Ritual
Ritual
Ritual Maluku Utara Aceh
Upacara Turun Sawah
- 21 Januari 2015

Pendahuluan
Mata pencaharian utama mayoritas penduduk Aceh adalah di sektor pertanian. Pada akhir Pelita keempat, penduduk Aceh yang bekerja di sektor pertanian yang meliputi pertanian tanaman, perikanan, perkebunan, peternakan dan kehutanan tercatat telah mencapai 993.318 orang atau 71,68 prosen dari jumlah angkatan kerja sebanyak 1.385.668 orang. Tingginya prosentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian menunjukkan bahwa peluang kerja di sektor lain belum cukup berkembang.

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki lahan sawah seluas 258.266 hektar dan lahan kering yang dapat digunakan untuk kegiatan pertanian 386.742 hektar. Lahan tersebut tersebar di semua Daerah Tingkat II (Dati II). Sementara yang berusaha di perkebunan, ada pada perkebunan besar dan perkebunan rakyat.

Sebagian besar areal perkebunan yang ada merupakan perkebunan rakyat yang mencapai 72 persen (akhir Pelita keempat). Usaha perkebunan rakyat yang dikelola oleh petani perorangan dan badan hukum atas tanah yang berstatus Hak Guna Usaha (HGU). Dari seluruh areal perkebunan besar, sekitar 77,2 persen diusahakan oleh swasta.

Mengingat begitu banyak harapan yang bertumpu pada sektor pertanian maka besar pula apresiasi masyarakat terhadap keberadaannya. Pertanian bukan jenis mata pencaharian baru, sektor ini telah digeluti sejak zaman nenek moyang di seluruh belahan bumi. Karena bidang ini berhubungan langsung dengan kelangsungan hidup manusia. Sehingga sebagai wujud penghargaan, penghormatan akan alam yang menjadi media serta pengharapan, maka dalam pelaksanaannya manusia membudayakan serangkaian upacara yang telah menjadi tradisi di suatu daerah dan dilaksanakan secara turun-temurun.

Salah satu apresiasi masyarakat ini diwujudkan dalam berbagai upacara tradisional berupa ritual adat yang berbeda caranya antara satu daerah dengan daerah lainnya. Upacara tersebut ada yang berkaitan dengan kepercayaan, agama, daur hidup dan ada pula yang berkaitan dengan sosial masyarakat.

Dilihat dari etimologi, upacara itu sendiri merupakan perayaan atau kegiatan selebrasi karena alasan-alasan tertentu. Kemudian upacara tersebut dilaksanakan dalam lingkup adat istiadat secara berkelanjutan dan sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku.

Yang dimaksud adat istiadat adalah aturan tentang beberapa segi aturan tentang beberapa aspek kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah tertentu di Indonesia sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya.

Salah satu upacara adat yang masih dilaksanakan dan terus dilestarikan khususnya di Nanggroe Aceh Darussalam adalah Upacara Turun ke Sawah atau dalam bahasa Aceh sering disebut Adat Tron U Blang.

Upacara ini merupakan suatu tradisi adat tahunan dalam pengerjaan sawah yang dilaksanakan di areal persawahan oleh kaum petani, perangkat adat dan masyarakat terutama petani yang mempunyai lahan persawahan untuk memberkati sawahnya.

Khanduri Tron U Blang dilakukan dalam tiga tahapan yaitu menjelang turun ke sawah, ketika padi berbuah dan sesudah masa menuai. Dalam tiap tahapan, upacara tradisional digelar dengan maksud dan tujuan berbeda yang saat ini dapat kita tinjau dalam konteks kekiniannya.

Menjelang Turun ke Sawah
Sebelum masa penanaman benih dimulai, dikenal satu tradisi yang disebut Khanduri ulee Lhueng atau Babah Lhueng yang dilaksanakan pada saat air dimasukkan ke dalam alur pengairan dipimpin oleh seorang Kuejren Blang dengan melibatkan para petani yang memiliki areal persawahan di daerah tersebut. Upacara ini biasanya diselenggarakan secara masal.

Dalam upacara ini dilaksanakan ritual berupa penyembelihan hewan seperti kerbau dan kambing pada babah Lhueng atau mulut parit pengairan menuju lahan, sehingga darah yang mengalir ke parit mengalir bersama air ke lahan-lahan persawahan milik petani tadi.

Menurut para petani, berkah dan doa yang diucapkan agar benih padi yang mereka tanam nantinya akan tumbuh subur akan mengalir melalui media darah ke setiap petak sawah yang ada.

Seperti yang kita temui saat ini, pupuk-pupuk tanaman yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian pada umumnya, seperti penggunaan pupuk urea dan pupuk berbahan kimia lainnya, semuanya diberikan pada masa pertumbuhan hingga masa panen dengan hitungan waktu masing-masing.

Sedangkan pada awal, sebelum masa tanam tidak ada pupuk tertentu yang diberikan untuk pengolahan media tanah. Saat itulah darah hewan tadi bekerja memperkaya unsur-unsur hara di dalam tanah.
Namun bila dipandang dari sisi lain, darah kerbau atau kambing juga memiliki fungsi lain pada tahap sebelum penanaman. Darah hewan sebenarnya dapat juga menyuburkan sawah. Dapat diperhatikan, saat ini kaum ibu yag suka menanam bunga di halaman rumah sering menyiram bunganya dengan air basuhan ikan yang mengandung darah, air tersebut dipercaya dapat menyuburkan tanaman sehingga tanaman mereka akan lebih hijau dan cepat berbunga.

Demikian pula dengan darah kerbau yang mengalir ke lahan persawahan tentu dapat membantu menyuburkan tanah yang sebentar lagi akan ditanami padi.
Para petani sering dikarakteristikkan sebagai masyarakat gotong royong. Mereka bergotong royong sejak sebelum padi ditanam. Sebagaimana tergambar dalam Upacara Tron U Blang ini, mereka bekerja bersama-sama menyelenggarakan upacara untuk sawah mereka.

Bersama-sama menyediakan hewan penyembelihan, memasak dan menyediakan lauk pauk lainnya untuk melengkapi Khanduri di lokasi upacara. Untuk itu dibutuhkan tempat yang lebih luas seperti lapangan di dekat areal persawahan atau lahan persawahan itu sendiri yang berada di tengah sebelum penanaman.

Biasanya di daerah-daerah tertentu memang ada satu lahan yang dibiarkan untuk tempat penyelenggaraan Khanduri setiap tahunnya. Di lahan itu di tanam pepohonan yang rindang yang kemudian dapat dijadikan tempat berteduh dan beristirahat bagi petani.

Tidak itu saja, lahan itu juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat untuk mengumpulkan padi yang telah dipanen (Phui Pade) sebelum digirik. Kemudian disitu pula kaum ibu dapat membantu mengangin-anginkan, membersihkan dan menyiangi padi, setelah itu baru dibawa pulang.

Selesainya upacara Tron U Blang tersebut merupakan pertanda bahwa lahan atau tanah telah siap menerima benih baru, masa tanam dapat segera dilaksanakan. Makna lebih dalam dari hal ini adalah agar para petani dapat dengan serentak menggarap lahan persawahannya, sehingga nanti dapat pula saling menjaga dan mengawasi padinya bersama-sama atau paling tidak setiap proses, mulai masa tanam hingga masa panen dapat terus dilaksanakan bersama-sama, mengeluarkan zakat bahkan hingga menikmati hasilnya. Nilai kekeluargaan yang tumbuh menjadi begitu kental terasa di sawah dan terbawa pula sampai ke lingkungan rumah dan sosial masyarakat.

Masa Padi Berbuah
Pada tahap berikutnya, setelah masa tanam tepatnya saat padi telah setengah umur yaitu ketika batang padi membulat, biji padi mulai berisi atau biasanya disebut masa bunting/dara ada lagi ritual yang harus dijalankan.

Namun pada umumnya tidak lagi diselenggarakan bersama-sama. Khanduri hanya dilakukan oleh keluarga petani yang memiliki kemudahan / rezeki untuk melaksanakannya. Tapi biasanya Khanduri tetap dilakukan walaupun secara sederhana. Bagi mereka yang ekonominya lemah dapat melaksanakannya dengan memberi makan seorang yatim untuk sekali waktu.

Upacara tahap kedua ini dikenal dengan istilah Geuba Geuco dimana dalam ritual pelaksanaan upacaranya dilaksanakan di kuburan yang dianggap keuramat. Hal itu dimaksudkan agar padi terhindar dari hama dan penyakit sehingga dapat panen dengan hasil yang baik.

Namun ritual yang satu ini juga telah mengalami pergeseran. Kepercayaan dinamisme seperti yang dilakukan dalam upacara Geuba Geuco ini sudah sangat jarang ditemui. Sekarang para petani cenderung melakukan hajatan atau syukuran atas kesuburan padi.
Upacara dapat dilakukan dirumah, tetapi ritual itu sendiri tetap dilakukan di sawah, pada beberapa petak saja yang dipeusijuek secara simbolik. Sementara doa disampaikan untuk seluruh lahan si empunya hajatan.

Tidak ada ketentuan seberapa besar Khanduri dilaksanakan, yang jelas tidak boleh sampai memberatkan si petani. Karena yang terpenting adalah niat yang tulus. Sebagaimana pendapat para ulama, bahwa Khanduri boleh dilakukan sejauh tidak berlebihan, memberi kebaikan dan bermanfaat.

Bila dianalisa lebih dalam Khanduri ini memiliki nilai keagamaan. Bukankah Tuhan menjanjikan rezeki yang berlipat ganda atas sebuah keikhlasan? Jadi jika hari ini petani dengan ikhlas membagikan rezekinya, di hari lainnya Tuhan akan membalasnya dengan menggandakan keikhlasannya dan bisa saja imabalan itu diberikan melalui padi yang ditanamnya.

Sesudah Masa Menuai
Tahap kedua usai maka tahap ketiga menanti. Upacara terakhir adalah Khanduri Pade Baro. Upacara ini dilaksanakan sesudah panen atau setelah kegiatan menuai selesai. Saat itu para petani telah sedikit berleha-leha karena tugas di sawah baru selesai.

Upacara tersebut dilaksanakan oleh masing-masing petani di rumah mereka dengan tujuan untuk memperoleh berkah. Artinya setelah imbalan atas keikhlasan diperoleh maka selanjutnya ia harus mengadakan Khanduri lagi agar apa yang ia dpat dalm masa panen kali ini diberkati oleh Allah SWT, bila hasilnya dijual dan diuangkan maka dapat pula digunakan dengan benar an membawa kebaikan lagi bagi si petani dan keluarganya.

Dalam upacara ini digelar kegiatan doa bersama di rumah, mengundang kerabat dekat, anak yatim dan orang yang kurang mampu untuk turut mencicipi padi yang baru dipanen itu sebagai suatu wujud kesyukuran atas rezeki yang telah diberikan Allah SWT kali ini.

Berbagi, kata ini mengandung arti penting dan sangat dalam bagi masyarakat petani. Lihat saja, betapa senangnya mereka ketika banyak orang dapat mencicipi hasil panennya, padi yang dengan keringatnya selama berbulan-bulan dijaga dan diperhatikannya kini dapat dicicipi. Peluhnya seakan terbayar dengan ucapan syukur dari penikmatnya, karena setelah tamu yang datang merasa kenyang maka kata Alhamdulillah mewakili doa paling makbul akan kesyukuran. Dari setiap kata itu mengalir pula harapan semoga panen di musim tanam yang akan datang hasilnya akan lebih baik lagi.

Tradisi ini memang tidak dilaksanakan secara serentak, bila ada beberapa orang hendak mengadakan Khanduri itu maka waktu pelaksanaannya tidak boleh bersamaan. Oleh karena itu, petani harus memusyawarahkan terlebih dahulu dengan Keujren Blang, Imum Meunasah dan Keuchik untuk menentukan waktunya.

Sebenarnya meskipun setiap petani memulai masa tanam secara bersamaan, masa panen dapat saja berbeda, karena tingkat kesuburan tanah, bibit yang ditanam dan pupuk yang digunakan berdeda. Tapi perbedaan itu tentu saja tidak begitu mencolok.
Baiknya, dengan begitu, saudara, tetangga dan kerabat yang tinggal di desa yang sama yang datang tidak bingung kemana harus menghadiri undangan. Khanduri si A atau si B. Satu waktu makan di satu tempat tentunya lebih berkah daripada satu waktu makan di banyak tempat.

Hal lain yang tak kalah pentingnya dalam upacara tahap ketiga ini adalah menuanaikan zakat. Bagi hasil panen yang telah sampai hisabnya diwajibkan membayar zakat, sehingga tamu penting yang seharusnya diundang dalam upacara ini adalah pengurus zakat di desa yang bertugas menerima zakat.
Selesainya penyerahan zakat maka berakhir pula tugas petani untuk satu kali masa panen. Dan rentetan upacara ini akan terus diselenggarakan setiap kali petani menggarap sawahnya mulai masa tanam sampai masa panen, begitu seterunsnya.

Namun bila setelah ritual dilaksanakan hasil panen memburuk, apakah itu karena ritual yang tidak benar? Belum tentu, upacara mengandung nilai-nilai yang abstrak. Sedangkan kenyataannya, sangat bergantung pada ketelatenan petani dalam mengelola lahan persawahannya.

Tawakal bukan berarti menanti tanpa usaha. Panen yang melimpah tidak didapat hanya melalui ritual tapi juga jerih payah si petani yang terus berusaha menyuburkan sawah-sawhnya dengan cara-cara yang logis, sementara upacara hanya media yang membantu mewujudkan impian petani menjadi nyata, yaitu memperoleh hasil panen yang melimpah.

Penutup
Masing-masing upacara tradisional yang termasuk Khanduri Blang sebagaimana telah dijelaskan diatas, diselenggarakan sekali saja dalam setahun. Karena tradisi dibuat berdasarkan budaya lama. Dengan kondisi lahan yang berupa sawah tadah hujan tanpa irigasi teknis yang memadai, petani hanya dapat bertanam sekali dalam setahun yaitu di musim penghujan. Namun tak tertutup kemungkinan bagi mereka yang kini telah memanfaatkan irigasi sebagai sumber pengairan untuk lahannya, tidak dilarang bila ingin menyelenggarakan upacara Tron U Blang dan dua upacara lainnya itu dua kali dalam setahun.

Upacara ini dapat melatih masyarakat untuk selalu hidup bergotong royong. Lebih jauh lagi pelaksanaannya mengajarkan betapa pentingnya menghargai alam terlebih yang berhubungan langsung dengan kehidupan manusia.

Selain itu, ritual demi ritualnya kita diingatkan bahwa dalam hidup manusia tidak dapat hidup sendiri namun senantiasa membutuhkan orang lain sehingga dapat dengan ikhlas saling membantu, menghargai dan berbagi dalam kebaikan.

Rasa kebersamaan, senasib sepenanggungan dalam berusaha dalam mencapai kemapaman hidup memberi peluang besar kepada petani melangkah dalam konteks hablumminallah, hablumminnas.

 

 

Oleh: Essi Hermaliza

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya