Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
wayang Kalimantan Selatan banjar
Wayang kulit Banjar
- 2 September 2013 - direvisi ke 2 oleh Borip X7 pada 2 September 2013

Wayang Kulit Banjar adalah wayang kulit yang berkembang dalam budaya suku Banjar di Kalimantan Selatan maupun di daerah perantauan suku seperti di Indragiri Hilir.

Sejarah

Masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan , telah mengenal pertunjukan wayang kulit sekitar awal abad ke-XIV. Pernyataan ini diperkuat karena pada kisaran tahun 1300 sampai dengan 1400, dimana Kerajaan Majapahit telah menguasai sebagian wilayah Kalimantan (Tjilik Riwut, 1993), dan membawa serta menyebarkan pengaruh agama Hindu dengan jalan pertunjukan wayang kulit.

Konon pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Andayaningrat membawa serta seorang dalang wayang kulit bernama Raden Sakar Sungsang lengkap dengan pengrawitnya, pegelaran langsung ( sesuai pakem tradisi Jawa) yang dimainkannya kurang dapat dinikmati oleh masyarakat Banjar, karena lebih banyak menggunakan repertoar dan ideom-ideom jawa, yang sulit untuk dimengerti masyarakat setempat.

Masa perkembangan agama Islam

Pada saat memudarnya kerajaan Majapahit dan mulai berdirinya kerajaan Islam (1526 M), pertunjukan wayang kulit mulai diadaptasi dengan muatan-muatan lokal yang dipelopori oleh Datuk Toya, penyesuaian itu terus berlangsung sampai abad ke-XVI, perlahan-lahan wayang kulit itu berubah, dan sesuai dengan citra rasa dan estetika masyarakat Banjar.

Spesifikasi

Sekarang Wayang Kulit Banjar , telah menjadi seni pertunjukan yang berdiri sendiri dan memiliki ciri-ciri spesifik yang membedakannya dengan jenis wayang kulit lainnya, baik dari segi bentuk, musik/gamelan pengiring, warna , ataupun tata-cara memainkannya, walaupun tokoh-tokoh wayang cenderung mengikuti pakem pewayangan dan juga dikembangkan dari tokoh dan perlambang masyarakat Banjar , seperti terdapatnya gunungan/kayonBatara NaradaArjunawijayajambu Leta PetrukSarawita/BilungSubaliR.Hanoman,Prabu RamaKedakit Klawu atau Raksasadan lainnya.

Bahan dan Bagian Wayang

Bahan untuk membuat wayang kulit di Jawa biasanya adalah kulit/tulang kerbau, mengingat pada saat itu kerbau kurang dibudidayakan, maka bahan untuk membuat wayang kulit Banjar ini berasal dari kulit sapi bahkan adapula yang terbuat dari kulit kambing. Secara umum bentuk dan fostur wayang kulit Banjar relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan wayang kulit yang asal dari Jawa, demikian pula dengan penatahan (ornamen), dan pengecatannya lebih sederhana, mengingat dalam pegelaran wayang kulit Banjar "lebih diutamakan oleh bayangan berdasarkan penglihatan dari belakang layar" , sehingga ornamen, detail dan warna ,kurang terlihat oleh penonton , karena dibatasi oleh layar.

Cerita atau Lakon

Cerita wayang kulit Banjar bersumber dari dua kitab kuno yang berasal dari khasanah Hindu, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Selain dari kedua cerita tersebut , dalang wayang kulit Banjar sering pula menampilkan cerita karangan/ gubahan sendiri yang mereka sebut lakon Carang adan dalam perkembangannya lakon Carang inilah yang menjadi primadona masyarakat Banjar. Selain lakon Carang , di Kalimantan Selatan juga berkembang pertunjukan " Wayang Sampir" , nanggap wayang sampir untuk suatu hajat tertentu disebut manyampir, merupakan ritual yang dipimpin oleh dalang untuk mengusir roh-roh jahat yang mengganggu kehidupan manusia, dan biasanya diselenggarakan dalam bentuk pagelaran padat dengan jangka waktu pelaksanaan pada kisaran dua jam dan kemudian dilanjutkan dengan pagelaran biasa.

Penyelenggaraan

Pertunjukan wayang kulit Banjar biasanya diselenggarakan pada kesempatan khitanan, upacara perkawinan adat, hari-hari besar nasional, ataupun untuk memenuhi nazar seseorang, dengan tempat pertunjukan di tanah lapang, halaman kantor/ rumah yang dapat menampung penonton, yang menyaksikannya dengan berdiri , duduk ataupun lesehan sesuai keinginannya. Pertunjukan wayang kulit Banjar biasanya di atas panggung, lengkap dengan layar dan alat penerangan "blencong" , merupakan lampu dengan sumbu api dengan bahan bakarnya dari minyak kelapa. Pada saat wayang kulit dimainkan oleh dalang, blencong tersebut dipasang di belakang layar, sehingga jatuhnya bayangan dari wayang kulit tepat pada layar . Di sisi kiri dan kanan dalang dipasang barisan wayang kulit, sementara pada penabuh gamelan duduk di belakang dalang sambil memainkan alat musiknya masing-masing.

Dalang[sunting]

Pengetahuan untuk menjadi dalang memiliki tatacara tertentu. Mula-mula diserahkan piduduk (semacam sesajen) kepada guru dalang untuk belajar. Bila murid sudah mengetahui pakem, tahu tentang tembang, mengetahui tentang gamelan maka ia batamat dengan jalan upacara mandi yang disebut badudus kemudian melakukan upacara pernapasan yang disebut bajumbang. Dalam kondisi ini ia (calon dalang) kawin dengan Arjuna. Sebelum memainkan wayang, ia harus mampu mengucapkan Bisik Semar (mantera sebelum mendalang) dan menyarung diri (menitis) dengan Arjuna sebagai dalang sejati.

Spesifikasi

Sekarang Wayang Kulit Banjar , telah menjadi seni pertunjukan yang berdiri sendiri dan memiliki ciri-ciri spesifik yang membedakannya dengan jenis wayang kulit lainnya, baik dari segi bentuk, musik/gamelan pengiring, warna , ataupun tata-cara memainkannya, walaupun tokoh-tokoh wayang cenderung mengikuti pakem pewayangan dan juga dikembangkan dari tokoh dan perlambang masyarakat Banjar , seperti terdapatnya gunungan/kayonBatara NaradaArjunawijayajambu Leta PetrukSarawita/BilungSubaliR.Hanoman,Prabu RamaKedakit Klawu atau Raksasadan lainnya.

Bahan dan Bagian Wayang

Bahan untuk membuat wayang kulit di Jawa biasanya adalah kulit/tulang kerbau, mengingat pada saat itu kerbau kurang dibudidayakan, maka bahan untuk membuat wayang kulit Banjar ini berasal dari kulit sapi bahkan adapula yang terbuat dari kulit kambing. Secara umum bentuk dan fostur wayang kulit Banjar relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan wayang kulit yang asal dari Jawa, demikian pula dengan penatahan (ornamen), dan pengecatannya lebih sederhana, mengingat dalam pegelaran wayang kulit Banjar "lebih diutamakan oleh bayangan berdasarkan penglihatan dari belakang layar" , sehingga ornamen, detail dan warna ,kurang terlihat oleh penonton , karena dibatasi oleh layar.

Cerita atau Lakon[sunting]

Cerita wayang kulit Banjar bersumber dari dua kitab kuno yang berasal dari khasanah Hindu, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Selain dari kedua cerita tersebut , dalang wayang kulit Banjar sering pula menampilkan cerita karangan/ gubahan sendiri yang mereka sebut lakon Carang adan dalam perkembangannya lakon Carang inilah yang menjadi primadona masyarakat Banjar. Selain lakon Carang , di Kalimantan Selatan juga berkembang pertunjukan " Wayang Sampir" , nanggap wayang sampir untuk suatu hajat tertentu disebut manyampir, merupakan ritual yang dipimpin oleh dalang untuk mengusir roh-roh jahat yang mengganggu kehidupan manusia, dan biasanya diselenggarakan dalam bentuk pagelaran padat dengan jangka waktu pelaksanaan pada kisaran dua jam dan kemudian dilanjutkan dengan pagelaran biasa.

Penyelenggaraan

Pertunjukan wayang kulit Banjar biasanya diselenggarakan pada kesempatan khitanan, upacara perkawinan adat, hari-hari besar nasional, ataupun untuk memenuhi nazar seseorang, dengan tempat pertunjukan di tanah lapang, halaman kantor/ rumah yang dapat menampung penonton, yang menyaksikannya dengan berdiri , duduk ataupun lesehan sesuai keinginannya. Pertunjukan wayang kulit Banjar biasanya di atas panggung, lengkap dengan layar dan alat penerangan "blencong" , merupakan lampu dengan sumbu api dengan bahan bakarnya dari minyak kelapa. Pada saat wayang kulit dimainkan oleh dalang, blencong tersebut dipasang di belakang layar, sehingga jatuhnya bayangan dari wayang kulit tepat pada layar . Di sisi kiri dan kanan dalang dipasang barisan wayang kulit, sementara pada penabuh gamelan duduk di belakang dalang sambil memainkan alat musiknya masing-masing.

