Nenek Wini Tange, begitulah nama perempuan tua itu. Penduduk biasa memanggilnya nene' Wini tapi beberapa perempuan lebih suka menyebutnya nenek' Tange. Nenek Wini sama seperti penduduk kampungnya yang hampir seluruh hidupnya mengandalkan dari usaha berkebun dan bertani. Nene Wini juga memiliki beberapa ekor ternak peninggalan suaminya seperti ayam, babi dan kambing.
Seperti halnya rumah-rumah di kampung ini yang berbentuk panggung, kandang ternak-ternaknya ada di bawah lantai rumah. Selain untuk kandang ternak, bagian bawah rumah juga digunakan untuk menyimpan kayu bakar dan peralatan-peralatan berkebun.
Mencari kayu bakar di hutan adalah kegiatan lain yang juga umum dilakukan penduduk kampung, demikian juga nenek Wini apalagi setelah suami yang dicintainya meninggalkannya sendiri. Suaminya meninggalkannya saat umur nenek Wini belum tua dan hanya meninggalkan seorang anak perempuan. Karena ditinggal mati suaminya dalam umur yang belum tua, beberapa lelaki mencoba mendekatinya untuk menjadikannya istri. Namun kecintaannya pada suaminya tak pernah luntur di hati nenek Wini hingga ia memutuskan untuk tetap menjanda dan mengurus sendiri anak perempuan semata wayangnya. Hingga suatu ketika anak perempuannya menikah dan mengikuti suaminya, maka tinggallah nenek Winni sendiri di gubuknya.
Sepeninggal suaminya, nenek Wini mencurahkan kasih sayangnya pada seekor babi yang juga menjadi kesayangan suaminya. Kecintaannya pada sang babi karena nenek Wini percaya bahwa ruh suaminya tetap menjaga melalui babi yang dipeliharanya ini.
Namun entah kenapa ada seorang penduduk kampung yang mendendam kepada nenek Wini karena merasa keinginannya untuk memperistri nenek Wini dulu tidak kesampaian. Rupanya rasa malunya tidak tertanggungkan karena sebagai orang yang tergolong kaya di kampung ini rasanya pamali jika tidak bisa mengambil wanita yang disukainya. Hingga suatu hari saat nenek Wini pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar, datanglah beberapa penduduk kampung suruhan orang yang memendam kebencian kepada nenek Wini dan mengambil babi nenek Wini. Orang ini merasa karena babi nenek Wini-lah yang menyebabkan nenek Wini rela menjanda dan justru mengasihi babinya serta menolak untuk dia peristri.
Setelah menangkap dan mengambil babi nenek, laki-laki ini memutuskan membunuh babi ini dan dia sengaja membagi-bagikan daging babi ini ke seluruh penduduk kampung.
Singkat kata, saat senja nenek Wini pulang dan mendapati di kandang babinya tidak ada lagi babi kesayangannya. Dengan kaki tuanya nenek Wini mencoba bertanya ke tetangganya, namun tidak ada satupun penduduk kampung yang bisa memberitahukannya. Sebenarnya waktu kedatangan nenek Wini yang mencari tahu babinya yang hilang, mereka akhiirnya sadar bahwa daging pemberian yang mereka terima adalah babi nenek Wini namun karena mereka tidak berani memberitahu karena mereka terlanjur telah memasak dan memakannya.
Takut jika babi kesayangannya hilang membuat nenek Wini tetap mencari tahu kesana-kemari ke hutan dan penduduk sekitar namun semua menggelengkan kepala dan tidak ikut membantu mencarinya karena merasa bersalah telah ikut memakan daging babi nenek Wini.
Hingga menjelang tengah malam nenek Wini sampai di ujung rumah nenek Kawena yang merupakan temannya. Dan nenek Kawena bercerita bahwa dia kedatangan salah satu laki-laki yang memberikannya daging babi yang dari laki-laki yang dia tahu memiliki kebencian dengan nenek Wini. Karena merasa sesuatu, nenek Kawena menolak pemberian daging itu. Dengan menahan perasaan yang tak karuan nenek Wini pergi menuju ke rumah lelaki yang dulu pernah memintanya menjadi istri selepas ditinggal suaminya.
Namun seperti diduga, lelaki itu menolak kedatangan nenek Wini dan bahkan dengan kasar mengusirnya. Nenek Wini pergi ke belakang pekarangan rumah lelaki itu dan menemukan tulang-tulang yang dengan perasaan kuat hatinya dia bisa merasakan bahwa tulang-tulang itu adalah dari babi kesayangannya.
Dengan hati remuk redam dan cucuran air mata kesedihan nenek Wini membawa tulang-tulang itu ke gubuknya dan menguburkannya di samping rumahnya.
Setelah peristiwa itu nenek Wini menghilang menyepi ke tempat sepi karena rasa hatinya yang gundah gulana. Dalam penyepiannya itulah nenek Wini kedatangan seorang marapu yang menanyakan keberadaannya. Setelah diceritakan kesedihannya itu akhirnya sang marapu menyanggupi untuk membalaskan rasa sakit hatinya. Maka berpesanlah sang Marapu: "Besok sebelum matahari keluar dari peraduannya, keluarlah kamu dari kampungmu. Bawalah bekal sekedarnya dan ingatlah, sekali engkau meninggalkan kampung ini jangan sekali-kali menoleh ke belakang apapun yang terjadi"
Nenek Wini kembali ke kampungnya dan dalam perjalanan dia ingat akan keberadaan nenek Kawena, maka didatangilah nenek Kawena dan diceritakanlah pertemuaannya dengan seorang marapu. Nenek Wini mengajak nenek Kawena untuk ikut dengannya.
Akhirnya. pagi-pagi buta nenek Wini telah siap dengan bekalnya dan menuju ke nenek Kawena agar bersama-sama pergi meninggalkan kampung ini. Namun ternyata nenek Kawena salah memasak bekal, ternyata waktu sampai di rumah nenek Kawena bakal bekal berupa ubi hutan yang sangat keras belumlah masak.
Matahari hampir muncul saat bekal itu selesai dan mereka buru-buru berjalan meninggalkan kampung mereka. Baru beberapa waktu mereka berjalan, sang surya mulai menampakkan cahaya paginya dan bersamaan dengan itu terdengarlah suara gemuruh dari arah belakang mereka. Karena getaran dan suara yang sedemikian keras tanpa sadar nenek Kawena menoleh ke belakang untuk mencari tahu apa yang terjadi. Maka pada saat itu berubahlah nenek Kawena menjadi sebuah batu. Menyadari hal itu betapa sedih hati nenek Wini namun dengan berat hati tetap dilangkahkan kakinya menjauh dari kampungnya.
Maka kampung nenek Wini tenggelam ke dalam tanah dan menjadi sebuah danau, dan sebuah batu berdiri menjulang di atas tanah yang agak tinggi, itulah yang disebut sebagai batu Kawena.
Demikian tutur yang aku dapatkan dari perjalananku ke sebuah danau Waewini. Sebuah danau yang berair payau yang tidak berada jauh dari pantai. Uniknya danau ini bukannya berasal dari sungai namun demikian air di danau ini tidak pernah kering.
Danau yang walau berair agak payau namun bening ini dikelilingi pepohonan besar yang membuat suasana di danau ini terasa rindang. Danau ini juga digunakan penduduk sekitar untuk diambil airnya bagi keperluan rumah tangga sehari-hari.
Ternak seperti sapi, kerbau atau kuda juga sering kemari untuk minum atau kadang dimandikan pemiliknya di danau ini.
Sumber:
http://andrigely17.blogspot.com/2015/10/legenda-weewini-cerita-rakyat-sumba.html
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...