|
|
|
|
Asal Usul Bulungan Tanggal 23 Feb 2021 oleh Widra . |
Sejarah berdirinya Kerajaan Bulungan dikisahkan dalam sebuah legenda lisan yang telah diceritakan secara turun-temurun.Legenda ini merupakan suatu peristiwa yang benar-benar terjadi. Namun, karena tidak ada dalam bentuk tulisan, legenda ini sering mengalami perubahan yang beragam sehingga makin berbeda dengan kisah aslinya.
Kata ‘bulungan’ berasal dari kata bulutengon (bahasa Bulungan) yang berarti ‘bambu betulan’ atau ‘benarbenar bambu’, istilah yang diambil dari legenda sejarah Bulungan. Karena adanya perubahan dialek bahasa Melayu, kata itu berubah menjadi ‘bulungan’.
Legenda tersebut berawal dari cerita seorang yang bernama Kuwanyi. Ia adalah pemimpin suku bangsa Dayak Hupan (Dayak Kayan) karena tinggal di hilir Sungai Kayan. Awalnya Dayak Kayan mendiami sebuah perkampungan kecil dengan penghuni kurang lebih 80 jiwa di tepi Sungai Payang, cabang Sungai Pujungan. Karena kehidupan penduduk sehari-hari kurang baik, mereka pindah ke hilir sebuah sungai besar yang bernama Sungai Kayan.
Saat Kuwanyi pergi berburu ke hutan ia tidak mendapatkan hewan buruannya kecuali seruas bambu besar yang disebut bambu betung dan sebutir telur yang terletak di atas tunggul kayu jemlay. Kedua benda yang didapatnya tersebut dibawanya pulang ke rumah. Lalu, Kuwanyi dan istrinya terkejut ketika dari bambu itu keluar seorang anak laki-laki dan dari telur yang dipecahkan keluar seorang anak perempuan.
Karena kemunculan bayi tersebut aneh, mereka menganggap bahwa bayi itu adalah karunia para dewa. Anak-anak tersebut diberi nama Jau Iru bagi yang laki-laki dan yang perempuan diberi nama Lemlai Suri. Setelah keduanya dewasa, berdasarkan wangsit yang diterima oleh Kuwanyi dan isterinya, keduanya dinikahkan. Setelah Kuwanyi wafat, Jau Iru oleh masyarakatnya didaulat menjadi pemimpin mereka yang baru.
Dari pernikahan keduanya lahirlah anak bernama Paren Jau, yang kemudian menggantikan posisi ayahnya setelah sang ayah wafat. Perkembangan selanjutnya, Paren Jau digantikan oleh anaknya yang bernama Paren Anyi, yang kemudian digantikan pula oleh putri Paren Anyi yang bernama Lahai Bara, yang penguburannya ada di Desa Long Pelban, Kecamatan Peso.
Lahai Bara mempunyai dua orang anak. Anak yang laki-laki bernama Sadang dan yang perempuan bernama Asung Luwan. Sadang tewas saat desanya diserang oleh suku Kenyah dari Serawak pimpinan Sumbang Lawing. Asung Luwan melarikan diri ke perdesaan di hilir Sungai Kayan.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |