|
|
|
|
Upacara Adat Bekakak Tanggal 19 Apr 2013 oleh Sniffer . |
Sebagai pusat kerajaan-kerajaan besar terdahulu, pulau Jawa khususnya kota Yogyakarta / Jogja memiliki kesenian khas dan kebudayaan yang tinggi, bahkan merupakan pusat serta sumber kesenian di Indonesia. Salah satu budaya yang sekarang masih ada dan diperingati setian tahunnya adalah upacara Bekakak. Pada bulan Safar Masyarakat Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta, melaksanakan berbagai ritual atau upacara adat. Ritual tersebut biasa dikenal dengan nama Saparan Bekakak. Nama Saparan diambil dari nama bulan Safar yang biasa dilafalkan oleh masyarakat Jawa menjadi bulan Sapar. Nama Bekakak sendiri karena dalam peelengkapan upacara ini terdapat sepasang pengantin bekakak.
Upacara adat ini sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I, tepatnya antara tahun 1755 hingga 1792. Ritual ini digelar sebagai bentuk permohonan keselamatan warga Gamping. Tradisi yang sudah berumur hampir seusia Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini bermula dari kisah sepasang pengantin yang meninggal di Gunung Gamping. Bekakak berati korban penyembelihan manusia atau hewan. hanya saja, bekakak yang disembelih zaman sekarang hanya tepung ketan yang dibentuk seperti pengantin laki-laki dan perempuan yang sedang duduk bersilah. Sebelum diarak untuk disembelih, pada malam sebelumnya diadakan upacara midodareni layaknya pengantin sejati. Menurut kepercayaan masyarakat, pada malam menjelang perkimpoian, para bidadari turun ke bumi untuk memberi restu. Orang-orang begadang suntuk demi menyambut kedatangan para bidadari tersebut. Upacara ini dilakukan untuk menghormati awah Kyai dan Nyai Wirasuta yang menjadi abdi dalem Penangsang HB I, bertugas membawa payung kebesaran Pakubuwono I. Oleh masyarakat sekitar, mereka dianggap sebagai cikal bakal penduduk Gamping. Upacara dimulai dengan kirab sepasang boneka pengantin Bekakak yang terbuat dari ketan dan cairan gula merah.
Nantinya, pengantin bekakak akan diarak menuju Gunung Gamping dan Gunung Kiling. Sebelum arak-arakan dimulai, akan terlebih dahulu digelar pementasan fragmen "Prasetyaning Sang Abdi" yang menceritakan tentang kisah Ki Wirosuto. Setelah pementasan fragmen selesai, baru arak-arakan dimulai diikuti tiga buah joli yang berisi sesajen. Keunikan lain akan muncul saat upacara ini berlangsung. Di tengah-tengah ritual, biasanya akan muncul sekelompok anak yang berperan sebagai anak genderuwo. Anak-anak ini berjumlah 50-an anak dan didampingi sepasang genderuwo. Mereka bertugas mengawal pengantin bekakak.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |