninggalkan badan kasar. Kata Ngaben sendiri mempunyai pengertian bekal atau abu yang semua tujuannya mengarah tentang adanya pelepasan terakhir kehidupan manusia. Dalam ajaran Hindu Dewa Brahma mempunyai beberapa ujud selain sebagai Dewa Pencipta Dewa Brahma dipercaya juga mempunyai ujud sebagai Dewa Api. Jadi upacara Ngaben sendiri adalah proses penyucian roh dengan cara dibakar menggunakan api agar bisa dapat kembali ke sang pencipta, api penjel...
Secara khusus, tradisi ngejot di Bali terbagi ke dalam ngejot ketika hari raya dan ngejot ketika seseorang memiliki hajatan atau suatu acara adat atau agama tertentu. Salah satu saat pelaksanaannya adalah menjelang Hari Raya Idul Fitri. Adapun makna dari ngejot adalah suatu tradisi berbagi makanan dan minuman masyarakat (dalam konteks ini adalah masyarakat di beberapa daerah di Bali) kepada tetangga dan kerabatnya. Makanan atau minuman yang dibagikan saat ngejot dinamakan jotan. Tradisi ngejot berawal dari pemeluk agama Hindu di Bali. Mereka membagikan makanan dan minuman ke tetangga dan kerabat ketika menjelang perayaan Nyepi, Galungan, dan Kuningan. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang ke pemeluk agama Islam. Hal ini menandakan pembauran budaya Bali, termasuk sistem subak dalam bidang pertanian. Dimana faktor hidup berdampingan antar agama selama berabad-abad di Bali turut serta mempengaha...