Memohon kerahayuan serta untuk membersihkan alam semesta “Bhuana Agung” dan “Bhuana Alit” baik secara “Sekala” maupu “Niskala”, bertepatan dengan “Anggara Kliwon Tambir” dilaksanakan upacara pecaruan “Manca Sanak” di Pura Telaga Toya Sah, Banjar Susut, Desa Muncan, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem. Beji Telage Sah ini sangat erat kaitannya dengan Gunung Agung, dalam hal ini Pura Pasar Agung, Pura Besakih bahkan berbagai Pura yang ada di Karangasem, oleh karena itu, dinamakanlah “Toye Sah” dalam sastra kata “Toya Sah” bermakna disinilah sesungguhnya keputusan beliau yang terakhir. Beji ini harus kita selamatkan dan salah satu cara umat Hindu untuk menyelamatkan ya melalui upacara, mudah-mudahan melalui upacara ini ida Bethara yang berstana di Gunung Agung kiranya akan menganugrahkan yang terbaik untuk kita. sumbe r: https://www.beritabali.com/read/2017/12/27/201712270007/B...
Tradisi bermain ayunan di Bali telah berlangsung lama, hal ini terlihat dari mainan ayunana yang ada di Desa Tenganan Pegringsingan. Desa Tenganan merupakan salah satu desa Bali Aga, selain Trunyan dan Sembiran. Mereka sebagai penduduk bali yang asli dan sampai sekarang masih mempertahankan pola hidup yang tata masyarakatnya mengacu pada aturan tradisional adat desa yang diwariskan nenek moyang mereka Menurut sebagian versi catatan sejarah, kata Tenganan berasal dari kata "tengah" atau "ngatengahang" yang memiliki arti "bergerak ke daerah yang lebih dalam". Kata tersebut berhubungan dengan pergerakan masyarakat desa dari daerah pinggir pantai ke daerah pemukiman di tengah perbukitan, yaitu Bukit Barat (Bukit Kauh) dan Bukit Timur (Bukit Kangin). Salah satu tradisi di Desa Tenganan yang masih dilestarikan hingga saat ini adalah main ayun-ayunan. Tradisi main ayun-ayunan di Desa Tenganan Pegringsingan yang dinaiki oleh para Daha (gadis) dan diputar se...
Selama ini para penyuka minuman tradisional seperti tuak hanya dipandang dari sisi negatif. Sebab, identik dengan kegiatan merusak. Namun, setelah ditelusuri lebih dalam, minuman yang bersumber dari Pohon Jaka ini ternyata juga memiliki sisi positifnya. Meminum tuak untuk mesawitra (red: berteman), inilah cara amsyarakat Bali untuk mempererat tali persaudaraan,diminum ala kadarnya saja tidak berlebihan, apapun jika berlebihan pasti tidak akan baik.Disamping itu, tuak juga fungsi wajib seperti pada tradisi “nyangkepang”. Tradisi yang digelar setiap sebulan sekali ini rutin dilakukan baik di Pura maupun saat sangkepan di Banjar. Setiap angota sangkepan akan disajikan minuman tersebut. sumber : https://www.beritabali.com/read/2017/05/08/201705080011/Warga-Bali-Mesawitra-Lewat-Tuak.html
Siwaratri biasa lumrah diyakini masyarakat sebagai malam peleburan dosa. Lantas, benarkah demikian? Siwaratri ini erat kaitannya dengan sebuah kisah seorang pemburu bernama Lubdhaka yang diuraikan sebuah Karya Sastra Jawa Kuna, Kekawin Siwaratri Kalpa karya Empu Tanakung dan di Bali lebih dikenal dengan Kekawin Lubdhaka. Dari kisah itu, masyarakat kemudian mempersepsikan bahwa cerita Lubdhaka sebagai usaha umat Hindu dalam melakukan Dharma peleburan dosa atau malam penebusan dosa. Namun setalah dikaji dengan hati-hati dan lebih mendalam ternyata nilai yang terkandung di dalamnya tidaklah sesempit, sedangkal dan semudah itu orang-orang dapat menebus dosa-dosanya, serta tampaknya sangat bertentangan dengan Srddha hukum karma atau Karma Phala. Perlu diingat bahwa si pemburu Lubdhaka sebagai orang yang hidupnya papa. Kata Papa disini tidak sama maknanya di sini dengan kata dosa kendatipun kata-kata itu dapat diterjemahkan dengan dosa. Dalam hal ini kepapaa...
Sugihan Jawa atau Sugihan Jaba adalah sebuah kegiatan rohani dalam rangka menyucikan bhuana agung (makrokosmos) atau alam semesta. Sugihan Jawa ini jatuh pada hari Kamis Wage Sungsang. Kata Sugihan Jawa berasal dari urat kata Sugi, yang artinya membersihkan, dan Jaba artinya luar. Jadi hari Sugihan Jawa tersebut bukanlah hari Sugihan bagi para pengungsi leluhur-leluhur dari Jawa pasca bubarnya Majapahit. Maksud sebenarnya adalah pembersihan Bhuana Agung atau alam semesta, baik sekala maupun niskala. Dalam lontar Sundarigama dijelaskan bahwa Sugihan Jawa merupakan "Pasucian dewa kalinggania pamrastista bhatara kabeh" (pesucian dewa, karena itu hari penyucian semua bhatara). Pelaksanaan upacara ini dengan membersihkan alam lingkungan, baik pura, tempat tinggal, dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci. Dan yang terpenting adalah membersihkan badan fisik dari debu kotoran dunia maya, agar layak dihuni oleh Sang Jiwa Suc...
Mewinten atau Pewintenan adalah Upacara Yadnya yang bertujuan untuk pembersihan diri secara lahir dan batin. Kata Mawinten sendiri berasal dari bahasa Jawa Kuno yang memiliki makna “bersinar” dan “kemilau”. Dan bila diuraikan Mawinten memiliki pengertian sifat yang mulia, yang bersinar dan berkilauan yang mengindikasikan bahwa orang yang melaksanakan upacara ini secara lahir dan bathin akan disucikan, berkilauan dan bersinar bagaikan permata yang juga bisa bermanfaat bagi kehidupan banyak orang. Umat Hindu di Bali meyakini, wajib hukumnya melaksanakan upacara Mawinten ini yang berguna untuk penyucian diri secara lahir batin dan sarat dengan nilai nilai kerohanian yang tinggi dan mendalam. Upacara Mawinten bisa dilaksanakan oleh siapa saja. Tingkatan Upacara Mawinten Dalam Mawinten ada 3 tingkatan upacara dan itu tergantung dari keadaan orang yang akan menjalankannya : Mawinten dengan ayaban pawintenan saraswati sederhana adalah upacar...
Berikut merupakan hal-hal yang perlu diketahui dan dipersiapkan oleh calon orang tua, untuk persiapan kelahiran anak. Menurut tradisi Agama Hindu di Bali 1. Ketika Anak Baru Lahir Ucapkan Mantram Gayatri sebanyak mungkin, minimum tiga kali. Kalau bisa sambil membawa Japamala (ganitri). Maha Mantra Gayatri disebut juga sebagai Mantra Savitri atau Mantra Savita, sebagai ibu dari Veda yang memberikan pencerahan kepada kecerdasan dalam menapak kehidupan menuju kesempurnaan. Bisikkan Maha Mantra Gayatri tiga kali masing-masing di telinga kanan (dharma) dan kemudian di telinga kiri (sakti). 2. Waktu Dikasi Ari-Ari Ketika sudah diberikan ari-ari dari pihak rumah sakit, bidan dll. Bungkus dengan kain putih sukla, sebaiknya sudah disiapkan payuk tanah yang cukup besar, dengan tutupnya, lalu ari-ari itu dimasukkan ke dalam payuk setelah itu di bawa pulang 3. Mencuci Ari-Ari Setelah sampai di rumah maka oleh ayah si anak ari – ari diletak...
Hari raya tumpek landep jatuh setiap Saniscara/hari sabtu Kliwon wuku Landep, sehingga secara perhitungan kalender Bali, hari raya ini dirayakan setiap 210 hari sekali. Kata Tumpek sendiri berasal dari “Metu” yang artinya bertemu, dan “Mpek” yang artinya akhir, jadi Tumpek merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan Sapta Wara, dimana Panca Wara diakhiri oleh Kliwon dan Sapta Wara diakhiri oleh Saniscara (hari Sabtu). Sedangkan Landep sendiri berarti tajam atau runcing, maka dari ini diupacarai juga beberapa pusaka yang memiliki sifat tajam seperti keris. Berikut ini jenis-jenisnya (sorohan) banten yang sederhana, karena harus disesuaikan lagi dengan kebiasaan setempat : Sesayut Jayeng Perang Kulit sesayut dari daunan dong, tumpeng putih memuncuk barak 2 buah. Tumpeng selem memuncuk putih 1 buah. Medasar beras triwarna (injin, baas barak, baas biasa). Be ati bungkulan, yeh asibuh, muncuk dadap 11, tulung urip apasang (2), kewangen 3 (tiga) sek...
Dalam tradisi Hindu di Bali terdapat upacara Mebayuh Otonan. Mebayuh Otanan memiliki makna untuk menyeimbangkan dualitas dari pengaruh-pengaruh hari kelahiran seorang anak, karena kita menyadari setiap kelahiran membawa dualitasnya masing-masing. Menurut buku wariga agung, Mebayuh bisa diketegorikan dalam dua klasifikasi ; Mebayuh yang bersifat reguler atau berkelanjutan yang dilaksanakan setiap perubahan status, misalnya dari staus anak – anak menjadi remaja, dari status remaja menjadi dewasa (menikah), dari status dewasa menjadi orang tua, dan dari status menjadi orang tua menjadi kakek atau nenek. Mebayuh yang dilaksanakan karena kondisi tertentu, misalnya kelainan jiwa, terkena kesakitan, sering menemui ala atau kecelakanaan dan hal – hal yang bersifat marabahaya lainnya. Menurut sastra Lontar Jyotisha mebayuh atau metubah atau mebebangan untuk mengurangi keburukan dan menambah kebaikan maka upacara itu dilakukan pada saat otonan yang b...