Ritual
Ritual
Ritual Adat Jawa Tengah Surakarta
Upacara Mahesa Lawung
- 28 Desember 2018

 

Wangi kemenyan menguar dengan tajam, berpadu dengan aroma sesaji yang diletakkan di tengah Alas Krendhowahono. Usai mendaraskan doa, para abdi dalem lantas mengubur kepala kerbau lengkap dengan kaki dan jeroannya. Upacara Wilujengan Nagari Mahesa Lawung pun ditutup dengan kenduri bersama.

 

Siang itu, di Alas Krendhowahono yang terletak di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, sedang dilangsungkan upacara adat Mahesa Lawung. Menurut ceritanya, tradisi yang bertujuan untuk menyelaraskan alam dan nasib manusia ini telah ada sejak Wangsa Syailendra dan Sanjaya. Hal ini berdasarkan pada keberadaan arca Durga Mahesa Suramandini. Lantas prosesi ini terus dijalani secara turun – temurun tanpa henti hingga kini.

Upacara Mahesa Lawung dilaksanakan setiap tahun pada hari ke – 40 setelah acara Grebeg Maulud. Ritual yang menjadi puncak dari upacara Mahesa Lawung adalah mengubur potongan kepala dan kaki kerbau, lengkap dengan jeroannya di Hutan Krendowahono. Hutan tersebut dipilih sebagai tempat berlangsungnya upacara karena dipercayai merupakan tempat bersemayamnya Batari Kalayuwati yang menjadi pelindung gaib Keraton Solo di sisi utara.

Prosesi Wilujengan Nagari Mahesa Lawung

Ratusan abdi dalem dan para sentono dalem nampak kompak. Busananya nyaris seragam. Atasan beskap, kain jarik coklat sebagai bawahan, blangkon di kepala, berkalung samir kuning keemasan, lengkap dengan keris di belakang pinggang. Jika sentono memakai beskap putih, maka para abdi dalem mengenakan beskap hitam. Semuanya tidak ada yang mengenakan alas kaki. Hal ini sebagai bentuk penghormatan terhadap tanah sakral ini.

Sebelum tiba di Alas Krendhowahono, prosesi Mahesa Lawung diawali dari keraton. Pada mulanya semua sesaji berupa makanan, hasil bumi, serta kepala kerbau telah dipersiapkan di dapur keraton Gondorasan. Dari dapur sesaji tersebut dibawa ke Sasana Maliki, lantas didoakan di Sitinggil, kemudian dibawa ke lokasi dengan berjalan kaki.

Sesampainya di hutan semua abdi dalem duduk bersila dan membaur menjadi satu. Secara silih berganti para sentono dalem atau kerabat keraton naik ke sebuah pepunden batu yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Bathara Durga untuk memanjatkan doa. Kedua telapak tangannya saling menempel, diangkat hingga sejajar dengan wajah. Mulutnya komat-kamit merapal doa. Di depannya berjajar aneka sesaji, mulai dari kembang tujuh rupa, ayam ingkung, kelapa muda, jajanan pasar, dan yang paling utama adalah potongan kepala kerbau.

Potongan kepala kerbau menjadi inti dalam Upacara Mahesa Lawung ini. Tak sembarang kerbau bisa dijadikan sebagai sesajen utama dalam ritual sakral ini. Si kerbau haruslah seekor kerbau jantan yang belum pernah dipekerjakan dan belum pernah kawin. Kerbau bujang ini dalam bahasa jawa diistilahkan dengan sebutan Joko Umbaran. Sesuai dengan arti secara harafiahnya, mahesa yang berarti kerbau dan lawung yang berarti jantan. Usai acara doa selesai, kepala kerbau lantas dikubur di area tak jauh dari pepunden. Acara lantas ditutup dengan menikmati makanan bersama-sama.

Pemilihan kepala kerbau sebagai inti dari acara ini tentu bukan tanpa alasan. Kerbau adalah simbol kebodohan. Seperti pepatah jawa kuno yang berbunyi “bodo longa-longo koyo kebo” yang berarti orang bodoh plonga-plongo seperti kerbau. Dengan mengubur kepala kerbau, secara filosofis menggambarkan upaya untuk memberantas kebodohan dalam kehidupan. Tak hanya kepalanya saja, kaki dan jeroannya pun ikut dikubur.

Selain sebagai simbol pembuang kebodohan, Upacara Mahesa Lawung juga digelar untuk memperingati perpindahan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dari wilayah Kartasura di Sukoharjo menuju ke Desa Sala yang sekarang berkembang menjadi Kota Solo. Dikisahkan bahwa di Alas Krendhowahono inilah tempat yang biasa digunakan raja-raja Mataram zaman dahulu untuk menyepi dan bersemadi guna mendapatkan wangsit atau petunjuk. Oleh sebab itu, wajar saja bila hawa magis di hutan ini terasa begitu kental saat pertama memasukinya.

Dalam kesempatan ini, para abdi dan sentono dalem tak menyia-nyiakan kesempatan untuk memanjatkan doa di hadapan pepunden. Mereka melantunkan doa memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta dijauhkan dari segala bencana dan marabahaya. Pepunden yang berada di bawah sebuah pohon grasak berusia ratusan tahun tersebut dipercaya para penganut kejawen sebagai tempat yang mujarab untuk memohon perlindungan dan keselamatan.

Upacara Mahesa Lawung tak hanya menjadi simbol memberantas kebodohan, namun juga simbol pemberantasan sifat-sifat buruk yang ada dalam diri manusia. Kerbau tak hanya digambarkan sebagai hewan yang bodoh, tetapi juga hewan yang malas dan selalu bersikap acuh tak acuh terhadap sekelilingnya. Diharapkan dengan mengorbankan kepala kerbau yang mewakili sifat-sifat buruk dalam diri manusia tersebut tercipta keseimbangan alam dengan kehidupan manusia

sumber : https://www.maioloo.com/seni-budaya/upacara-mahesa-lawung/

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline