×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

upacara adat

Provinsi

Maluku

Upacara masa kehamilan - Suku Nuaulu (Maluku)

Tanggal 15 May 2016 oleh Ressy vemialita.

Nuaulu adalah salah satu sukubangsa yang ada di Provinsi Maluku, Indonesia. Mereka mendiami salah satu pulau yang tergabung dalam provinsi tersebut, yaitu Pulau Seram yang termasuk dalam wilayah Maluku Tengah. Di kalangan mereka ada suatu tradisi yang termasuk dalam upacara lingkaran hidup individu, yaitu upacara yang berkenaan dengan masa kandungan seseorang apabila telah mencapai usia sembilan bulan.

Kehamilan bagi masyarakat Nuaulu dianggap sebagai suatu peristiwa biasa, khususnya masa kehamilan seorang perempuan pada bulan pertama hingga bulan kedelapan. Namun pada saat usia kandungan seorang perempuan telah mencapai sembilan bulan, barulah mereka akan mengadakan suatu upacara. Upacara baru diadakan pada usia kandungan telah mencapai sembilan bulan karena masyarakat Nuaulu mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang perempuan telah mencapai 9 bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib. Bukan saja bagi dirinya sendiri dan anak yang dikandungnya, tetapi juga orang lain di sekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Dan, untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil perlu diasingkan dengan menempatkannya di posuno.

Selain itu mereka juga beranggapan bahwa pada hakekatnya kehidupan seorang anak manusia itu baru tercipta atau baru dimulai sejak dalam kandungan yang telah berusia 9 bulan. jadi dalam hal ini (masa kehamilan 1-8 bulan) oleh mereka bukan dianggap merupakan suatu proses dimulainya bentuk kehidupan.

Waktu, Tempat, Pemimpin dan Pihak-pihak yang Terlibat dalam Upacara
Penyelenggaraan upacara kehamilan diadakan ketika usia kandungan seorang perempuan telah mencapai sembilan bulan. Patokan yang dipakai untuk mengetahui usia kandungan seorang perempuan adalah dengan meraba bagian perut perempuan tersebut yang dilakukan oleh dukun beranak (irihitipue). Apabila irihitipue menyatakan bahwa usia kandungan perempuan tersebut telah mencapai 9 bulan, maka ia akan mengisyaratkan kepada seluruh perempuan dewasa anggota kerabat perempuan tersebut untuk segera mempersiapkan perlengkapan, peralatan dan bermusyawarah untuk menentukan waktu penyelenggaraan upacara (dapat pagi, siang atau sore hari). Musyawarah penentuan hari oleh perempuan dewasa anggota kerabat perempuan yang sedang mengandung itu dinamakan mawe. Jadi, penentuan kapan akan dilaksanakan upacara kehamilan tergantung dari hasil mawe tersebut. Sebagai catatan, upacara masa kehamilan tidak boleh dilaksanakan pada malam, karena malam hari dianggap saat-saat bergentayangan berbagai jenis roh jahat yang dapat menyusup ke tubuh ibu maupun sang jabang bayinya, sehingga bisa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan (buruk) pada anak yang bersangkutan. Sedangkan tempat pelaksanaan upacara kehamilan sembilan bulan dilakukan di rumah perempuan yang sedang mengandung dan di posuno.

Penyelenggaran upacara kehamilan sembilan bulan melibatkan di dalamnya pemimpin upacara dan peserta upacara. Pemimpin upacara adalah irihitipue (dukun beranak). Irihitipue adalah suatu gelar khusus bagi seorang perempuan yang bertugas membantu dalam proses melahirkan. Dengan kata lain, irihitipue dapat disebut sebagai bidan tradisional atau dukun bayi. Selain sebagai dukun, irihitipue juga dianggap sebagai orang yang berpengetahuan tentang hal-hal gaib yang berkisar di sekitar dunia roh. Oleh karena itu, dia biberi hak dan tanggung sebagai penyelenggara teknis upacara bagi perempuan, baik upacara haid pertama, kehamilan, maupun upacara setelah melahirkan.

Sedangkan peserta upacara adalah para perempuan dewasa dari soa (kelompok kerabat) perempuan yang hamil dan suaminya. Mereka akan mengikuti prosesi upacara, baik di rumah maupun di posuno. Selain itu mereka jugalah yang menyediakan segala perlengkapan, menentukan waktu akan dilangsungkannya upacara dan sebagai saksi pelaksanaan upacara.

 
Peralatan
Peralatan yang perlu dipersiapkan dalam upacara kehamilan pada suku bangsa Nuaulu hanyalah sebuah posuno. Posuno adalah bangunan yang dibuat khusus untuk pelaksanaan upacara yang didirikan di tengah-tengah hutan. Tujuan dari pendirian bangunan tersebut adalah untuk pengasingan bagi kaum perempuan apabila akan melahirkan dan bagi perempuan yang sedang haid. Kaum laki-laki tidak boleh mendekati bangunan ini. Hal itu disebabkan adanya kepercayaan bahwa jika ada laki-laki yang mendekatinya, maka laki-laki tersebut akan dihinggapi oleh kekuatan gaib yang bersifat destruktif.

 
Jalannya Upacara
Ketika seorang perempuan yang masa kehamilannya telah mencapai 9 bulan, maka ia akan diantar oleh irihitipue (dukun beranak) dan kaum perempuan yang ada di dalam rumah atau tetangga yang telah dewasa menuju ke posuno. Pada waktu perempuan tersebut berada di depan pintu posuno, irihitipue membancakan mantra-mantra yang berfungsi sebagai penolak bala. Mantra tersebut dibaca oleh irihitipue dalam hati (tanpa bersuara) dengan tujuan agar tidak dapat diketahui oleh orang lain, karena bersifat sangat rahasia. Hanya irihitipue dan anggota keluarga intinya saja yang mengetahui mantra tersebut.

Selesai membaca mantra, perempuan hamil tersebut diantar masuk ke dalam posuno. Rombongan kemudian pulang meninggalkan wanita tersebut. Dia setiap saat dikunjungi oleh irihitipue untuk memeriksa keadaan dirinya. Semua keperluan wanita hamil ini dilayani oleh wanita-wanita kerabatnya. Sebagai catatan, dia akan tetap berdiam disitu tidak hanya sampai selesainya upacara kehamilan 9 bulan, tetapi sampai tiba saat melahirkan hingga 40 hari setelah melahirkan.

Setelah si perempuan hamil berada di posuno, maka pihak keluarga akan memberitahukan kepada seluruh perempuan dewasa dari kelompok kerabat (soa) perempuan hamil tersebut dan dari kelompok kerabat suaminya untuk berkumpul di rumah perempuan tersebut dan selanjutnya pergi menuju ke posuno untuk mengikuti upacara masa hamil sembilan bulan. Sebelum mereka menuju ke posuno, para perempuan dewasa tersebut akan berkumpul berkeliling di dalam rumah untuk memanjatkan doa kepada Upu Kuanahatana agar si perempuan yang sedang hamil selalu dilindungi dan terbebas dari pengaruh roh-roh jahat.

Usai memanjatkan doa di dalam rumah, mereka menuju ke posuno bersama-sama dan dipimpin oleh irihitipue. Setelah sampai di posuno, mereka kemudian duduk mengelilingi si perempuan hamil tersebut, sedangkan irihitipue mendekati si perempuan dan duduk di sampingnya. Perempuan hamil tersebut kemudian dibaringkan oleh irihitipue lalu diusap-usap perutnya sambil irihitipue mengucapkan mantra-mantra yang tujuannya adalah untuk memohon keselamatan dan perlindungan dari Upu Kuanahatana. Pada saat irihitipue mengusap-usap perut perempuan hamil tersebut, para kerabatnya yang duduk mengelilingi pun juga memanjatkan doa-doda kepada upu kuanahatana.

Dengan selesainya pembacaan mantra, maka selesailah pula pelaksanaan upacara masa kehamilan sembilan bulan. Para kerabat dan irihitipue kemudian pulang ke rumah masing-masing. Sementara si perempuan hamil tetap tinggal di posuno hingga melahirkan dan 40 hari setelah masa melahirkan. Untuk keperluan makan dan minum selama berhari-hari di posuno, pihak kerabatnya sendiri (soanya) akan selalu mengantarkan makanan dan minuman kepadanya.

 
Nilai Budaya
Ada beberapa nilai yang terkandung dalam upacara masa kehamilan sembilan bulan. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kebersamaan, gotong-royong, keselamatan, dan religius.

Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya sebagian besar anggota keluarga dan masyarakat dalam suatu tempat (pada saat acara pesta suu anaku) untuk makan bersama. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam lingkungannya. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama.

Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan makanan dan minuman bagi perempuan yang hamil dan menjadi pemimpin upacara.

Nilai keselamatan tercermin dalam adanya kepercayaan bahwa pada masa usia kehamilan yang telah mencapai sembilan bulan adalah masa yang dianggap kritis bagi seorang perempuan, karena pada masa inilah ia dan bayi yang dikandungkan rentan terhadap bahaya-bahaya gaib yang berasal dari roh-roh jahat yang dapat berakibat buruk pada keselamatan dirinya sendiri maupun bayinya. Untuk mengatasi gangguan-gangguan roh-roh halus tersebut, maka perlu diadakan suatu upacara untuk mencari keselamatan keselamatan pada tahap peralihan dari masa di dalam kandungan menuju ke kehidupan di dunia.

Nilai religius tercermin dalam doa bersama yang dilakukan oleh kelompok kerabat perempuan, baik sebelum berangkat ke posuno maupun pada saat berlangsungnya upacara. Tujuannya adalah agar sang bayi mendapatkan perlindungan dari Upu Kuanahatana dan roh-roh para leluhur. 

 
Sumber:
Suradi Hp, dkk. 1982. Upacara Tradisional Daerah Maluku. Ambon: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
http://www.kongresbud.budpar.go.id
http://www.bakti.org
http://www.ensiklopedia.net

 

DISKUSI


TERBARU


Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

Refleksi Realit...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Refleksi Keraton Yogyakarta Melalui Perspektif Sosiologis

Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya manusia menjadi penyebab munculnya kebudayaan. Kebudayaan sangat penting dalam k...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...