|
|
|
|
![]() |
Tugu Siagian Tanggal 06 Aug 2018 oleh Oskm_16718127_rheisya emaloria. |
Tugu Siagian
Tata kekerabatan pada suku Batak didasarkan pada filsafat “Dalihan Na Tolu”, yaitu tiga pilar kekerabatan yang mendasari seluruh acara budaya Batak. Yang pertama “Somba mar hula-hula” yaitu harus hormat yang tinggi kepada pihak besan yang menjadi mertua anak kita. Pihak besan akan selalu diberikan tempat duduk paling hormat dalam setiap ada Batak, dan mereka akan dimintai pandangan-pandang bijak atas acara-acara yang akan dilakukan. Pilar kedua “Manat Mardongan tubu” yaitu harus hati-hati, cermat dan tidak gegabah dengan teman satu marga, karena seringnya satu kampung sehingga banyak konflik kepentingan. Pilar ketiga “Elek Marboru” yaitu harus banyak empati dengan pihak boru, yaitu marga yang menjadi suami dari boru kita. Pihak boru ini menjadi pendukung pembantu dalam banyak acara-acara orang Batak.
Setiap acara orang Batak dilaksanakan oleh kelompok marganya (Pilar kedua) bukan perseorangan, sehingga kesatuan dalam satu marga akan menjadi syarat penting sehingga acara-acara adat berjalan lebih baik. Persatuan marga ini dalam sub-kelompok lebih kecil didukung dengan perkumpulan arisan, sehingga terjalin komunikasi antar anggota secara memadai. Persatuan marga dalam kelompok lebih besar selalu ada di kota-kota utama, seperti di Siagian Sejabodetabek dengan mengadakan pesta pertemuan setiap dua tahun sekali. Dalam mendukung persatuan, secara musyawarah anggota Sigian sedunia bersepakat untuk membangun Tugu Siagian untuk menguatkan kesatuan seluruh keturunan marga Siagian sekarang dan di masa depan.
Tugu Siagian ditempatkan di Bonandolok Laguboti, Tobasa, sebagai salah satu kampung marga Siagian. Tugu Siagian hanya merupakan simbol besar marga bukan tempat kuburan dari nenek moyang pendahulu. Seluruh marga Siagian secara simbolik menjadi pemilik tugu marganya. Tugu Siagian setinggi 33 meter menginginkan agar setiap marga Siagian berlomba-lomba untuk maju tanpa menyusahkan orang lain.
Tugu bagi beberapa orang dinilai negatif karena dianggap menjadi lambang kesombongan, atau lambang pemujaan berhala, atau pemborosan dana yang besar. Pandangan ini dicoba diadopsi untuk tidak terjadi pada pembangunan Tugu Siagian, yaitu dengan rencana bahwa Tugu Siagian di masa depan dipake bukan hanya lambang tetapi menjadi tempat masyarakat melakukan rapat, atau menjadi rumah pemasaran bagi karya-karya masyarakat di sekitar tugu.
#OSKMITB2018
![]() |
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
![]() |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
![]() |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
![]() |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |