Seni Pertunjukan
Seni Pertunjukan
Seni Pertunjukan Daerah Istimewa Yogyakarta Yogyakarta
Wayang Thithi
- 16 Juli 2018
Wayang kulit Cina - Jawa atau yang lebih dikenal dengan sebutan Wayang Thithi mulai dikenal di Yogyakarta pada tahun 1925 hingga sekitar tahun 1967. Istilah thithi sendiri didapat dari suara alat musik yang terbuat dari kayu berlubang yang biasa mengiringi setiap pertunjukan wayang kulit China yang jika dipukul akan mengeluarkan suara thek…thek…thek.. Suatu bunyi yang terdengar di telinga orang Jawa sebagai thi… thi… thi… Untuk lakon sendiri, berbeda dengan wayang kulit Jawa yang selalu mengangkat lakon dari dua epos terkenal yakni Ramayana dan Mahabarata maka untuk wayang thithi ini lakon atau cerita yang dimainkan adalah mitos dan legenda negeri Tiongkok seperti San Pek Eng Tay, Sam Kok, Thig Jing Nga Ha Ping She, dan sebagainya. 
 
Dan karena wayang thithi merupakan sebuah kesenian budaya hasil akulturasi dari kebudayaan China dan Jawa maka tokoh-tokoh yang terdapat dalam lakon wayng thithi inipun perpaduan dari dua kebudayaan ini yaitu nama-nama para tokoh lakon, negara, kerajaan, kadipaten, kahyangan, dan lain-lainnya ditulis menurut nama-nama aslinya (Hokkian), akan tetapi istilah-istilah kepangkatan, jabatan, gelar, dan lain-lain, sebagian besar mempergunakan istilah-istilah Jawa seperti : narendra, pangeran, patih, adipati, bupati, tumenggung, senapati, pandhita, brahmana, radhyan, dyah, abdi, prajurit dan sebagainya. Dan karena pola yang di ambil oleh wayang thithi ini adalah pola pedalangan wayang purwa maka baik janturan, suluk maupun kandha, seluruhnya menggunakan idiom-idiom pedalangan jawa, pun begitu dengan prosesi yang harus dilakukan sang dalang sebelum memulai pertunjukkan wayang thithi seperti dalang harus mengucapkan mantra sebelum memulai pertunjukan. Selain itu, sang dalang juga harus menguasai gendhing (lagu) atau tembang-tembang Jawa, menguasai cerita, menguasai bahasa Jawa dan sebagainya.
 
Buku-buku lakon wayang thithi yang sampai saat ini masih bisa dijumpai adalah milik koleksi pribadi Dr. F. Seltmann di Stuttgart, yang dijual kepada Staatsbibliothek zu di Berlin pada tahun 1995. Naskah-naskah ini dibeli oleh Dr. F. Seltmann ketika ia tinggal di Yogyakarta selama 1 tahun (1964-1965?) dari Gan Thwan Sing (1885-1966). Pembelian naskah-naskah ini melengkapi pembelian satu kotak wayang Cina-Jawa milik Gan Thwan Sing. Teks wayang Cina-Jawa Yogyakarta merupakan teks lakon pergelaran wayang. Cerita-ceritanya ditulis dalam bentuk prosa, berbahasa dan beraksara Jawa. Keunikan naskah ini terletak pada aksara Jawa yang diciptakan oleh Gan Thwan Sing untuk menuliskan nama-nama tokoh Cina, bahasa, aksara dan kisahnya. Naskah lainnya terdapat di beberapa tempat termasuk di rumah warga keturunan dalang wayang thithi itu sendiri. 
 
Secara garis besar lakon yang di tulis dalam bahasa dan huruf Jawa ini diawali dengan lokasi adegan seperti di kerajaan, khayangan dan sebagainya. Kemudian barulah dilanjutkan dengan nama-nama tokoh wayang yang terdapat dalam lakon tersebut, dan diakhiri dengan uraian kisahnya. Tata cara pertunjukan wayang Thithi ini secara umum tidak berbeda dengan wayang kulit purwa, yang terbagi dalam tiga pembabakan. Yaitu : 
 

 

  • Babak awal, pertunjukan diiringi dengan gendhing-gendhing pathet nem.
  • Babak pertengahan, dalang memberi isyarat kepada para pemusik (niyaga) agar sejenak membunyikan gendhing lindur dan disusul dengan gendhing pathet sanga.
  • Babak akhir, pertunjukan diiringi dengan gendhing pathet manyura. Sebagai penutup, iringan musik gamelan menyajikan gendhing ayak-ayakan pamungkas.

 

 
Hanya saja, berbeda dengan wayang kulit purwa, yang memiliki adegan banyolan (punakawan : Semar, Gareng, Petruk, Bagong), pada mulanya dalam pertunjukan wayang Thithi ini tidak dikenal adegan tersebut. Hal ini disebabkan karena tradisi Cina memang tidak mengenal tokoh-tokoh punakawan. Sebagai gantinya, GTS menghentikan jalannya pertunjukan untuk memberi waktu istirahat sang dalang. Masa istirahat ini ditandai dengan ditancapkannya seorang tokoh berbusana petugas keamanan membawa papan pengumuman yang memuat tulisan berbahasa Melayu, beraksara Latin : “Istirahat 10 menit” meski pada perkembangan selanjutnya, Gan Thwan Sing, salah satu tokoh pedalangan wayang thithi menciptakan tokoh-tokoh mirip punakawan, yang diberi busana dan tata rambut bercorak Cina klasik, kecuali Semar. Tokoh Semar sengaja tidak diciptakan karena Gan Thwan Sing memahami makna tokoh Semar bagi orang Jawa. Tokoh Semar adalah lambang kemuliaan bagi orang Jawa. Untuk mengiringi pertunjukan wayang ini, maka digunakanlah musik gamelan seperti halnya wayang kulit purwa. Biasanya digunakan seperangkat gamelan dengan tangga nada slendro dan pelog. Perihal tembang atau gending-gending yang mengiringi wayang ini masih diperlukan penelitian tersendiri yang berkaitan dengan rekonstruksi pertunjukan wayang kulit Cina-Jawa.
 
Sumber: http://arsipbudayanusantara.blogspot.com/2013/06/wayang-thithi-perkawinan-dua-budaya.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Taman Lansia Ceria
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...

avatar
Seraphimuriel
Gambar Entri
Pecel Mie
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Timur

Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap

avatar
Netizen
Gambar Entri
Wisma Gadjah Mada
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...

avatar
Seraphimuriel
Gambar Entri
Rumah Indis Wisma RRI
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.

avatar
Seraphimuriel