Dalang

Pengetahuan untuk menjadi dalang memiliki tatacara tertentu. Mula-mula diserahkan piduduk (semacam sesajen) kepada guru dalang untuk belajar. Bila murid sudah mengetahui pakem, tahu tentang tembang, mengetahui tentang gamelan maka ia batamat dengan jalan upacara mandi yang disebut badudus kemudian melakukan upacara pernapasan yang disebut bajumbang. Dalam kondisi ini ia (calon dalang) kawin dengan Arjuna. Sebelum memainkan wayang, ia harus mampu mengucapkan Bisik Semar (mantera sebelum mendalang) dan menyarung diri (menitis) dengan Arjuna sebagai dalang sejati.

 

sumber wikipedia

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Balai Padukuhan Klajuran
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Balai Padukuhan Klajuran merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa yang ditandai oleh bentuk atap limasan dan kampung. Bangunan ini terdiri dari pendhapa, nDalem, dan gandhok, serta menghadap ke selatan. Pendhapa memiliki denah persegi panjang dan merupakan bangunan terbuka dengan atap limasan srotong yang terbuat dari genteng vlam dan rangkaian bambu yang diikat dengan ijuk. Atap tersebut ditopang oleh 16 tiang kayu, termasuk 8 tiang utama dan 8 tiang emper, yang berdiri di atas umpak batu. Di belakang pendhapa terdapat pringgitan yang menyambung dengan nDalem, yang memiliki denah persegi panjang dan atap limasan srotong dengan atap emper di sebelah timur. Atap nDalem terbuat dari genteng vlam, dindingnya dari bata, dan disangga oleh empat tiang di bagian tengah. nDalem memiliki pintu masuk di bagian tengah serta pintu yang menghubungkan dengan gandhok, dan dilengkapi dengan senthong yang terdiri dari senthong tengen, senthong tengah, dan senthong kiwo. Di sebelah timur n...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pesanggrahan Hargopeni
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pesanggrahan Hargopeni adalah rumah tinggal milik Keluarga Kadipaten Pakualaman yang didirikan sekitar tahun 1930-an pada masa Paku Alam VII. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Wreksodiningrat, insinyur pribumi pertama lulusan Belanda dan kerabat Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan ini pernah digunakan untuk menginap delegasi dari Australia selama Perundingan Komisi Tiga Negara pada 13 Januari 1948. Selama Agresi Militer II, bangunan ini menjadi camp tawanan perang Belanda. Saat ini, Pesanggrahan Hargopeni masih dimiliki oleh Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan Hargopeni adalah bangunan milik Kadipaten Pakualaman yang terletak di Jalan Siaga, Pedukuhan Kaliurang, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Difungsikan sebagai tempat penginapan bagi Keluarga Pakualaman, bangunan ini mengusung gaya arsitektur New Indies Style, sebuah perpaduan antara arsitektur modern Belanda dan tradisional Nusantara yang disesuaikan dengan iklim tropis Indonesia. Pesanggrahan Hargopeni menampilk...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Joglo Fajar Krismanto
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Joglo milik Fajar Krismasto dibangun oleh Soerodimedjo (Eyang buyut Fajar Krismasto, seorang Lurah Desa), semula berbentuk limasan. Kemudian dilakukan rehabilitasi menjadi bangunan tradisional dengan tipe Joglo dan digunakan sebagai Kantor Kalurahan Karanglo, tempat pertemuan, pertunjukan kesenian dan kegiatan sosial lainnya. Pada masa perang kemerdekaan, rumah ini digunakan sebagai markas pejuang dan tempat pengungsian Agresi Militer II. Rumah milik Fajar Krismasto merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa tipe Joglo. Mempunyai empat sakaguru di bagian pamidhangan dengan atap brunjung, dan 12 saka pananggap di keempat sisinya. Di ketiga sisi, depan dan samping kiri-kanan terdapat emper. Saka emper terdapat Bahu Danyang untuk menahan cukit. Joglo ini mempunyai lantai Jerambah untuk bagian Pamidhangan dan Pananggap, dan Jogan pada bagian Emper. Di bagian depan dengan dinding dari kayu atau biasa disebut gebyok, sedangkan di bagian lain dengan tembok. Lantainya menggunakan t...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Ginonjing
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Tengah

Ginonjing adalah istilah yang digunakan untuk menamai emansipasi Kartini. Istilah tersebut diambil dari nama gending Ginonjing yang digemarinya dan adik-adiknya. Ginonjing berasal dari kata gonjing dalam bahasa Jawa yang berarti "goyah karena tidak seimbang". Ginonjing juga bisa berarti “digosipkan”. Ungkapan ini mengingatkan kepada gara-gara dalam pewayangan yang memakai ungkapan gonjang-ganjing . Menurut St. Sunardi, istilah itu dipilih Kartini sendiri untuk melukiskan pengalaman batinnya yang tidak menentu. Saat itu, dia sedang menghadapi zaman baru dan mencoba menjadi bagian di dalamnya.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline