|
|
|
|
Upacara Adat Hanta Ua Pua Tanggal 10 Mar 2018 oleh Fauziadnd . |
Upacara U’a Pua merupakan sebuah tradisi masyarakat Lombok yang dipengaruhi oleh ajaran Islam. Upacara U’a Pua dilaksanakan bersamaan dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang juga dirangkai dengan penampilan atraksi Seni Budaya masyarakat Suku Mbojo (Bima) yang berlangsung selama 7 hari.Prosesi U’a Pua diawali dengan Pawai dari Istana Bima yang diikuti oleh semua Laskar Kesultanan, Keluarga Istana, Group Kesenian Tradisional Bima dengan dua Penari Lenggo yang dilengkapi dengan Upacara Ua Pua. Selama proses pawai berlangsung Group Kesenian terus memainkan Genda Mbojo, Silu dan Genda Lenggo. Ketika memasuki Istana, Penunggang Kuda menari dengan suka ria (Jara Sara’u), Sere, Soka dan lain-lain sampai Ketua Rombongan bertemu dengan Sultan yang diiringi dengan Penari Lenggo. Pada sa’at itu diserahkan ”Sere Pua” dan Al-Qur’an kepada Sultan.
Tujuan dari perayaan U’a Pua adalah Antara Lain :
1. Untuk memuliakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
2. Untuk mengenang kembali sejarah masuknya agama Islam di Tanah Bima dan sekaligus sebagai wahana penghormatan atas jasa-jasa para penghulu Melayu beserta seluruh kaum keluarga yang telah menyebarkan agama Islam di Tanah Bima.
3. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan Ajaran Islam yang bersumber dari Kitab Suci Alqur’an dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bima dan ditunjukan dengan penyerahan Kitab Suci Alqur’an kepada Sultan sebagai pemimpin untuk dilaksanakan secara bersama-sama dengan seluruh rakyat.
Prosesi Upacara Hanta U’a Pua
Sebelum acara inti upacara adat “Hanta U’a Pua” dilaksanakan di Istana Kesultanan Bima, pada tanggal 12 Rabiul Awwal malam diselenggarakan Dzikir Maulud di Istana yang diikuti oleh Majelis Adat Dana Mbojo, pejabat pemerintahan serta masyarakat umum. Dzikir ini diadakan untuk memperingati hari Maulud Nabi Besar Muhammad SAW. Sembari Dzikir berlangsung, oleh beberapa orang dilakukan kegiatan pengirisan daun pandan untuk membuat “bunga bareka” yaitu pandan yang dicampur dengan kembang-kembang dan wangi-wangian yang akan dibagikan kepada para peserta dzikir dan tamu.
Beberapa hari kemudian, upacara adat Hanta U’a Pua digelar dengan disaksikan oleh seluruh masyarakat Bima. Upacara Adat Hanta U’a Pua ini merupakan iring-iringan Uma Lige yang diusung oleh 44 orang yang setiap sudutnya berjumlah 11 orang yang menggambakan keberadaan 44 kelompok masyarakat dari Mbojoyakni kelompok asli Dou Dana Mbojo sesuai dengan jenis keahli-annya, misalnya dari Ngali -kelompok yang menjadi guru ngaji, Dari Bedi –kelompok untuk menjadi tentara. Uma Lige tersebut membawa Penghulu Melayu, yang mengantarkan rumpun Bunga Dolu 99 buah melambangkan 99 nama Allah Asmaul Husna dan sebuah Al Quran untuk disampaikan kepada Sultan Bima. Iring-iringan Penghulu Melayu terdiri dari empat putrid penari Lenggo Mbojo dan empat putra penari Lenggo Melaju merupakan perpaduan seni budaya tradisional Bima dan Melayu. Diiringi pula oleh musik Genda Mbojo. Uma Lige diusung hingga depan serambi istana di mana Sultan dan pembesar kerajaana dan tamu-tamu sudah menunggu.
Rombongan Penghulu Melayu kemudian menyerahkan Bunga Dolu dan Al Quran sebagai lambang perjanjian antara sultan pertama yang masuk Islam Sultan Abdul Kahir dengan pendekar pembawa Agama Islam pertama di Bima yaitu Datuk Ribanda dan Datuk Ditiro. Penghulu Melayu merupakan keturunan dari pendekar yang membawa Islam pertama kali di Bima.
Iring-iringan Uma Lige ini disambut Tari Sere yang mengantar Uma Lige sampai ke tangga istana. Pada posisi depan masuklah Jara Wera yang berlari kencang mendahului Uma Lige. Adapun sejarah para penungganya adalah pendekar yang menunjukkan jalan serta mengantar para datuk yang dating dari Makassar menuju Bima lewat Teluk Bima ketika pertama kali membawa ajaran Islam di kerajaan Bima. Itulah sebabnya Jara Wera berada di posisi paling depan. Di belakang pasukan Jara Wera diikuti oleh pasukan Jara Sara’u yaitu pasukan elit berkuda kesultanan Biam sebagai pengawal kehormatan. Pasukan ini merupakan pasukan berkuda yang sangat terampil menunggang, mengatur irama dan gerak langkah kuda. Di tengah halaman istana, kuda-kuda ini melakukan attraksi mempertontonkan keterampilan seni menarinya. Kuda-kuda jantan berbadan tinggi tegap ini dulunya pandai menari mengikuti irama tambur yang ditabuh bertalu-talu.
Disusul pasukan prajurit Kesultanan Bina yang disebut Laskar Suba Na’e. pasukan perang ini membawa peralatan perang berupa tombak dan tameng sebagai symbol kesiapsiagaan pasukan kerajaan mengamankan negeri. Di belakang pasukan Laskar Suba Na’e berjalan Uma Lige yang diiringi oleh keluarga besar Kampung Melayu, mereka adalah tamu kehormatan dalam upacara adapt ini. Setelah uma Lige sampai di tangga istana diturunkan lalu turunlah Penghulu Melayu untuk mengantarkan rumpun Bunga Telur dengan Al Quran yang diserahkan kepada Sultan Bima.
Setelah penyerahan Al Quran lalu digelar tari Lenggo Mbojo dan Lenggo Melayu dihadapan para undangan disaksikan masyarakat umum. Di akhir acara Bunga Dolu dibagikan oleh Sultan kepada Masyarakat Bima yang hadir sebagai simbol membagi berkah kepada rakyat sekaligus menandakan kerajaan sangat peduli kepada kemakmuran rakyatnya. Dengan berakhirnya pembagian Bunga Dolu ini, maka berakhir pulalah seluruh rangkaian upacara adapt Hanta U’a Pua.
Sumber:
http://khantydwi.blogspot.co.id/2013/04/kesenian-dan-kebudayaan-nusa-tenggara.html
https://sarangge.wordpress.com/2009/12/31/upacara-adat-hanta-u%E2%80%99a-pua/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |