Ritual
Ritual
Ritual Sulawesi Utara Kepulauan Nusa Utara (Sangihe, Talaud dan Sitaro)
Upacara Adat Tulude
- 22 Februari 2012 - direvisi ke 6 oleh Sem Muhaling pada 23 Februari 2012

UPACARA ADAT TULUDE TRADISI MASYARAKAT NUSA UTARA DI KEPULAUAN SANGIHE, TALAUD DAN SITARO
 

Upacara adat ''Tulude'' merupakan hajatan tahunan warisan para leluhur masyarakat Nusa Utara (kepulauan Sangihe, Talaud dan Sitaro) di ujung utara propinsi Sulawesi Utara. Telah berabad-abad acara sakral dan religi ini dilakukan oleh masyarakat etnis Sangihe dan Talaud sehingga tak mungkin dihilangkan atau dilupakan oleh generasi manapun. Tradisi ini telah terpatri dalam khasanah adat, tradisi dan budaya masyarakat Nusa Utara. Bahkan tradisi budaya ini secara perlahan dan pasti mulai diterima bukan saja sebagai milik masyarakat Nusa Utara, dalam hal ini Sangihe, Talaud dan Sitaro, tetapi telah diterima sebagai suatu tradisi budaya masyarakat Sulawesi Utara dan Indonesia pada umumnya. Sebab, di mana ada komunitas masyarakat etnis Sangihe-Talaud, pasti di sana akan ada hajatan Tulude.


Tulude pada hakekatnya adalah kegiatan upacara pengucapan syukur kepada Mawu Ruata Ghenggona Langi (Tuhan yang Mahakuasa) atas berkat-berkat-Nya kepada umat manusia selama setahun yang lalu. Namun, untuk mencari kepraktisan pelaksanaannya, banyak kelompok masyarakat menyelenggarakannya tidak sepenuhnya sebagai sebuah bentuk upacara, tetapi dilaksanakan dalam bentuk ibadah-ibadah syukur, mulai dari tingkat RT, lingkungan, kelurahan, jemaat-jemaat, organisasi rukun dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Namun, apapun bentuk pelaksanaannya, hakikat dari Tulude itu sendiri tetap menjadi dasar bagi pelaksanaannya setiap tahun. Pada masa awal beberapa abad lalu, pelaksanaan upacara adat Tulude dilaksanakan oleh para leluhur pada setiap tanggal 31 Desember, di mana tanggal ini merupakan penghujung dari tahun yang akan berakhir, sehingga sangat pas untuk melaksanakan upacara Tulude.

Pengertian Tulude secara harfiah adalah meluncurkan atau melepaskan sesutu hingga meluncur ke bawah dari ketinggian (lereng bukit dsb). Kemudian kata ini mengalami perluasan makna menjadi melepaskan, meluncurkan, menolak atau mendorong dalam hal ini melepaskan tahun yang lama dan siap menerima tahun yang baru. Dalam tradisi lama leluhur masyarakat Sangihe dan Talaud, acara tolak tahun ini diwujudkan dengan upacara di tepi pantai dengan melepaskan, meluncurkan, atau mendorong sebuah bininta yakni perahu kecil yang terbuat dari kayu latolang (sejenis kayu yang tumbuh lurus tinggi tak bercabang) dengan muatan tertentu berupa sesajian yg terdiri atas bahan pangan hasil ladang dan laut. Perahu ini oleh tokoh adat didorong, dilepas atau dihanyutkan ke laut sebagai simbol segala sesuatu yang buruk di tahun yang akan lewat dibuang atau dihanyutkan ke laut agar tidak lagi menimpa warga desa setempat di tahun yang baru. Jika perahu tersebut dibawa arus laut dan terdampar di pantai atau desa tetangga, maka orang yang menemukannya wajib menolak dan menghanyutkannya kembali ke laut, karena dipercaya, kalau tidak dihanyutkan lagi, maka segala malapetaka dan sakit-penyakit yang pernah menimpa masyarakat asal perahu itu, akan berpindah ke tempat di mana perahu itu terdampar.


Ketika agama Kristen dan Islam masuk ke wilayah Sangihe dan Talaud pada abad ke-19, upacara adat Tulude ini telah diisi dengan muatan-muatan ritual agama samawi berupa penginjilan. Sedangkan tradisi kekafiran secara perlahan mulai terkikis. Bahkan, hari pelaksanaannya yang biasanya pada tanggal 31 Desember, oleh kesepakatan adat, dialihkan ke tanggal 31 Januari tahun berikutnya. Hal ini dilakukan, karena tanggal 31 Desember merupakan saat yang paling sibuk bagi umat Kristen di Sangihe dan Talaud. Sebab, seminggu sebelumnya telah disibukkan dengan acara ibadah malam Natal, lalu tanggal 31 Desember disibukkan dengan ibadah akhir tahun dan persiapan menyambut tahun baru. Akibat kepadatan dan keseibukan acara ibadah ini dan untuk menjaga kekhusukan ibadah gerejawi tidak terganggu dengan upacara adat Tulude, maka dialihkankan tanggal pelaksanaannya menjadi tanggal 31 Januari. Bahkan pada tahun 1995, oleh DPRD dan pemerintah kabupaten kepulauan Sangihe-Talaud, tanggal 31 Januari telah ditetapkan dengan Perda sebagai hari jadi Sangihe Talaud dengan inti acara upacara Tulude. Dalam upacara adat tulude ini, ada berbagai konten adat yang dilakukan. Pertama, dilakukan pembuat kue adat Tamo di rumah seorang tokoh adat semalam sebelum hari pelaksanaan upacara. Kemudian, persiapan-persiapan pasukan pengiring, penari tari Gunde, tari salo, tari kakalumpang, tari empat wayer, kelompok nyanyi masamper, penetapan tokoh adat pemotong kue adat tamo, penyiapan tokoh adat pembawa ucapan Tatahulending Banua, tokoh adat pembawa ucapan doa keselamatan, seorang tokoh pemimpin upacara yang disebut Mayore Labo, dan penyiapan kehadiran Tembonang u Banua (pemimpin negeri sesuai tingkatan pemerintahan pelaksanaan upacara seperti kepala desa, camat, bupati/walikota atau gubernur) bersama Wawu Boki (isteri pemimpin negeri)serta penyebaran undangan kepada seluruh anggota masyarakat untuk hadir dengan membawa makanan untuk acara Saliwangu Banua (pesta rakyat makan bersama).
 

Waktu pelaksanaan upacara adat Tulude adalah sore hari hingga malam hari selama kurang-lebih 4 jam. Waktu 4 jam ini dihitung mulai dari acara penjemputan kue adat Tamo di rumah pembuatan lalu diarak keliling desa atau keliling kota untuk selanjutnya dibawa masuk ke arena upacara. Sebelum kue Tamo ini dibawa  masuk ke arena upacara, Tembonang u Banua (Kepala Desa, Camat, Walikota/Bupati atau Gubernur wajib sudah berada di bangsal utama untuk menjemput kedatangan kue adat ini. -- (Semuel Muhaling)

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline