PengantarBanyuwangi adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Di sana ada sebuah etnik yang bernama Using[1]. Di kalangan mereka, khususnya yang berdiam di Dusun Krajan, Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, ada sebuah upacara tradisional yang sangat erat kaitannya dengan bidang pertanian yang disebut sebagai "Kebo-keboan". Maksud diadakannya upacara itu adalah untuk meminta kesuburan tanah, panen melimpah, serta terhindar dari malapetaka baik yang akan menimpa tanaman maupun manusia yang mengerjakannya.
Sejak kapan upacara kebo-keboan diadakan? Sampai kini belum ada yang mengetahuinya secara pasti. Namun, menurut cerita yang berkembang secara turun-temurun di kalangan masyarakat Krajan, kisah dibalik adanya upacara kebo-keboan tersebut berawal ketika Dusun Krajan mengalami pagebluk, yaitu timbulnya berbagai macam hama penyakit yang menyebabkan kematian tanaman pertanian. Untuk mengatasi bencana tersebut, salah seorang tokoh masyarakat setempat yang bernama Buyut Karti mengadakan ritual dengan cara menirukan perilaku seekor kerbau yang sedang membajak sawah. Dan, ternyata ritual tersebut mampu menjadi penghalau dari berbagai macam bencana yang menimpa Dusun Krajan. Akhirnya, ritual yang kemudian dinamakan kebo-keboan itu dilakukan secara rutin setiap tahun sekali.
Waktu, Tempat, Pemimpin dan Pihak-pihak yang Telibat dalam UpacaraUpacara kebo-kebon di Dusun Krajan dilaksanakan satu kali dalam satu tahun yang jatuh pada hari Minggu antara tanggal 1 sampai 10 Sura (tanpa melihat hari pasaran). Dipilihnya hari minggu sebagai hari penyelenggaraan dengan pertimbangan bahwa pada hari tersebut masyarakat sedang tidak bekerja (libur), sehingga dapat mengikuti jalannya upacara. Sedangkan, dipilihnya bulan Sura dengan pertimbangan bahwa Sura, menurut kepercayaan sebagian masyarakat Jawa, adalah bulan yang keramat.
Sebagaimana upacara pada umumnya, upacara kebo-keboan di Krajan juga dilakukan secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui dalam upacara ini adalah sebagai berikut: (1) tahap selamatan di Petaunan; (2) tahap ider bumi atau arak-arakan mengelilingi Dusun Krajan; dan (3) tahap ritual kebo-keboan yang dilaksanakan di daerah persawahan Dusun Krajan.
Pemimpin dalam upacara kebo-keboan ini bergantung pada kegiatan atau tahap yang dilakukan. Pada tahap selamatan di Petaunan, yang bertindak sebagai pemimpin upacara adalah kepala Dusun Krajan. Sedangkan, yang bertindak sebagai pemimpin upacara saat mengadakan ritual ider bumi dan kebo-keboan adalah seorang pawang yang dianggap sebagai orang yang ahli dalam memanggil roh-roh para leluhur.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan upacara adalah: (1) para aparat Dusun Krajan; (2) beberapa kelompok kesenian yang ada di wilayah Alasmalang; (3) empat orang atau lebih yang nantinya akan menjadi kebo-keboan dan (4) warga masyarakat lainnya yang membantu menyiapkan perlengkapan upacara maupun menyaksikan jalannya upacara.
Jalannya UpacaraSatu minggu menjelang waktu upacara kebo-keboan tiba, warga masyarakat yang berada di Dusun Krajan mengadakan kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan rumah dan dusunnya. Selanjutnya, satu hari menjelang pelaksanaan upacara, para ibu bersama-sama mempersiapkan sesajen yang terdiri atas: tumpeng, peras, air kendi, kinang ayu, aneka jenang, inkung ayam dan lain sebagainya. Selain itu, dipersiapkan pula berbagai perlengkapan upacara seperti para bungkil, singkal, pacul, pera, pitung tawar, beras, pisang, kelapa dan bibit tanaman padi. Seluruh sesajen tersebut selain untuk acara selamatan, nantinya juga akan ditempatkan di setiap perempatan jalan yang ada di Dusun Krajan.
Pada malam harinya para pemuda menyiapkan berbagai macam hasil tanaman palawija seperti pisang, tebu, ketela pohon, jagung, pala gumantung, pala kependhem, pala kesimpar. Tanaman tersebut kemudian ditanam kembali di sepanjang jalan Dusun Krajan. Selain itu, mereka mempersiapkan pula bendungan yang nantinya akan digunakan untuk mengairi tanaman palawija yang ditanam.
Pagi harinya, sekitar pukul 08.00, diadakan upacara di Petaunan yang dihadiri oleh panitia upacara, sesepuh dusun, modin, dan beberapa warga masyarakat Krajan. Pelaksanaan upacara di tempat ini berlangsung cukup sederhana, yaitu hanya berupa kata sambutan dari pihak panitia upacara, kemudian dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh modin dan diakhiri dengan makan bersama.
Selanjutnya, para peserta upacara yang terdiri dari para sesepuh dusun, seorang pawang, perangkat dusun, dua pasang kebo-keboan (setiap kebo-keboan berjumlah dua orang), para pembawa sesajen, pemain musik hadrah, pemain barongan dan warga Dusun Krajan akan melakukan pawai ider bumi mengeliling Dusun Krajan. Pawai ini dimulai di Petaunan kemudian menuju ke bendungan air yang berada di ujung jalan Dusun Krajan. Sesampainya di bendungan, jagatirta (petugas pengatur air) akan segera membuka bendungan sehingga air mengalir ke sepanjang jalan dusun yang sebelumnya telah ditanami tanaman palawija oleh para pemuda. Sementara, para peserta upacara segera menuju ke areal persawahan milik warga Dusun Krajan. Di persawahan inilah kebo-keboan tersebut memulai memperlihatkan perilakunya yang mirip seperti seekor kerbau yang sedang membajak atau berkubang di sawah. Pada saat kebo-keboan sedang berkubang, sebagian peserta upacara segera turun ke sawah untuk menanam benih padi.
Setelah benih tertanam, para peserta yang lain segera berebut untuk mengambil benih padi yang baru ditanam tersebut. Benih-benih yang baru ditanam itu dipercaya oleh warga masyarakat Dusun Krajan dapat dijadikan sebagai penolak bala, mendatangkan keberuntungan serta membawa berkah. Pada saat para peserta memperebutkan benih tersebut, para kebo-keboan yang sebelumnya telah dimantrai oleh pawang sehingga menjadi trance, akan segera mengejar para pengambil benih yang dianggap sebagai pengganggu. Namun, para kebo-keboan itu tidak sampai mencelakai para pengambil benih karena sang pawang selalu mengawasi setiap geraknya. Setelah dirasa cukup, maka sang pawang akan menyadarkan kebo-keboan dengan cara mengusapkan pitung tawar pada bagian kepalanya. Setelah itu, mereka kembali lagi ke Petaunan.
Sebagai catatan, sebelum tahun 1965 pelaksanaan ider bumi tidak hanya mengelilingi sepanjang jalan Dusun Krajan saja, melainkan juga ke arah batu besar yang ada di empat penjuru angin yang diawali dengan berjalan ke arah timur menuju Watu Lasa, kemudian ke barat menuju Watu Karang, lalu ke selatan menuju Watu Gajah dan ke arah utara menuju Watu Naga.
Sesampainya di Petaunan, peserta upacara kembali ke rumah masing-masing sambil membawa padi yang tadi mereka ambil di sawah untuk dijadikan sebagai penolak bala dan juga sekaligus pembawa berkah. Malam harinya, mereka kembali lagi ke Petaunan untuk menyaksikan pagelaran wayang kulit dengan lakon Sri Mulih yang mengisahkan tentang Dewi Sri. Lakon tersebut dipentaskan dengan harapan agar warga Dusun Krajan mendapatkan hasil panen padi yang melimpah. Dan, dengan dipentaskannya kesenian wayang kulit di Petaunan itu, maka berakhirlah seluruh rentetan dalam upacara kebo-keboan di Dusun Krajan.
Nilai BudayaUpacara kebo-keboan di Dusun Krajan, Desa Alasmalang, Kabupaten Banyuwangi, jika dicermati secara mendalam, mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kebersamaan, ketelitian, gotong royong, dan religius. Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya sebagian besar anggota masyarakat dalam suatu tempat, makan bersama dan doa bersama demi keselamatan bersama pula. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam lingkungannya (dalam arti luas). Oleh karena itu, upacara ini mengandung pula nilai kebersamaan. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama.
Nilai ketelitian tercermin dari proses upacara itu sendiri. Sebagai suatu proses, upacara memerlukan persiapan, baik sebelum upacara, pada saat prosesi, maupun sesudahnya. Persiapan-persiapan itu, tidak hanya menyangkut peralatan upacara, tetapi juga tempat, waktu, pemimpin, dan peserta. Semuanya itu harus dipersiapkan dengan baik dan seksama, sehingga upacara dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu, dibutuhkan ketelitian.
Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan makanan dan minuman, menjadi pemimpin upacara, dan lain sebagainya.
Nilai religius tercermin dalam doa bersama yang ditujukan kepada Tuhan agar mendapat perlindungan, keselataman dan kesejahteraan dalam menjalani kehidupan.
Sumber:Purwaningsih, Ernawati. 2007. "Kebo-keboan, Aset Budaya di Kabupaten Banyuwangi", dalam Jantra Vol. 2 No. 4. Desember 2007. Yogyakarta: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta.
Wahjudi Pantja Sunjata, 2007. Fungsi dan Makna Upacara Tradisional Kebo-keboan. Yogyakarta: Eja Publisher.
http://uun-halimah.blogspot.com/2009/05/upacara-kebo-keboan-pada-masyarakat.html
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...