Pada zaman dahulu kala di Tanah Karo, Sumatra Utara, hidup sebuah keluarga sederhana dengan dua orang anak.
Anak pertama seorang laki-laki bernama Tare Iluh.
Yang kedua seorang anak perempuan bernama Beru Sibou.
Meskipun hidup dalam kesederhanaan, namun ayah mereka adalah seorang pekerja keras.
Ia bekerja keras siang dan malam untuk menghidupi keluarganya.
Hingga akhirnya karena bekerja terlalu keras, ia jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepeninggal sang ayah, sang ibu bekerja keras untuk menghidupi kedua anaknya yang masih kecil.
Karena bekerja keras, sang ibu jatuh sakit.
Ketiadaan biaya untuk berobat membuat sakitnya bertambah parah dan akhirnya meninggal.
Tare Iluh dan Beru Sibou kini menjadi anak yatim piatu.
Mereka berdua kemudian diasuh oleh bibinya, adik dari ayah mereka.
Tare Iluh sebagai kakak merasa sangat sedih dengan penderitaan yang mereka alami.
Setelah kedua orang tua mereka meninggal, kini bibi merekalah yang membanting tulang menghidupi mereka.
Tare Iluh berjanji suatu saat nanti ia akan berkerja keras mencari nafkah untuk kehidupan yang lebih baik.
“Aku berjanji, setelah dewasa nanti Aku akan bekerja keras mencari nafkah untuk keluargaku. Aku tidak mau menyusahkan bibiku. Aku ingin membahagiakan adikku satu-satunya.” ujar Tare Iluh dalam hati.
Waktu berjalan, Tare Iluh, si sulung, telah berubah menjadi pria dewasa yang gagah tampan dengan wajah bersih bersinar.
Sementara Beru Sibou menjelma menjadi seorang gadis cantik jelita.
Suatu hari Tare Iluh menyampaikan keinginannya pada sang bibi dan juga adiknya Beru Sibou, bahwa ia ingin merantau ke kota.
Tare Iluh ingin hidup mandiri.
Ia berjanji suatu saat akan membalas kebaikan bibinya yang telah mengasuh mereka dari kecil.
"Wahai Bibiku, wahai Adikku, aku ingin pergi merantau ke kota untuk mencari nafkah. Sudah lama bibi mengasuh kami, aku ingin mencari nafkah di kota agar suatu saat bisa membalas kebaikan bibi." kata Tare Iluh.
"Jika memang sudah menjadi kehendakmu, Bibi tak bisa melarang Nak. Berhati-hatilah di negeri orang. Bibi akan selalu mendoakanmu." kata sang bibi.
"Aku tak mau ditinggal kakak, tapi mau bagaimana lagi. Kakak harus berjanji akan segera kembali setelah berhasil nanti." berat hati Beru Sibou merelakan kepergian kakaknya.
“Tentu saja adikku. Kakak pasti akan kembali.” kata Tare Iluh.
Tare Iluh kemudian pergi merantau ke kota dengan membawa bekal yang disiapkan oleh bibinya.
Ia merasa sangat sedih meninggalkan adik dan bibinya tercinta, namun sebagai seorang anak sulung, ia merasa bertanggung jawab untuk memberikan penghidupan yang lebih baik bagi mereka berdua.
Ia tidak ingin terus menerus hidup dalam kemiskinan.
Sesampainya di kota, Tare Iluh kemudian mengerjakan apa saja agar bisa menghidupi dirinya.
Upah hasil bekerja sebagian ia tabung.
Namun, lambat laun ia merasa penghasilan yang ia raih tidak sebanding dengan kerja kerasnya.
Ia kemudian tergoda untuk bermain judi.
Dengan mempertaruhkan uang hasil bekerjanya yang tidak seberapa banyak, Tare Iluh main judi.
Beruntung saat itu ia memenangkan perjudian.
Hal ini membuatnya menjadi ketagihan bermain judi.
“Buat apa Aku bekerja keras sepanjang hari namun hasilnya tidak sepadan. Sementara hanya dengan mempertaruhkan sedikit uang di meja judi, aku bisa mendapat banyak uang. Lebih baik aku bermain judi saja.” kata Tare Iluh.
Semenjak saat itu Tare Iluh menjadi malas bekerja.
Tiap hari kerjanya hanya bertaruh uang di meja judi.
Hingga akhirnya ia terlilit hutang yang sangat banyak akibat kalah berjudi.
Karena tidak sanggup membayar hutang-hutangnya, Tare Iluh mendapat hukuman pasung atau penjara oleh penduduk setempat.
Sementara itu di desa, sepeninggal Tare Iluh, Beru Sibou merasa sedih.
Ia sangat ingin bertemu dengan kakak yang ia cintai.
Telah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun kakak yang dicintainya itu tak kunjung pulang.
Beru Sibou merasa khawatir dengan keselamatan kakaknya.
“Hai Beru Sibou, Aku mendengar kabar dari negeri orang bahwa kakakmu adalah seorang penjudi berat. Ia kini tengah dipasung karena tidak mampu membayar hutang-hutangnya.” kata seorang penduduk desa.
Setelah sekian lama sang kakak pergi di rantau orang, muncullah kabar dari orang-orang di kampung yang mengatakan bahwa Tare Iluh telah berubah menjadi seorang penjudi.
Menurut kabar, Tare Illuh saat ini terancam mendapat hukuman pasung karena terlilit hutang sangat besar.
Mendengar kabar ini, Beru Sibou menjadi semakin bersedih.
Ia hanya bisa menangis setiap hari.
“Duhai kakakku tercinta, benarkah kata orang-orang desa bahwa Engkau kini tengah dipasung di negeri orang?” Beru Sibou meratap.
Suatu hari, Beru Sibou berpapasan dengan seorang kakek tua.
Kakek tersebut bertanya pada Beru Sibou kenapa wajahnya sedih.
"Kenapa wajahmu sedih Nak? Ada masalah apa? Mungkin Kakek bisa membantumu." tanya kakek tua.
"Aku sedang sedih memikirkan kakakku. Namanya Tare Iluh Kek. Ia kini di negeri orang terancam dihukum pasung karena terlilit hutang. Aku ingin sekali bertemu untuk menolong kakakku satu-satunya." kata Beru Sibou.
"Oh rupanya engkau adik Tare Iluh ya. Kakek belum pernah bertemu dengannya tapi pernah mendengar namanya. Kakek dengar ia seorang penjudi berat juga memiliki banyak hutang." kata kakek tua.
"Benar Kek. Lalu apa Kakek tahu dimana negeri tempat kakakku merantau?" tanya Beru Sibou.
"Entahlah, Kakek juga tak tahu dimana. Maaf Nak, kakek tak bisa membantumu tapi kalo boleh Kakek memberi saran, cobalah Nak Beru memanjat pohon tinggi kemudian bernyanyilah dan panggillah nama kakakmu. Siapa tahu kakakmu bisa mendengarnya." kakek tua memberinya saran.
Beru Sibou pun menuruti saran kakek tua.
Ia mencari pohon yang paling tinggi kemudian memanjatnya.
Setelah tiba di puncak pohon, Beru Sibou bernyanyi sambil memanggil-manggil nama kakaknya.
“Tare Iluh, kakakku, dimanakah Engkau? Pulanglah Kak. Hai penduduk negeri yang memasung Kakakku! Aku mohon bebaskanlah ia sekarang juga.” Beru Sibou mengulang-ulang memanggil kakaknya.
Namun ia tidak juga mendapatkan hasil.
Setelah berjam-jam memanggil nama kakaknya, akhirnya Beru Sibou merasa kelelahan.
Ia memutuskan untuk berdoa kepada Yang Maha Kuasa.
"Ya Tuhanku! Hamba ingin bertemu dengan kakak Hamba agar bisa menolongnya. Biarlah Hamba yang membayar hutang-hutangnya. Hamba rela air mata, rambut dan seluruh tubuh hamba dimanfaatkan oleh penduduk negeri yang menghukum kakak Hamba." Beru Sibou berdoa.
Yang Maha Kuasa mengabulkan permintaan Beru Sibou.
Selesai Beru Sibou berdoa, tiba-tiba saja angin bertiup kencang disusul hujan deras dengan kilat menyambar-nyambar bumi.
Pada saat itulah Beru Sibou tiba-tiba berubah menjadi sebuah pohon Aren.
Tubuhnya berubah menjadi Pohon Aren yang dapat menghasilkan buah kolang-kaling sebagai bahan makanan.
Air mata Beru Sibou berubah menjadi tuak atau nira yang dijadikan minuman oleh penduduk negeri.
Sedangkan rambutnya digunakan oleh penduduk sebagai ijuk untuk membuat atap rumah.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja