×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Gorontalo

Asal Daerah

Gorontalo

Tuladenggi, dan Panthungo

Tanggal 25 Dec 2018 oleh Roro .

Raja Tilahunga mempunyai kebiasaan yang baik. Raja di Kerajaan Bolango itu gemar berkelana untuk mengunjungi rakyatnya. Ia mendengarkan keinginan rakyatnya dan berusaha mewujudkan keinginan rakyatnya itu. Selain itu, Raja Tilahunga juga mencari daerah-daerah baru yang subur dalam setiap pengembaraannya itu.
 
Suatu hari Raja Tilahunga berencana kembali berkelana. Ia merencanakan perjalanan yang cukup lama. Para prajurit diperintahnya untuk membawa bekal perjalanan yang banyak. Selain itu, berbagai peralatan kerja turut serta mereka bawa. Setelah semua bekal dan peralatan kerja disiapkan, rombongan besar itu segera berangkat meninggalkan istana kerajaan.
 
 
 
Rombongan itu menempuh perjalanan jauh. Mereka menyeberangi sungai, menuruni lembah, dan mendaki bukit. Hingga sejauh itu, Raja Tilahunga belum menemukan daerah yang subur. Suatu senja rombongan itu tiba di sebuah bukit. Raja Tilahunga meminta rombongan untuk berhenti.
 
“Kita beristirahat di daerah ini,” kata Raja Tilahunga.
 
Para prajurit segera menyiapkan perkemahan. Perbekalan turut pula disiapkan. Beberapa orang prajurit berencana membuat tempat ternyaman untuk Raja Tilahunga beristirahat. Tetapi, Raja Tilahunga menolak rencana itu. Ia ingin membaur dengan para prajuritnya.
 
“Dalam perjalanan ini, aku adalah sahabat seperjalanan kalian,” kata Raja Tilahunga.
 
Raja Tilahunga lalu melepaskan pakaian kebesarannya dan menitipkannya pada bukit yang sedang ia singgahi itu.
 
 
 
“Tapatto,” ucap Raja Tilahunga. Maknanya, menitipkan sesuatu untuk sementara waktu pada tempat yang tinggi. Maka, sejak saat Raja Tilahunga selesai berujar, daerah itu dinamakan Tapatopo.
 
Rombongan itu kembali melanjutkan perjalanan. Mereka melewati dataran luas. Matahari bersinar terik. Perjalanan terasa berat dan melelahkan. Segenap anggota rombongan merasa haus dan lapar. Namun, mereka terus berjalan. Ketika tiba di sebuah padang rumput, Raja Tilahunga memerintahkan rombongan untuk berhenti.
 
“Kita beristirahat di padang rumput ini,” perintah Raja Tilahunga. “Keluarkan perbekalan kita.”
 
Perbekalan dikeluarkan. Semua anggota rombongan memakan dan menimum bekal mereka. Rasa lapar dan haus yang mereka alami pun menghilang. Raja Tilahunga mengingatkan agar mereka tidak makan banyak-banyak, mengingat jauh dan lamanya perjalanan yang akan mereka tempuh. Raja Tilahunga tidak ingin mereka kehabisan bekal dalam perjalanan itu.
 
Perintah Raja Tilahunga didengarkan. Namun, tidak semua anggota rombongan sungguh- sungguh mematuhinya. Beberapa prajurit tetap makan banyak. Salah seorang di antara mereka, Denggi namanya, bahkan terus saja makan. Denggi sangat rakus. Ia tidak hanya memakan bekalnya saja, melainkan juga mencuri bekal milik anggota rombongan lainnya. Tindakan Denggi menimbulkan keributan.
 
“Apa yang terjadi?” tanya Raja Tilahunga setelah mengetahui keributan yang terjadi.
 
Salah seorang prajurit melapor, “Tuanku Raja, Denggi berbuat onar. Ia mencuri perbekalan anggota rombongan yang lain.”
 
Raja Tilahunga marah. Perintahnya, “Hadapkan Denggi padaku!”
 
Denggi segera dihadapkan pada Raja Tilahunga. Raja Tilahunga menasihati Denggi. Perbuatan Denggi merupakan perbuatan buruk. Perbuatan nista. Tidak seharusnya untuk dilakukan.
 
“Jangan lakukan lagi perbuatan buruk itu!” tegas ucapan Raja Tilahunga.
 
Denggi mengakui kesalahannya. Ia lalu meminta maaf pada kawan-kawannya yang telah dirugikannya. Ia berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan buruknya.
 
Karena kejadian yang dipicu ulah Denggi yang rakus itu, daerah padang rumput itu kemudian dinamakan Tuladenggi. Denggi yang rakus, maknanya.
 
Rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Mereka menjelajahi hutan hingga tiba di Danau Limboto. Mereka menyusuri pinggir danau luas itu. Raja Tilahunga memperhatikan daerah itu dengan sungguh-sungguh. Menurutnya, itu daerah yang sangat subur. Sangat sesuai untuk lahan pertanian dan perkebunan. Raja Tilahunga memerintahkan mereka untuk berhenti.
 
“Dirikan perkemahan di daerah ini,” perintah Raja Tilahunga. “Siapkan peralatan kerja kalian. Kita akan membuka lahan di daerah ini.”
 
Para prajurit bergegas mematuhi perintah Raja Tilahunga. Mereka mengeluarkan aneka peralatan kerja yang mereka bawa. Mereka terkejut mendapati peralatan kerja mereka banyak yang rusak. Tangkai-tangkai aneka peralatan kerja mereka banyak yang patah. Mereka segera melaporkan kejadian itu pada Raja Tilahunga.
 
 
 
“Perbaiki peralatan kerja kalian,” kata Raja Tilahunga. “Tangkai-tangkai peralatan kerja yang patah hendaknya segera diganti.”
 
Para prajurit segera mengganti tangkai-tangkai peralatan kerja yang patah. Bagian-bagian dari alat kerja yang rusak juga diperbaiki. Alat kerja yang tumpul kembali diasah, yang terlepas disambung dan diikat kuat kembali. Setelah semua perlatan kerja kembali baik kondisinya, Raja Tilahunga memerintahkan mereka untuk membuka lahan.
 
Daerah di pinggir Danau Limboto itu kemudian dinamakan Panthungo. Tangkai pegangan alat berkebun, artinya.
 
Benar perkiraan Raja Tilahunga, Panthungo merupakan daerah yang subur. Segala kebutuhan hidup tersedia. Tanah subur yang membuat tanaman mereka tumbuh baik dan mendatangkan hasil yang melimpah. Ikan yang sangat banyak terdapat di Danau Limboto. Mereka bisa mendapatkannya dengan memancingnya.
 
Raja Tilahunga merasa senang dan bahagia. Perjalanannya untuk mendapatkan daerah subur telah terpenuhi.
 
Beberapa tahun kemudian Raja Tilahunga memutuskan untuk kembali ke istana kerajaan. Para prajurit diperintahnya untuk bersiap-siap. Namun, tidak semua prajurit ingin kembali ke kerajaan bersama Raja Tilahunga. Sebagian di antara mereka berniat tetap tinggal di daerah Panthungo itu.
 
Mereka yang ingin tetap tinggal lalu menghadap Raja Tilahunga. Salah seorang dari mereka berujar, “Ampun Tuanku Raja, jika Paduka memperkenankan, kami ingin tetap tinggal di Panthungo ini.”
 
Raja Tilahunga bisa memaklumi keinginan itu. Ia memperkenankan mereka untuk tetap tinggal di Panthungo. Keputusan raja disambut lega. Mereka sangat berterima kasih dengan kebijaksanaan Raja Tilahunga.
 
Raja Tilahunga dengan diiringi prajurit lainnya meninggalkan Panthungo. Mereka kembali melakukan perjalanan menuju Kerajaan Bolango, kediaman Raja Tilahunga yang ternama bijaksana, arif, serta adil dalam memerintah itu

DISKUSI


TERBARU


ASAL USUL DESA...

Oleh Edyprianto | 17 Apr 2025.
Sejarah

Asal-usul Desa Mertani dimulai dari keberadaan Joko Tingkir atau Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya yang menetap di Desa Pringgoboyo, Maduran, Lamong...

Rumah Adat Karo...

Oleh hallowulandari | 14 Apr 2025.
Rumah Tradisional

Garista adalah Rumah Adat Karo di Kota medan yang dikenal sebagai Siwaluh Jabu. Rumah adat ini dipindahkan dari lokasi asalnya di Tanah Karo. Rumah A...

Kearifan Lokal...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Setiap Kabupaten yang ada di Bali memiliki corak kebudayaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Salah satunya Desa Adat Tenga...

Mengenal Sejara...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Pura Lempuyang merupakan salah satu tempat persembahyangan umat hindu Bali tertua dan paling suci di Bali. Terletak di lereng Gunung Lempuyang, di Ka...

Resep Layur Bum...

Oleh Masterup1993 | 24 Jan 2025.
Makanan

Ikan layur yang terkenal sering diolah dengan bumbu kuning. Rasa ikan layur yang dimasak dengan bumbu kuning memberikan nuansa oriental yang kuat...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...