Masyarakat Alor memiliki warisan budaya yang kaya, salah satunya tercermin dalam arsitektur rumah adat Takpala. Rumah adat ini memiliki atap yang mengerucut seperti segitiga, mencirikan keunikan khas Pulau Alor. Rumah Takpala sering digunakan sebagai tempat berkumpul bagi masyarakat setempat, memperkuat hubungan sosial dan budaya di antara mereka. Pulau Alor sendiri merupakan kawasan dengan sumber daya arkeologi yang kaya, terutama dari masa prasejarah, termasuk tinggalan seperti misba, menhir, rumah adat, dan moko, yang semuanya memiliki nilai historis yang penting untuk dilestarikan. Kampung adat Takpala berada di Kecamatan Alor Tengah Utara, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kampung tradisional ini terdiri dari 16 kepala keluarga, yang mencakup laki-laki, perempuan, anak-anak, dan lansia. Kampung ini merupakan tempat tinggal leluhur suku di Kabupaten Alor, dengan beberapa keluarga masih memilih untuk tinggal di kampung ini, sementara lainnya memilih tinggal di luar kampung tersebut. Masyarakat Alor terdiri dari berbagai suku yang memiliki kepercayaan terhadap wujud tertinggi yang dihormati, yang diwujudkan dalam berbagai bentuk persembahan tradisional. Pulau Alor terkenal dengan ragam hiasnya yang kaya, terutama melalui kain tenun dan ukiran yang memiliki motif serta warna yang beragam. Setiap pola dan warna pada kain tenun Alor memiliki makna yang mendalam, seringkali menggambarkan simbol-simbol yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Motif geometris, belah ketupat, tumpal, binatang, dan tumbuh-tumbuhan adalah beberapa contoh motif yang sering ditemukan pada kain tenun Pulau Alor. Motif-motif ini tidak hanya indah secara visual, tetapi juga memiliki makna simbolis yang mencerminkan kepercayaan dan nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Misalnya, warna merah melambangkan keberanian, hitam melambangkan dukacita, biru melambangkan kesuburan alam, dan putih melambangkan kejujuran dan kesucian. Rumah adat Takpala di Alor memiliki bentuk arsitektur yang unik, yaitu rumah panggung dengan atap limas segitiga. Arsitektur vernakuler ini memiliki filosofi yang mendalam, terbagi menjadi empat tingkat dengan tambahan satu tingkat dasar. Tingkat dasar ini berupa kolong rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal ayam, kambing, serta penyimpanan bahan material. Setiap tingkat rumah Takpala memiliki fungsi yang berbeda, dan semakin ke atas, fungsinya semakin bersifat privat.
Tingkat pertama disebut liktaha, yang berarti bale-bale besar, dan berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Tingkat kedua disebut fala homi, yang berarti di dalam rumah, dan merupakan area keluarga. Tingkat ketiga disebut akui foka, yang berarti gudang makanan, tempat menyimpan bahan makanan. Tingkat keempat atau paling atas disebut akui kiding, yang berarti puncak, dan merupakan bagian paling privat. Untuk menghubungkan setiap tingkat, digunakan tangga khusus yang juga memiliki nama berbeda sesuai dengan tingkat yang dihubungkannya:
Tangga dari lantai dasar ke tingkat pertama disebut lik a-vering, yang berarti tangga bale-bale. Tangga dari tingkat pertama ke tingkat kedua disebut fala a-vering, yang berarti tangga untuk rumah. Tangga dari tingkat kedua ke tingkat ketiga dan dari tingkat ketiga ke tingkat keempat disebut akui a-vering, yang berarti tangga untuk loteng. Rumah adat Takpala ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga menyimpan nilai-nilai budaya dan filosofis yang mendalam, mencerminkan kehidupan masyarakat Alor yang harmonis dengan alam dan adat istiadatnya.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja