Upacara U’a Pua merupakan sebuah tradisi masyarakat Lombok yang dipengaruhi oleh ajaran Islam. Upacara U’a Pua dilaksanakan bersamaan dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang juga dirangkai dengan penampilan atraksi Seni Budaya masyarakat Suku Mbojo (Bima) yang berlangsung selama 7 hari.Prosesi U’a Pua diawali dengan Pawai dari Istana Bima yang diikuti oleh semua Laskar Kesultanan, Keluarga Istana, Group Kesenian Tradisional Bima dengan dua Penari Lenggo yang dilengkapi dengan Upacara Ua Pua. Selama proses pawai berlangsung Group Kesenian terus memainkan Genda Mbojo, Silu dan Genda Lenggo. Ketika memasuki Istana, Penunggang Kuda menari dengan suka ria (Jara Sara’u), Sere, Soka dan lain-lain sampai Ketua Rombongan bertemu dengan Sultan yang diiringi dengan Penari Lenggo. Pada sa’at itu diserahkan ”Sere Pua” dan Al-Qur’an kepada Sultan.
Tujuan dari perayaan U’a Pua adalah Antara Lain :
1. Untuk memuliakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
2. Untuk mengenang kembali sejarah masuknya agama Islam di Tanah Bima dan sekaligus sebagai wahana penghormatan atas jasa-jasa para penghulu Melayu beserta seluruh kaum keluarga yang telah menyebarkan agama Islam di Tanah Bima.
3. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan Ajaran Islam yang bersumber dari Kitab Suci Alqur’an dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bima dan ditunjukan dengan penyerahan Kitab Suci Alqur’an kepada Sultan sebagai pemimpin untuk dilaksanakan secara bersama-sama dengan seluruh rakyat.
Prosesi Upacara Hanta U’a Pua
Sebelum acara inti upacara adat “Hanta U’a Pua” dilaksanakan di Istana Kesultanan Bima, pada tanggal 12 Rabiul Awwal malam diselenggarakan Dzikir Maulud di Istana yang diikuti oleh Majelis Adat Dana Mbojo, pejabat pemerintahan serta masyarakat umum. Dzikir ini diadakan untuk memperingati hari Maulud Nabi Besar Muhammad SAW. Sembari Dzikir berlangsung, oleh beberapa orang dilakukan kegiatan pengirisan daun pandan untuk membuat “bunga bareka” yaitu pandan yang dicampur dengan kembang-kembang dan wangi-wangian yang akan dibagikan kepada para peserta dzikir dan tamu.
Beberapa hari kemudian, upacara adat Hanta U’a Pua digelar dengan disaksikan oleh seluruh masyarakat Bima. Upacara Adat Hanta U’a Pua ini merupakan iring-iringan Uma Lige yang diusung oleh 44 orang yang setiap sudutnya berjumlah 11 orang yang menggambakan keberadaan 44 kelompok masyarakat dari Mbojoyakni kelompok asli Dou Dana Mbojo sesuai dengan jenis keahli-annya, misalnya dari Ngali -kelompok yang menjadi guru ngaji, Dari Bedi –kelompok untuk menjadi tentara. Uma Lige tersebut membawa Penghulu Melayu, yang mengantarkan rumpun Bunga Dolu 99 buah melambangkan 99 nama Allah Asmaul Husna dan sebuah Al Quran untuk disampaikan kepada Sultan Bima. Iring-iringan Penghulu Melayu terdiri dari empat putrid penari Lenggo Mbojo dan empat putra penari Lenggo Melaju merupakan perpaduan seni budaya tradisional Bima dan Melayu. Diiringi pula oleh musik Genda Mbojo. Uma Lige diusung hingga depan serambi istana di mana Sultan dan pembesar kerajaana dan tamu-tamu sudah menunggu.
Rombongan Penghulu Melayu kemudian menyerahkan Bunga Dolu dan Al Quran sebagai lambang perjanjian antara sultan pertama yang masuk Islam Sultan Abdul Kahir dengan pendekar pembawa Agama Islam pertama di Bima yaitu Datuk Ribanda dan Datuk Ditiro. Penghulu Melayu merupakan keturunan dari pendekar yang membawa Islam pertama kali di Bima.
Iring-iringan Uma Lige ini disambut Tari Sere yang mengantar Uma Lige sampai ke tangga istana. Pada posisi depan masuklah Jara Wera yang berlari kencang mendahului Uma Lige. Adapun sejarah para penungganya adalah pendekar yang menunjukkan jalan serta mengantar para datuk yang dating dari Makassar menuju Bima lewat Teluk Bima ketika pertama kali membawa ajaran Islam di kerajaan Bima. Itulah sebabnya Jara Wera berada di posisi paling depan. Di belakang pasukan Jara Wera diikuti oleh pasukan Jara Sara’u yaitu pasukan elit berkuda kesultanan Biam sebagai pengawal kehormatan. Pasukan ini merupakan pasukan berkuda yang sangat terampil menunggang, mengatur irama dan gerak langkah kuda. Di tengah halaman istana, kuda-kuda ini melakukan attraksi mempertontonkan keterampilan seni menarinya. Kuda-kuda jantan berbadan tinggi tegap ini dulunya pandai menari mengikuti irama tambur yang ditabuh bertalu-talu.
Disusul pasukan prajurit Kesultanan Bina yang disebut Laskar Suba Na’e. pasukan perang ini membawa peralatan perang berupa tombak dan tameng sebagai symbol kesiapsiagaan pasukan kerajaan mengamankan negeri. Di belakang pasukan Laskar Suba Na’e berjalan Uma Lige yang diiringi oleh keluarga besar Kampung Melayu, mereka adalah tamu kehormatan dalam upacara adapt ini. Setelah uma Lige sampai di tangga istana diturunkan lalu turunlah Penghulu Melayu untuk mengantarkan rumpun Bunga Telur dengan Al Quran yang diserahkan kepada Sultan Bima.
Setelah penyerahan Al Quran lalu digelar tari Lenggo Mbojo dan Lenggo Melayu dihadapan para undangan disaksikan masyarakat umum. Di akhir acara Bunga Dolu dibagikan oleh Sultan kepada Masyarakat Bima yang hadir sebagai simbol membagi berkah kepada rakyat sekaligus menandakan kerajaan sangat peduli kepada kemakmuran rakyatnya. Dengan berakhirnya pembagian Bunga Dolu ini, maka berakhir pulalah seluruh rangkaian upacara adapt Hanta U’a Pua.
Sumber:
http://khantydwi.blogspot.co.id/2013/04/kesenian-dan-kebudayaan-nusa-tenggara.html
https://sarangge.wordpress.com/2009/12/31/upacara-adat-hanta-u%E2%80%99a-pua/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja