Bandung menjadi kota yang tidak lagi asing bagi setiap orang yang mendengarnya. Bandung yang dijuluki kota kembang, sampai lautan api menjadi representasi kata bagi setiap orang yang sedang mendeskripsikan kota bandung.
Deskripsi serta panggilan sumedang yang tergiang pada pikiran masyarakat yaitu “tahu”. Maka bandung juga tidak mau kalah unjuk kekayaan akan kulinernya, maka kota “peyeum” terngiang pada pikiran masyarakat yang berarti kota bandung. Peyeum menjadi makanan khas kami, karena katanya peyeum bandung adalah makanan yang wajib di beli dari kota ini.
Kota ini menjadi kota yang juga terkenal dengan masyarakat nya yang “someah” berarti sangat ramah, orang bandung yang dikenal someah ini dideskripsikan mereka akan memiliki sikap “hade tata, hade basa” berarti baik tingah laku dan baik pula bahasanya. Orang yang baik tingkah laku dan baik pula bahasanya ini adalah orang yang mengolah peyeum, menjadi makanan yang luar biasa memiliki cita rasa. Cita rasa olahan peyeum yang enak ini tidak lain tidak bukan adalah colenak.
Colenak yang memiliki makna “dicocol enak” makanan ini memang pada dasarnya adalah olahan peyeum dicocol gula merah. Rasa enak yang melekat pada peyeum inilah yang membuat banyak masyarakat luar kota jatuh cinta pada cita rasanya. Cita rasa dari colenak yang merupakan racikan Murdi, dimana murdi adalah putra asli Bandung, Murdi yang bergelut dengan usahanya sejak 1930, di pinggir Jalan Ahmad Yani No 733, Kota Bandung, Jawa Barat. (detikNews, 2015)
Jawa barat yang banyak menyimpan kuliner, menjadi suatu yang perlu di syukuri dengan kita banyak menikmatinya. Namun perihal inilah yang mampu memicu terjadinya masalah ketika pada tahun yang semakin berkembang ini kita “hanya” jadi penikmat, di tahun selanjutnya tak ada lagi masyarakat yang bisa membuat. Maka pembuatan artikel ini mempunyai poin penting dimana kita akan gali lebih dalam bagaimana proses, bahan serta langkah apa yang kita harus laukukan dalam pembuatan colenak.
Dengan berlandaskan undang – undang no 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan dimana pada pasal 1 berbunyi “Kebudayaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat” maka colenak ini jelas termasuk ke dalam cipta dan hasil karya masyarakat dalam mengolah makanan peyeum ini menjadi olahan yang dikenal colenak. (Republik Indonesia, 2017)
Pembuatan artikel colenak juga sangat erat kaitannya dengan undang – undang no 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan dimana pada pasal 1 poin berikutnya berbunyi “Pemajuan Kebudayaan adalah upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan.” Sewhingga bagaimana cita rasa colenak ini harus tetap bertahan, jangan sampai di tahun berikutnya makanan khas bandung yaitu peyeum ini kehilangan tangan untuk dapat mengolahnya, maka artikel ini dibuat sebagai salah satu pembinaan kebudayaan yang bersifat sedernaha. (Republik Indonesia, 2017)
Pembinaan kebudayaan yang sederhan ini sangat berfokus pada bagaimana agar tetap menjaga kualitas rasa colenak, serta agar pembuatan colenak juga tidak berubah. Maka inilah langkah langkah dalam pembuatan colenak
Bahan :
Bahan kuah :
Langkah :
Resep tersebut adalah resep yang berasal dari Arshiya kitchen, karena narasumber yaitu Eli Awaliah, tidak memiliki takaran yang pasti dalam pembuatannya. Namun resep diatas telah ditelaah bebera[pa kali oleh narasumber. Dan Eli Awaliah berkata “Resep inilah yang mampu ditiru, untuk mengetahui takaran tepat dalam pembuatan colenak” maka resep yang saya cantumkan adalah hasil dari perbandingan dari berbagai resep yang tersebar, maka resep inilah yang diharapkan mampu menjaga cita rasa dari colenak itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
detikNews. (2015, April Rabu). Begini Asal-Usul Nama Colenak Khas Bandung Yang Mendunia. Retrieved from detikNews: https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-2881312/begini-asal-usul-nama-colenak-khas-bandung-yang-mendunia
Republik Indonesia. (2017). Undang-Undang RI, tentang Pemajuan Kebudayaan. 53. Retrieved from https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditkt/wp-content/uploads/sites/6/2017/06/UU-Pemajuan-Kebudayaan-RI-nomor-5-tahun-2017.pdf
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.