|
|
|
|
asal usul kabupaten jeneponto dan gantala Tanggal 07 Aug 2015 oleh Syahrah . |
Budaya yang hilang, budaya yang terlupakan atau budaya yang tak diwariskan?
Entah apa yang mendorongku mengambil laptop dan kembali menuliskan berbagai kata. jariku menekan satu persatu huruf tanpa tahu sebenarnya apa yang ingin aku tuliskan, yang ku tahu adalah aku mempunyai janji untuk seseorang, ikut partisipasi dalam kegiatan yang ia akan laksanakan sehingga membuatku kembali menulis, kembali meletakkan jari-jariku diatas keyboard untuk kembali menggeluti hobby yang sulit sekali tersalurkan ini, selama beberapa bulan aku tak lagi melakukannya, bangku perkuliahan seperti menyita semua waktuku sehingga membuatku kehilangan kesempatanku untuk kembali menuangkan segala inspirasiku dalam tulisan.
Jariku tak lagi seperti menari-nari diatas keyboard seperti orang-orang mengatakannya, majas yang paling sering ku dengar. ku tahu kemampuanku yang cetek membuatku harus berpikir lamban ketika menuangkan segala sesuatunya, ditambah aku baru kembali untuk kegiatan menulis. orang yang tak ingin ku kecewakan ingin aku mengikuti pelatihan jurnalistik walaupun sebenarnya aku hanya menuliskan ini semua di waktu senggangku karena saat ini aku juga melaksanakan kegiatan sosial membantu korban kebakaran di daerahku, sungguh rasanya menyenangkan ketika kita bisa jadi berguna bagi orang lain, walaupun hanya bantuan kecil aku rasa semua hal yang besar juga berawal dari hal yang kecil terlebih dahulu, tidak ada sesuatu yang rumit ketika tidak ada yang simple.
Aku biasa menulis ketika masih bergabung sebagai reporter remaja disebuah majalah milik paman temanku, itupun jika aku benar-benar punya waktu dan punya bahan untuk ditulis, namun biasanya majalah sudah memberikan tema apa yang harus aku bahas. aku bahagia karena saat itu aku punya wadah untuk menyalurkan hobbyku dalam hal yang postif, entah kenapa aku berhenti menulis ketika aku mulai masuk ke perguruan tinggi, seperti aku hanya terfokus mengenai apa yang harus aku capai, harus menjadi apa aku, dan bagaimana aku mencapainya tanpa harus memikirkan sebenarnya aku juga butuh hiburan, aku butuh sesuatu yang membuatku bisa menikmati waktu untuk diriku dan untuk kesenanganku.
Baiklah, sebenarnya aku tidak tahu mau mulai darimana dan aku tidak tahu prosedurnya harus seperti apa, jadi aku menulis seperti biasa aku menulis, tidak begitu resmi dan menggunakan bahasa yang santai, aku tak ingin terlihat berintelektual, aku sadar tidak semua yang menggunakan bahasa yang tinggi itu terlihat berintelektual, lihat saja Vicky prasetyo, aku tak ingin berbicara dan hanya aku sendirilah yang mengetahui maksud dari perkataanku, aku tak ingin apa yang ingin aku sampaikan pada tulisanku tidak sampai kepada orang lain yang membacanya, aku ingin semua orang bisa menikmati tulisanku, karena seni bukan hanya untuk diri kita sendiri tapi bagaimana cara kita agar pesan dan seni itu indah pula di mata orang lain.
Well, seseorang mengatakan kepadaku jika temanya mengenai kebudayaan, berbicara mengenai kebudayaan, aku pikir budaya adalah sesuatu yang dekat dan kadang akan terasa jauh dalam saat yang bersamaan di dalam hidup kita. Entah mengapa budaya yang kita miliki bisa dikatakan begitu asing dan begitu kental, dua hal yang bertolak belakang dalam waktu yang sama.
. Aku sendiri jujur, merasa malu membahas mengenai tema ini, aku juga merasa aku belum bisa melakukan apa-apa agar warisan yang berharga ini bisa tetap ada, bisa tetap kita nikmati dan tetap bisa kita rasakan. Aku benci ketika aku memakai batik ke kampus dan diolok-olok oleh beberapa teman karena dianggap terlalu resmi dan style yang mereka katakana pakaian yang hanya digunakan bapak-bapak dan ibu-ibu yang mau ke kondangan, aku benci ketika orang menghina yang masuk dalam organisasi yang berkenaan mengenai seni dan kebudayaan dianggap membuang-buang waktu, aku benci ketika semua orang ingin dikatakan maju dengan melakukan semua budaya-budaya orang asing dan mereka rela meninggalkan budaya asli yang nenek moyang mereka turunkan kepada mereka demi terlihat gaul,ikut trend, update atau apalah namanya.
Aku pikir kita semua sulit untuk menjaga kebudayaan itu bisa tetap ada, jika mindset yang ada seperti mengesankan kebudayaan yang ada selama ini, kebudayaan yang kita bangga-banggakan, kebudayaan yang slogannya dimana-mana agar kita bisa selalu mengaplikasikannya dalam kehidupan kita dianggap kuno, kolot, kampungan, tidak modern dan tidak mengikuti zaman.
Aku tidak tahu, seberapa banyak generasi muda peduli mengenai budaya bangsa, mungkin seperempat dari keseluruhannya masih memiliki kesadaran untuk melestarikannya. Mungkin saja para penerus bangsa ini merasa dilema mengenai kebudayaan dan modernitas yang tidak dipungkiri sama-sama berperan penting dalam kehidupan kita sekarang ini. Budaya asing seperti menjajah bangsa kita, mengambil semua kesadaran dan kekayaan kita, kesadaran mengenai pentingnya nilai-nilai kebudayaan dan kekayaan dari kebudayaan yang orang-orang terdahulu wariskan kepada kita.
Bukan sesuatu yang tidak mungkin jika kebudayaan kita akan hilang, lenyap dan punah. jika yang kita pedulikan adalah bagaimana kita bisa terus beradaptasi dengan perkembangan, bagaimana kita bersahabat dengan kemajuan dan bagaimana kita bisa diterima sebagai bangsa yang memiliki kemajuan teknologi dan pengetahuan yang memadai tanpa memikirkan siapa sebenarnya bangsa kita yang sebenarnya. Kita kehilangan hal-hal yang menjadi ciri khas dari bangsa kita, kita kehilangan arah, kita tak tahu siapa kita, tujuan kita awalnya membentuk suatu bangsa dan negara serta kita kehilangan identitas sebagai bangsa Indonesia.
Bukan bermaksud mengatakan bahwa bangsa Indonesia tidak boleh maju dalam hal teknologi, bukan juga aku mengatakan bahwa Indonesia tidak boleh mengikuti perkembangan zaman, tapi yang seharusnya kita lakukan adalah bagaimana budaya modern dan sisi tradisional kebudayaan bisa bersanding tanpa ada perselisihan dan tanpa ada yang harus ditinggalkan atau dilupakan.
kadang dikatakan bahwa bangsa kita penuh dengan seni serta kebudayaan dan hal itulah yang menjadi ciri bangsa Indonesia, dengan segala aspek budaya yang telah diwariskan para leluhur, memberikan kita amanah serta kepercayaan agar bisa menjaga kelestarian dan keberadaan budaya tersebut.
Sebagai warga negara Indonesia pastilah keberagaman dan perbedaan kebudayaan tak bisa kita pungkiri hadir dalam kehidupan kita, perbedaan kepercayaan tradisi serta kebiasaan membuat Indonesia dikatakan kaya akan budaya, setiap daerah memiliki keunikannya masing-masing didalam tradisi dan kebudayaannya.
Layaknya daerah tempat tinggal ku, kabupaten Jeneponto, kabupaten jeneponto adalah salah satu kabupaten yang terdapat di provinsi sulawesi selatan, jika dari ibukota Sulawesi selatan (Makassar), untuk menuju ke jeneponto harus melalui kabupaten gowa dan kabupaten takalar terlebih dahulu sekitar kurang lebih 95km dengan waktu tempuh 2 jam perjalanan atau 3 jam ketika macet, kabupaten jeneponto memiliki makna tersendiri, je’ne berarti air dan ponto berarti gelang sehingga jika kata tersebut digabungkan jeneponto bisa memiliki makna air gelang nama yang unik untuk sebuah kabupaten.
Sangat banyak cerita beragam yang menjelaskan asal-usul mengapa kabupaten tempat tinggalku ini diberi nama jeneponto, ada yang mengatakan jika nama jeneponto tersebut berdasarkan sebuah kisah sepasang suami istri yang berkunjung kedaerah kerajaan binamu karena pada saat itu kabupaten jeneponto dikuasai oleh kerajaan binamu,kemudian secara tidak sengaja gelang sang istri jatuh ke sungai sehingga sang istri pun berteriak “pontoku tungguruki ri je’ne” yang artinya gelangku jatuh ke dalam air, sehingga orang-orang sekarang menyebutnya jeneponto diduga sungai tempat terjatuhnya gelang tersebut adalah sungai yang terdapat diwilayah tarusang. Another story, jeneponto dahuluya dikatakan sebagai kerajaan lokal yang memiliki tiga kerajaan yaitu kerjaan binamu, kerajaan arung keke dan kerajaan bangkala, awalnya jeneponto adalah kerjaan yang besar karena kabupaten takalar dahulunya juga merupakan bagian dari jeneponto, dikatakan kerajaan yang terdapat di jeneponto sendiri terbentuk karena bermula dari datangnya seseorang yang dikenal dengan julukan TOMANURUNG, tomanurung sendiri dikatakan sebagai jelmaan dewa yang turun dari langit yang dipercaya membahawa kedamaian, kesejahteraan dan ketentraman. Tomanurung dikatakan berasal dari kahyangan dan menjelma menjadi seorang manusia dan kemudian tiba-tiba berada ditengah-tengah masyarakat.
Berbicara mengenai jeneponto tak lengkap rasanya jika kita tidak membahas mengenai makanan tradisional khas kabupaten jeneponto. Jeneponto tidak bisa dilepaskan dengan kuliner antimainstream yang telah terkenal ke pelosok nusantara, apalagi jika tidak membicarakan kebiasaan unik warga jeneponto dengan menggunakan daging kuda sebagai bahan masakan, kabupaten jeneponto sangat identik dengan hewan kuda, bahkan jeneponto sendiri menggunakan symbol kuda putih dalam lambang kabupaten jeneponto yang memiliki makna kekuatan intelek, kuat, gagah, berani dalam keyakinan yang suci.
Jeneponto sendiri yang diidentikkan dengan kuda sendiri tidak terlepas dari kebiasaan warga jeneponto yang mngonsumsi kuda, bagi warga jeneponto sendiri mengonsumsi daging kuda sudah mejadi hal yang sangat biasa, berbagai olahan dari daging kuda sangat mudah didapatkan di kabupaten jeneponto, kuda sendiri seperti menjadi ciri khas dan identitas sendiri bagi warga jeneponto. Warung yang menjual coto, konro, abon yang menggunakan daging kuda bisa dengan mudah ditemui di kabupaten jeneponto. Bahkan seperti menjadi suatu kewajiban terhadap pengantin dalam acara pernikahannya menyajikan hidangan GANTALA, gantala sendiri adalah salah satu makanan khas dari jeneponto yang menggunakan daging kuda sebagai bahan utamanya, cara pembuatannya sangat simple daging kuda hanya dimasak diatas kayu bakar dengan air, garam dan penyedap rasa. Berbeda dengan daerah lain diluar kabupaten jeneponto yang melihat mengonsumsi daging kuda merupakan pemandangan yang jarang dijumpai. Hal inilah yang membuat orang jeneponto dijuluki pakanre’ jarang (orang yang memakan kuda).
Jeneponto kota garam, ini salah satu julukan jeneponto selain kota kuda, aku baru setahun yang lalu mengetahuinya, saat itu aku memperkenalkan diri di depan teman-teman baruku dikelas dan mengatakan jika aku berasal dari kabupaten jeneponto lantas beberapa dari mereka mengatakan asin, asin sambil tertawa mengejek, setelah kejadian itu aku mencari tahu alasan mereka mengatakan hal itu, aku hanya berharap mereka mengatakan hal itu bukan karena menuduhku bau badan hahaha.. perasaan penasaranku mencari tahu alasan mereka membuat aku berinisiatif mendatangi temanku dan menanyakannya langsung mengapa ia mengatakan asin-asin saat aku memperkenalkan diri. Ternyata karena aku berasal dari jeneponto yang merupakan kota penghasil garam, saat itu aku baru tahu selain kuda, jeneponto identik dengan garamnya karena jeneponto memiliki cuaca yang cukup panas hal ini membuat sebagian dari daerah jeneponto cukup gersang dan kering, pemandangan yang biasa melihat tanah retak jika musim kemarau tiba, orang-orang hilir mudik membawa jerigen dan ember yang diseimbangkan dengan sebatang kayu dibahu mereka menjadi pemandangan yang tidaklah asing, cuaca yang panas seperti ini merupakan cuaca yang tepat untuk bertani garam. Hal ini membuat jeneponto juga dikenal sebagai penghasil garam.
Aku tidak tahu bagaimana sebenarnya orang Indonesia memposisikan kebudayaan dan sisi tradisionalnya, suatu pemandangan lucu ketika aku menonton tv dan mendapati suatu acara kuliner yang kebetulan saat itu sedang mencicipi konro, makanan khas Makassar di suatu warung, kebetulan sekali warung tersebut menggunakan nama karebosi dibelakang nama warungnya, sebagai reporter pastilah mereka kepo menanyakan apa sebenarnya arti karebosi itu sendiri,sebenarnya jujur aku hanya tertawa ketika pemilik warung konro tersebut hanya mengatakan karebosi itu nama sebuah lapangan, kecewa rasanya mendengar jawabannya, memang hanya hal yang sepeleh, bahkan mungkin tidak berarti apa-apa untuk orang lain, tapi bagiku…. Itu adalah jawaban yang membuatku seperti ditampar, ditampar dengan ketidakpeduliaan seseorang terhadap sejarah, terhadap budaya dan terhadap apa yang telah terjadi sebelum-sebelumnya.
Tahukah… kata karebosi sendiri berawal dari musim kemarau panjang yang melanda kota Makassar, pada saat kemarau kehidupan warga Makassar tidak sesejahtera pada saat musim hujan, kekacauan menjadi pemandangan umum, lalu pada suatu hari mulailah turun hujan selama tujuh hari tujuh malam, hujan yang turun sangatlah deras disertai dengan halilintar dan petir. Namun pada saat hari ke delapan hujan yang disertai petir berhenti, yang ada hanya rintik-rintik yang memunculkan sebuah pelangi, seketika karebosi menjadi kering dan tiba-tiba muncul 7 gundukan tanah dan diatas tanah tersebut tiba-tiba muncul 7 orang yang memakai baju kuning keemasan, dipercaya bahwa 7 orang tersebut adalah tumanurung. Tujuh orang tersebut kemudian diberi sebutan karaeng angngerang bosi atau tuan yang membawa hujan. Masyarakat kemudian member nama wilayah tersebut kanrobosi, kanro berarti anugrah dari tuhan dan bosi adalah hujan, maka dikenallahistilah karebosi.
Kisah yangmembuatbanyak orang takjub terlepas dari mitos atau ketidakpercayaan orang lain tapi haliniseharusnya telah diketahui oleh orang yang kecil hingga besarnya ia habiskan ditanah tercinta Sulawesi selatan, sungguh sangat disayangkan jika hal tersebut dianggap tabu sehingga kita tidak ingin lagi tahu ataupun untuk sekedar mencari tahu.
Aku pikir budaya itu sangat penting, begitu sangat pentingnya kita tidak boleh menghilangkannya dan kita dianjurkan untuk melestarikannya, tapi dalam kenyataannya aku tak merasa demikian…aku punya alas an mengapa aku mengatakan hal tersebut, ku sadari aku tak lagi terlalu bisa untuk membaca aksara lontara (tulisan daerah Makassar) hal tersebut hanya diajarkan pada saat SMP kelas 7, aku tak tahu mengapa sekolah tidak menambahkannya lagi didalam kurikulum untuk tingkatan sekolah diatasnya, sebegitu tidak pentingnya kah? Dan jika nanti tidak akan ada lagi yang mengajarkan dan tidak akan lagi ada yang tahu, apa kita bisa melupakannya dengan begitu mudah?, dan ketika anak cucu kita menanyakannya kepada kita, kita hanya menjawab dulu pernah ada, atau dulu saya bisa membacanya tanpa mewariskan hal tersebut kepada mereka orang mengatakan bahwa kita mewariskan sesuatu kepada generasi selanjutnya,tapi kenyataannya kita meminjam dari mereka dan kewajiban kita untuk mengembalikannya.
Sungguh hal yang sulit ketika kebudayaan bisa bertahan dimasa yang mengandalkan semuanya dengan cara yang instant, susah untuk membuat kebudayaan dan segala aspek yang membawa kita dalam dunia modern ini bisa bersanding tanpa adanya perbedaan paradigm, karena dua hal ini merupakan 2 hal yang begitu berbeda.
Ketika kepercayaan orang-orang terdahulu dengan membawa sesajen atau mengadakan suatu upacara tertentu untuk roh atau penghormatan kepada leluhur, meminta berkah kepada suatu benda atau makam. bertolak belakang dengan keyakinan yang dianut seorang yang beragama muslim. Yang didalam agama islam dikatakan perbuatan tersebut musyrik dan menduakan tuhan.
Suatu dilemma yang terjadi didalam kehidupan kita ketika kita dihadapkan dalam relitas keinginan untuk menjaga kebudayaan tetap ada tanpa mencederai akidah, tanpa membuat kita menjadi masyarakat yang primitive dan berpikir tidak logis. Hal yang sulit untuk direalisasikan tapi kita punya tanggung jawab untuk tetap nmembuatnya ada, untuk menjaga agar tak punah, agar kebudayaan tersbut masih bisa dinikmati generasi-generasi setelah, agar anak-anak kita tidak hanya mengenal gadget untuk media dalam bersosialisasi dan mengenal lingkungannya.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |