Ritual
Ritual
Pernikahan Banten Tangerang
Upacara Pernikahan Cio Tau yang Hampir Punah
- 5 Agustus 2018

Upacara pernikahan merupakan salah satu hal yang lumrah dan sering diadakan di berbagai daerah. Namun, berbeda dengan upacara pernikahan Cio Tau yang mungkin terdengar asing di telinga kebanyakan orang karena upacara pernikahan Cio Tau ini sudah jarang dilakukan. Upacara pernikahan Cio Tau ini sendiri berasal dari daerah Tangerang, Banten lebih tepatnya upacara pernikahan Cio Tau ini biasa dilakukan oleh suku Tionghoa Benteng yang merupakan masyarakat asli di wilayah Tangerang.

Pada upacara pernikahan Cio Tau ini mula-mula pasangan pengantin diharuskan untuk melakukan sembahyang di meja samkai sebagai simbol penghormatan kepada leluhur. Kemudian, orangtua dari kedua mempelai diharuskan melakukan penyalaan lilin besar yang berada di meja samkai sebagai simbol dari memberi penerangan bagi anak-anaknya sebelum menikah. Setelah itu, pasangan pengantin melakukan sembahyang di tempat penghormatan kepada Thien atau Tuhan yang biasanya terletak di depan rumah dan dilanjutkan dengan melakukan sembahyang di Cap Kun Kong atau dewa dapur. Setelah melakukan sembahyang kepada Thien dan dewa dapur, pasangan pengantin melanjutkannya dengan melakukan sembahyang kepada altar leluhur yang sudah meninggal. Pasangan pengantin diharuskan melakukan pemasangan 4 pasang lilin, 2 pasang lilin besar yang ditujukan kepada leluhur dekat seperti kakek atau nenek sedangkan 2 pasang lilin kecil ditujukan kepada leluhur jauh seperti para nenek moyang. Setelah itu, pasangan pengantin melakukan sembahyang di kursi yang berada tepat di depan altar leluhur. Pada kursi ini terdapat perlengkapan Cio Tau dan sembahyang ini ditujukan untuk melakukan penghormatan terhadap budaya. Perlengkapan Cio Tau ini biasanya berupa Gantang atau tempat beras yang menjadi simbol bahwa kehidupan pernikahan itu segala kebutuhan itu harus tercukupi, Buku Tungsu yang merupakan buku pedoman yang berisi tata cara upacara-upacara yang ada dalam suku Tiong Hoa, sisir yang mengingatkan pengantin bahwa dalam setiap permasalahan pasti akan ada jalan keluar, timbangan yang menjadi simbol keadilan dalam kehidupan rumah tangga, gunting yang menjadi simbol kerjasama dalam pernikahan, cermin untuk mengingatkan pasangan pengantin untuk mengintropeksi diri dan tidak berusaha mencari kesalahan orang lain, pedang yang mengingatkan pasangan pengantin untuk selalu membela kebenaran, meteran untuk mengingatkan pasangan pengantin agar dapat mengukur segala hal yang dilakukan sehingga sesuai dengan keadaan, dan juga sumpit yang memiliki tinggi yang sama sebagai simbol bahwa dalam hubungan pernikahan diperlukan sikap bijaksana yang ditunjukkan satu sama lain.

Selain melakukan sembahyang, pada upacara pernikahan Cio Tau ini dilakukan makan 12 mangkuk. Kegiatan makan 12 mangkuk ini diawali oleh pengantin laki-laki baru diikuti oleh pengantin perempuan. Hal ini menyimbolkan bahwa seorang istri harus menunggu suami pulang terlebih dahulu sebelum makan. Kemudian, 12 mangkuk ini ditata dengan posisi 4 baris ke samping dan 3 baris ke depan. Posisi ini menandakan 4 musim yang setiap musim berlangsung selama 3 bulan. Makanan yang terdapat pada setiap barisnya melambangkan jenis makanan yang terdapat disetiap musim dan hal ini juga menggambarkan bahwa dalam suatu hubungan pernikahan ketika segala kebutuhan di musim apapun dapat tercukupi maka suatu hubungan dapat terjalin dengan baik. Setelah itu, orang tua dari masing-masing pengantin menyuapi pengantin dengan nasi yang dimasukkan ke dalam air gula. Hal ini guna mengingatkan sang pengantin akan jasa orangtuanya yang merawatnya dari kecil hingga dewasa dan juga untuk mengingatkan bahwa jika sesuatu yang masuk ke dalam mulut sang pengantin itu adalah hal yang manis maka segala tutur kata yang keluar dari mulut sang pengantin juga pasti hal yang manis.

Selain itu, diadakan pula prosesi penyisiran rambut sang pengantin oleh adiknya. Prosesi ini dilakukan untuk mengingatkan pengantin bahwa setiap permasalahan serumit apapun itu pasti dapat dipecahkan bersama. Setelah prosesi penyisiran rambut, semua anggota keluarga berkumpul di depan altar leluhur untuk memberikan uang pelita di atas kursi yang berisi perlengkapan Cio Tau. Uang ini dianggap sebagai perbekalan bagi pasangan pengantin dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Hal unik yang ada dalam prosesi pemberian uang pelita ini adalah uang yang diberikan tidak dimasukkan ke dalam amplop terlebih dahulu, hal ini menyimbolkan bahwa dalam kehidupan rumah tangga antara pasangan suami istri harus ada keterbukaan mengenai sumber dari uang yang diperoleh.

Biasanya serangkaian Upacara Pernikahan Cio Tau ini dipimpin oleh tokoh masyarakat setempat yang secara khusus mempelajari rangkaian upacara khas suku Tiong Hoa. Namun, saat ini jumlah tokoh masyarakat tersebut mengalami penurunan yang drastis dikarenakan orang-orang lebih memilih mengadakan pernikahan dengan konsep internasional dan melupakan tradisinya sendiri. Oleh karena itu, mari kita lestarikan Upacara Pernikahan Cio Tau yang sudah hampir punah ini!

 

#OSKMITB2018

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline