Ritual
Ritual
Upacara Adat Jawa Timur Madura
Upacara Nadar
- 27 April 2015

 

Pada zaman dahulu tersebutlah seorang ulama besar asal Cirebon yang bernama Syekh Angga Suto datang ke Sumenep, Madura dalam rangka menyebarkan agama Islam. Pada saat pertama kali menginjakkan kaki di madura atau tepatnya di pantai di Desa Pinggir, Papas, Syekh Angga Suto atau yang kemudian dikenal oleh masyarakat Sumenep sebagai Embah Anggasuto mendapati sebuah telapak kaki yang sangat besar di pinggir pantai yang sedang surut dengan gumpalan garam didalamnya. Dari penemuannya yang tak disengaja itulah kemudian Embah Anggasuto memutuskan untuk mengajarkan cara membuat garam kepada masyarakat Sumenep sebagai daya tarik kepada masyarakat Sumenep yang berkenan masuk agama Islam. Pada akhirnya kebiasaan membuat garam ini terus dilaksanakan sampai sekarang. Masyarakat Sumenep menjadi terkenal sebagai penghasil garam.

Dari peristiwa inilah kemudian upacara nadar atau nyadar di kalangan masyarakat Sumenep kemudian rutin dilaksanakan sebagai ungkapan syukur sekaligus mengenang jasa Embah Anggasuto yang telah mengajarinya cara membuat garam. Upacara nadar dilaksanakan hingga tiga kali dalam setahun. Upacara nadar pertama dilakukan sekitar bulan Juni. Pada saat itu diperkirakan sudah saatnya melepas air tua , yaitu air yang kadar garamnya tinggi sebagai bahan utama untuk membuat garam. Pada bulan Juni ini petani garam sudah mulai memanen garamnya. Setelah panen garam dilakukan dua hingga tiga kali sampai pada bulan Juli, upacara nadar kedua mulai dilaksanakan yang jatuh pada bulan Agustus. Pada bulan ini panen garam masih berlangsung. Ketika panen garam sudah mulai berakhir, yaitu pada bulan September, upacara ketiga mulai dilaksanakan. Pada bulan ini musim kemarau sudah mulai berakhir sehingga masyarakat Pinggir Papas mulai menyambut musim hujan dan bersiap-siap untuk mengganti lahan garam menjadi lahan tambak.

Mengenai tempat pelaksanaan upcara nadar ini sendiri terbagi atas dua tempat yakni untuk upacara nadar yang pertama dan kedua, titik pusat upacara berlangsung di makam Embah Anggasuto dan yang ketiga adalah dilaksanakan di rumah bekas kediaman Embah Anggasuto itu sendiri. Di rumah inilah semua barang pusaka desa berupa tombak, keris, dan sebagainya yang hanya digunakan ketika upacara nadar berlangsung itu disimpan.

Lantas seperti apakah prosesi dari upacara nadar itu sendiri. Pertama-tama sebelum upacara nadar berlangsung pada hari sebelumnya para sesepuh desa akan berkumpul untuk membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan upacara nadar, terutama mempersiapkan benda-benda pusaka yang akan digunakan pada saat upacara nadar. Benda-benda pusaka ini dikeluarkan hanya ketika perayaan upacara nadar. Sebelum dipakai benda-benda tersebut dibersihkan dan dibuatkan sesajen. Bahkan, beberapa sesepuh melakukan puasa agar upacara berjalan dengan lancar. Benda-benda pusaka itu antara lain berupa tombak dan keris. Beberapa hari sebelum pelaksanaan upacara nadar disiapkan pula piring keramik besar yang disebut panjang. Piring ini digunakan sebagai wadah makanan.

Bahan-bahan yang digunakan dalam rangkaian upacara nadar itu sendiri terdapat dua perbedaan antara prosesi upacara nadar yang pertama dan kedua kemudian yang ketiga. Untuk upacara nadar yang pertama dan kedua bahan-bahan yang digunakan biasanya adalah bunga dan bedak serta kemenyan ditambah nasi dan lauk ayam, telur, serta bandeng. Pada nadar ketiga benda-benda dan alat-alat upacara lebih kompleks lagi. Ada yang disebut panjang, yaitu piring keramik asing yang dipergunakan sebagai wadah makanan yang harus diletakkan di atas panjang, yaitu nasi, telur, dan bandeng. Piring keramik yang disebut panjang merupakan piring yang diwariskan secara turun-temurun. Piring ini dianggap sakral oleh setiap anggota keluarga dan tabu dikeluarkan dari tempat penyimpanannya, kecuali untuk upacara nadar. Mereka percaya bahwa anggota keluarga yang berani mengeluarkan panjang atau menjualnya akan mendapat celaka.

Benda upacara lain yang tidak kalah pentingnya adalah naskah-naskah kuno. Naskah-naskah ini mereka katakan sebagai naskah sakral yang usianya sudah ratusan tahun. Naskah kuno ini pun hanya dikeluarkan satu tahun sekali, yaitu pada saat upacara pembacaan naskah dalam upacara nadar ketiga. Pembacaan naskah secara rutin dilakukan di bekas kediaman leluhur mereka. Naskah-naskah tersebut adalah naskah sampurna sembah dan naskah jatiswara. Pada saat upacara, hanya bagian-bagian tertentu saja yang dibacakan, yaitu yang isinya berupa ajaran-ajaran Islam sehingga dapat dijadikan panutan dalam hidup sehari-hari.

Benda-benda lain yang digunakan adalah tombak dan keris. Benda ini merupakan pelengkap sarana upacara dan hanya dikeluarkan pada saat upacara nadar ketiga. Menurut mereka, benda-benda ini mempunyai kekuatan gaib dan harus diperlakukan secara hati-hati. Keris dan tombak merupakan senjata yang mereka peroleh dari leluhur. Mereka hormat terhadap benda-benda tersebut, sehingga hanya sesepuh yang disebut rama yang boleh membawa dan mengeluarkan benda-benda ini dari tempat penyimpanan. Benda-benda ini juga disimpan di rumah bekas kediaman leluhur. Selain keris dan tombak, benda lain yang digunakan adalah bokor, pakinangan, dan kendi sebagai tempat air suci.

Pada upacara nadar ketiga, seorang dukun (pembaca doa) mengenakan pakaian khusus yang hanya dikenakan setahun sekali. Pakaian khusus ini disebut racuk sewu. Wujud pakaian adalah berlengan pendek dan divariasi dengan tembelan beberapa warna merah, coklat dan bintik-bintik merah, hitam, dan krem. Baju ini dilengkapi dengan blangkon atau tutup kepala dan sarung. Racuk sewu disimpan di rumah bekas kediaman leluhur dan hanya dikeluarkan pada saat upacara nadar. Setelah upacara selesai pakaian racuk sewu tersebut disimpan kembali.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline