Tamu dari luar daerah sering bertanya mengenai istilah khas dari kuliner Banjar, yaitu wadai 41. Mereka bertanya-tanya bagaimana bentuk dan rupanya kue yang dinamakan 41 itu. Ada yang beranggapan wadai 41 ini adalah satu macam kue, tetapi sebenarnya wadai 41 ini adalah jumlah dari wadai/kue khas dari daerah Kalimantan Selatan yang merupakan resep turun temurun sejak zaman Kesultanan Banjar. Kalimantan Selatan dengan mayoritas orang Banjar sebagai penduduknya telah lama mengenal dan dikenal sebagai pembuat atau penghasil wadai-wadai (kue-kue) tradisional yang beraneka ragam. Pembuatan wadai Banjar sejak dahulu sampai sekarang tetap berlanjut dan dilakukan masyarakat Banjar dengan berbagai jenisnya itu demikian juga unsur-unsur bahan pokoknya tidak jauh berbeda, hanya cara pengolahan dan bentuknya yang bervariasi. Sedangkan bahan yang digunakan untuk membuat bermacam jenis wadai Banjar tersebut memiliki makna atau nilai filosofis tersendiri dan sudah ditafsirkan serta diyakini mengandung manfaat bagi kehidupan. Pembuatan wadai tradisional Banjar tersebut harus diakui kebanyakan masih berada di pedesaan karena keterikatannya dengan adat yang turun temurun dan kepercayaan masyarakat pada zaman dahulu tentang adanya makhluk2 ghaib, sehingga pada setiap upacara adat mengharuskan tersedianya piduduk yang terdiri dari buah kelapa, gula merah, beras, ketan dan telur ayam. Dari bahan-bahan tersebut masyarakat Banjar dapat membuat wadai-wadai tradisional dengan berbagai macam bentuk, warna serta nama yang berbeda sehingga disebut dengan wadai 41 macam.
Penyediaan wadai 41 macam tersebut dimaksudkan sebagai hidangan atau sesajian dengan tujuan agar makhluk-mahkluk ghaib tersebut tidak mengganggu kehidupan masyarakat disekitarnya, sehingga masyarakat dapat hidup tenang dan tentram. Selanjutnya dalam pengolahanpun tidak sembarang orang yang bisa memasaknya karena ada persyaratan yaitu orang atau ibu-ibu yang memasaknya harus dalam keadaan suci atau tidak dalam keadaan haid. Dalam pemilihan warna, masyarakat juga memilih warna yang mempunyai arti dan perlambang yang berhubungan dengan kelangsungan hidup manusia, yaitu warna merah, putih, hijau dan kuning. Warna merah, dilambangkan sebagai tersediaanya darah yang mengalir ditubuh manusia. Warna putih adalah sumsum yang juga sangat penting bagi tubuh. Warna hijau untuk kesuburan dan kemakmuran sedangkan warna kuning untuk keagungan dan kewibawaan. Semua warna-warna yang disebutkan di atas diyakini berpengaruh dalam pertumbuhan tubuh manusia dengan tata cara hidup manusia sebagai makhluk hidup yang dinamis dan kreatif bersikap. Seiring dengan berjalannya waktu dan masuknya berbagai suku ke daerah Banjar, maka ilmu pengetahuan pun semakin berkembang. Wadai tradisional sedikit demi sedikit mulai mengalaml perubahan baik dalam hal bahan, bentuk, peralatan maupun cara pengolahannya. Walaupun semua sudah serba modern, namun masih ada sebagian masyarakat yang menjalankan adat istiadat seperti meskipun memasak wadai tersebut tidak untuk upacara adat, namun sebelum wadai-wadai tersebut dipindahkan ke dalam wadah tetap harus diambil lebih dahulu serba sedikit untuk suguhan makhluk-makhluk ghaib tersebut, atau paling tidak orang yang memasaknya seperti yang sudah diadatkan akan mengatakan “kalau kepingin wadai yang mana, silahkan ambil saja”. Ini maksudnya ditujukan kepada makhluk gaib yang diyakini ada di sekitar. Pada perkembangan selanjutnya produksi dan promosi wadai Banjar tersebut sudah mulai dilakukan oleh masyarakat perkotaan, hal ini disebabkan karena kesadaran masyarakatnya dan pemerintah yang mengharapkan keberadaan wadai Banjar ini tetap eksis sebagai kuliner orang Banjar yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Hal tersebut sudah dilakukan baik pada setiap acara perkawinan atau upacara resmi wadai Banjar selalu disajikan.
Kemudian pada bulan Ramadhan pun semua jenis dan macam wadai Banjar dipasarkan secara khusus dan dikenalkan kepada masyarakat luas, dalam event tahunan yang disebut Ramadhan Cake Fair. Melalui event tahunan tersebut masyarakat mengetahui dan merasakan betapa banyak jenis dan ragam serta nikmatnya kuliner Banjar sehingga mereka selalu merindukan wadai-wadai Banjar.
Sebelum masuknya agama Islam masyarakat menganut agama animisme, percaya dengan adanya makhlukmakhluk halus (gaib) yang kadang bisa mengganggu kehidupan manusia. Mereka percaya bahwa makhluk tersebut juga perlu makan dan sangat menyukai makanan yang bahannya ada unsur dari santan, gula merah, ketan, telur, buah kelapa (piduduk). Sehubungan dengan itu maka masyarakat membuat wadai-wadai dari campuran bahan-bahan tersebut, dengan berbagai bentuk rupa dan jenisnya yang penuh dengan perlambang hingga menjadi wadai tradisional yang berjumlah 41 macam, ditambah dengan kopi pahit dan kopi manis. Atur dahar (memberi makan makhluk gaib) ini dilakukan dan disajikan dalam kurun waktu setahun sekali. Dengan atur dahar tersebut, mereka percaya kehidupan dan ketenangan mereka tidak akan diganggu oleh makhlukmahkluk gaib tersebut. Dengan sedikit memahami makna dan arti perlambang dari sesajian dalam bermacam upacara adat, dapatlah kita mengerti dan merasakan hal-hal yang ingin dicapai yaitu tujuan penyelenggaraan penyediaan makanan (wadai) dimaksud. Pada setiap penyelenggaraan upacara adat dihidangkan makanan
tertentu yang masingmasing mempunyai makna dan pengertian tersendiri. Begitu juga bahan-bahan mentah yang digunakan mempunyai makna tertentu, termasuk pula warna dan bentuk serta teknis memasaknya.
Cara memasak wadai bagi orang Banjar pada mulanya sangat sederhana yaitu dengan cara dijarang (direbus), dibanam (dibakar), dipanggang, disanga (digoreng), dan disumap (dikukus). Alatnya pun sangat sederhana pula yaitu berupa panci yang terbuat dari seng untuk menjarang (merebus) , rinjing (wajan) dari aluminium untuk menyanga (menggoreng), tuangan dari kuningan ditutup dengan seng bekas yang diatasnya ada bara api untuk membanam (membakar), seblokan/panci dandangan untuk menyumap (mengukus), dan dapur dari tanah liat yang berisi bara dari kayu untuk memanggang.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan maka peralatan masak memasak pun mulai diproduksi dengan sangat canggih dan multi fungsi. Pada zaman dahulu peralatan memasak menggunakan dapur atau tungku dari tanah liat, untuk pemanas dari panas api atau bara api dari arang, waktu masaknya wadai juga memakan waktu yang lama, namun pada zaman sekarang orang memasak sangat praktis, bisa dengan memakai kompor gas atau kompor listrik, sedangkan tempat memanggang bisa menggunakan oven atau mecroweft dan waktu masaknya pun lebih cepat dan dapat diatur dengan memakai timer.
Tujuan dari semua upacara adat ini seperti telah dikemukakan adalah untuk mengatur dahar atau memberi makan kepada makhluk-makhluk ghaib dengan harapan agar tidak mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup manusia. Atur dahar yang merupakan suatu adat dan kebiasaan dari masyarakat Banjar sebagai pendukungnya diwujudkan dalam bentuk hidangan sesajian berupa wadai-wadai tradisional. Pada upacara menyanggar banua, wadai-wadai tradisional diolah dan diletakkan pada langgatan, yang terbuat dari daun pucuk kelapa dibentuk segi empat bertingkat tujuh seperti kerucut dan digantung di tengah ruangan. Di setiap tingkat diletakkan wadai-wadai tersebut kemudian mereka mengelilingi langgatan dengan menari dan bemamang atau berdoa kepada sanghyang (Tuhan yang Maha Kuasa) atau sekarang bagi orang Islam Allah SWT. Setelah masuknya agama Islam maka tujuan dan bentuk upacara tersebut mulai berubah sekarang lebih ditekankan pada pembacaan do’a mohon keselamatan dan berkah kepada Yang Maha Kuasa untuk memohon kebaikan di dunia dan akhirat. Banyak upacara adat yang disesuaikan dengan syariat Islam, dan ini juga sekaligus menghindari keritikan yang mengaitkan dengan prilaku maupun perbuatan syirik.
Dalam sajian upacara adat, ada 4 (empat) warna yang selalu ditampilkan, yaitu warna merah, putih, kuning dan hijau. Ke empat warna tersebut dipercayai memiliki makna tertentu yaitu: Merah, ibarat darah yang ada di dalam tubuh dapat juga dikatakan sebagai kesungguhan lahir, Putih, ibarat sumsum yang ada di dalam tulang, bisa juga bemakna kesucian batin. Kuning warna keagungan dan kewibawaan. Hijau, lambang kesuburan dan kemakmuran. Semua itu berhubungan dengan kesehatan tubuh dan kelangsungan hidup manusia.
Untuk pembuatan bahan pewarna ini, diperlukan bahan-bahan seperti untuk warna merah bahannya adalah dari gula merah, untuk warna hijau diambil dari air perasan daun pandan atau suji, untuk warna kuning dari air perasan kunyit, sedangkan warna putih berarti tanpa bahan pewarna sama sekali. Apalagi jika memasaknya ada yang dengan cara digoreng, maka warna putihnya pun kadang kurang terlihat jelas warna putihnya. Sehingga untuk menyatakan warna putih dipakai simbol gula putih. Sebelum masuknya agama Islam, semula ada 7 (tujuh) warna yang mempunyai makna tertentu dalam berbagai sajian upacara adat. Tujuh warna adalah sesuai warna pelangi ditambah dengan warna hitam yang bermakna tujuh petala langit dan bumi menuju ke alam atas atau surga. Ini biasanya ada pada sesajian upacara adat manyanggar banua, antara lain berupa punjung (nasi dibentuk kerucut).
Sumber: http://kesultananbanjar.com
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...