Ritual
Ritual
Ritual Papua Biak
Tradisi Wor
- 18 November 2018

Wor merupakan kebudayaan khas masyarakat adat Napa Swandiwe, Kabupaten Biak Numfor, Papua. Wor memiliki dua arti, yaitu sebagai upacara adat dan nyanyian adat. Wor nyaris hilang di tahun 1940-an karena adanya gerakan pembaruan yang membuat orang Biak meninggalkan tradisi ini. Namun, kesenian sakral yang sangat terkait dengan kepercayaan setempat ini mengakar pada masyarakat Biak sebegitu kuatnya sehingga usaha yang dilakukan pemerintah kolonial untuk menghapus tradisi ini tak berhasil.

Legenda 

Menurut legenda Biak, wor bermula ketika Mansar Mnuwon yang sedang berburu di hutan mendengar orang menyanyi dan memukul tifa di pohon yang tinggi. Ketika ia memeriksa dahan yang menjadi sumber suara, ia tak melihat apa-apa.

Ia kemudian beristirahat di bawah pohon. Saat itu, musik terdengar semakin keras, menjangkau tumbuhan merambat di pohon itu. Musik kemudian terpecah menjadi paduan suara. Kumpulan bunga pada tumbuhan merambat pun bernyanyi.

Karena khawatir suara itu hilang saat matahari terbit, Mansar Mnuwon memotong tumbuhan merambat itu dan membawanya pulang. Lalu, ia makan daunnya. Secara ajaib, suara tumbuhan merambat tadi pindah kepadanya, membuatnya pintar menyanyikan wor.

Wor sebagai nyanyian adat meresap di setiap aspek kehidupan orang Biak. Sambil berkebun atau menganyam, kaum wanita menyanyi mengingat kekasihnya. Kelompok laki-laki menyanyikan wor di laut untuk menenteramkan roh-roh atau saat mereka sedang mempersiapkan diri untuk berperang. Keluarga dari segala umur menyanyikan wor di pesta, menandai peralihan dalam kehidupan seorang anak.

Sebagai wahana utama pengungkapan jati diri sosial, wor berfungsi mengesahkan pernyataan hak wilayah, menyampaikan tuntutan hadiah makanan dan minuman, serta menimbulkan rasa simpati, dukungan, kemarahan, atau kesedihan. Ahli wor mendapat kedudukan layaknya sang petualang yang dipuji-puji oleh masyarakat.

Keberagaman

Orang Biak membagi wor berdasarkan lagu, irama, dan fungsi sosial. Dulu, orang berpesta menyanyikan 15 jenis wor yang berbeda dalam satu malam pesta. Sekarang, banyak orang Biak dapat mengenali kategori wor, kekarem atau lagu pembuka, beyuser atau lagu cerita, dow mamun atau lagu perang, dan lagu tarian, seperti yerisam, sandia, dow arbur.

Dalam jenis wor tertentu, orang Biak membiarkan terjadinya variasi kedaerahan atau individual. Namun, mereka berkeras “dialek” yang berbeda, seperti variasi bahasa Biak, asalnya dari bagan rumit dan konsisten tunggal, penguasaannya penting bagi kesenian wor.

Suara yang Bersaing

Di pesta, orang menari sambil menyanyikan wor. Laki-laki dan perempuan muda memimpin, melompat mengetukkan irama lagunya pada tambur yang disebut tifa, atau sireb dalam bahasa Biak. Nyanyian wor berkelompok, suara perorangan bersaing.

Setiap wor dibagi menjadi kadwor atau “pucuk”, dan fuar atau “akar”. Suara tunggal mengantarkan lagu baru, suara kedua menjawabnya. Penyanyi lain mengikuti, membentuk sisi berlawanan, satu kelompok menyanyikan kadwor, yang lain menyanyikan fuar.

Pemukul tifa mengikuti iramanya, suaranya membesar dengan banyaknya penyanyi. Setiap kelompok menyanyi menurut iramanya sendiri, bergabung dengan paduan suara sesuka hati, melakukan perubahan lagu sebelum mengakhiri setiap baris bersama-sama.

Lagu tak berpemimpin, setiap penyanyi membuat variasi nada. Setiap paduan suara berusaha menarik perhatian. Penyanyi fuar mengawali syairnya sebelum penyanyi kadwor selesai. Pihak kadwor membalasnya, mencuri nyanyiannya kembali. Dampaknya heterofoni: campuran titinada, penggalan kalimat, dan volume suara saling berdampingan dalam susunan nyanyian tunggal.

Guncangan yang Dijinakkan

Syair wor untuk menjinakkan pandangan yang asing dan baru. Penyanyi yang ahli dapat mengubah pandangan, suara, atau perasaan baru menjadi nyanyian. Penggubah lagu mendapat ilham dari hal-hal seperti pesawat terbang, gambar Alkitabiah, serta alat perekam.

Penjelajah mungkin akan menyanyikan sejarahnya sebagai kumpulan kesan yang dikenangnya: ikan terbang, semburan perahu, asap yang menjulang di atas bukit yang menjauh, atau angin yang dingin. Wor sebagai teka-teki diawali dengan lonjakan sesuatu yang tak disangka dan berakhir sebagai angan-angan atau kenangan.

Wor dan Jati Diri Sosial

Penyanyi ahli mendapatkan status sosialnya. Orang Biak menghubungkan kekuatannya dengan warisan sosialnya. Penggubah paling terampil adalah orang yang telah makan daun tanaman merambat yang ditemukan Mansar Mnuwon. Dipertalikan dengan suku tertentu, diturunkan dari bapak, ibu, dan saudara ibu, pengetahuan jenis ini langka dan berbahaya.

Tergantung kekuatan gaib wor untuk kekuatan dan daya tarik seksual mereka, para ahli menyebut tanaman yang ditemukan Mansar Mnuwon itu sebagai “tulang punggungnya”. Mereka percaya akan mati begitu memberi makan pewarisnya daun itu.

Yang lain memberi anaknya isyarat serta membiarkan menemukan tanaman itu sendiri. Ahli lainnya tak pernah mengungkapkan rahasianya, khawatir anak yang tak bertanggung jawab akan menggunakan seenaknya.

Di masa lalu, wor mempererat ikatan kemasyarakatan. Lagu dinyanyikan di pesta sebagai hadiah bagi nyonya rumah. Nyonya rumah kemudian membalas dengan makanan, tembakau, dan minuman. Saudara lelaki nyonya rumah membandingkannya dengan seekor burung yang rakus dan membuktikan kemurahhatiannya. Lagu pertempuran mengingatkan orang bila nyonya rumah lamban atau kikir. Para tamu kemudian merobohkan gubug makan.

Orang Biak masa kini lebih halus. Memandang laut dan ikan terbang, perempuan menyanyi untuk nostalgia akan Biak pada keluarga yang akan berangkat, sedih karena kegagalannya membalas budi keluarga untuk kasih sayangnya.

Berpuluh-puluh tahun yang lalu, seorang Biak menjelaskan kepada misionaris F.C. Kamma mengapa masyarakatnya tak mau melepaskan tarian gaibnya. “Leluhur kami menyanyikan wor demi kesejahteraan kami, maka kami pun harus menyanyikan wor demi anak-anak kami. Jika kami tak menyanyikan, kami akan mati.”

Di zaman modern, nasib wor menjadi tak tentu. Tergeser nyanyian pujian dan lagu rakyat, wor jarang dinyanyikan. Tidak jelas apakah wor masih mengakar cukup dalam untuk bertahan di masyarakat Biak.

Fungsi Wor

Di masa lalu, wor merupakan unsur penting dalam pesta orang Biak sebagai tanda kemenangan di pertempuran, perjalanan niaga, perkawinan, dan peralihan dalam kehidupan seorang anak.

Antropolog Belanda, F.C. Kamma, menggambarkan penyanyi membentuk lingkaran gaib di sekeliling anak yang menyelenggarakan pesta. Suara tambur yang meniru leluhur membangkitkan perasaan akan kehadiran para leluhur.

Terlindung oleh kekuatan leluhur, anak akan tumbuh kuat untuk menghadapi bahaya perjalanan di tanah yang cukup jauh.

Wor berperan dalam pemberontakan pembebasan yang melanda Biak selama akhir tahun 1930-an. Dalam jumlah beribu-ibu, orang Biak berkumpul untuk menyanyi, menari, dan menantikan kembalinya Manarmakeri: leluhur yang mengembalikan rahasia kekuatan asing kepada Biak dan menghidupkan kembali orang yang mati.

Tradisi Wor merupakan tradisi siklus kehidupan.[4][5][6] Ada beberapa upacara yang dilakukan terkait hal tersebut, yaitu:

  1. Wor Fasfesmandwampur. Berasal dari dua kata yaitu fasfes dan mandwam. Fasfes berarti ikatan. Mandwam adalah nama kulit kayu yang ditumbuk hingga halus. Wor ini disebut juga fasfesepen atau ikatan untuk menahan. Dapat juga disebut sebagai babyos (membalaut). Wor Fasfesmandwampur adalah suatu ikatan untuk menahan bagian bawah perut seorang ibu yang sedang hamil. Tujuannya adalah untuk melindungi anak yang masih dalam kandungan agar terhindar dari segala gangguan roh halus.
  2. Wor Fasasnai. Fasasnai berarti memperlihatkan. Disebut juga anunbesop (membawa atau mengantar anak turun ke bawah) atau anun berurido (mengantar anak keluar dari kamar). Wor Fasasnai artinya memperlihatkan bayi kepada alam agar penguasa alam dan segala isinya mengenal bayi yang baru lahir. Pada prinsipnya, Wor Fasasnai adalah memperkenalkan bayi kepada kerabat, alam dan pemiliknya baik yang nyata maupun tidak nyata.
  3. Wor Anmam. Terdiri dari kata an (makan) dan mam (gumpalan makanan yang dikunyah). Maksudnya adalah penyuapan bayi dengan makanan yang bukan ASI. Upacara wor ini dilaksanakan karena seorang anak telah memasuki tahap perkembangan terbaru yaitu giginya sudah tumbuh dan sudah bisa mengunyah makanan lain meski masih meminum ASI.
  4. Wor famarmar dan Sraikir Kneram. Famarmar artinya mengenakan cawat atau pakaian. Sraikir Kneram adalah upacara melobangi telinga bagi seorang anak perempuan. Keduanya merupakan upacara yang dilakukan pertama kali ketika anak laki-laki sudah dapat mengenakan pakaian (cawat) sendiri.
  5. Wor Papaf. Papaf artinya penyapihan. Maksudnya adalah upacara melepaskan ASI seorang ibu dengan bayinya karena anak sudah dapat makan sendiri. Anak mulai belajar mengambil hidangan atau makanan sendiri yang disuguhkan ibunya.
  6. Wor Kapanaknik. Kapanaknik artinya mencukur rambut anak. Upacara ini dilaksanakan ketika anak berusia 6-8 tahun. Usia tersebut dianggap bahwa seorang anak sudah dapat berpikir. Di usia ini seorang anak mulai mendapatkan pendidikan. Mereka memasuki lembaga pendidikan yang disebut Rumsram.
  7. Wor Kabor. Kabor berasal dari dua suku kata yaitu kuk atau kak yang berarti menusuk dan bori yang berarti di atas sesuatu. Maksudnya adalah mengiris atau menusuk bagian atas penis alat kelamin laki-laki. Wor Kabor merupakan wor terakhir di masa kanak-kanak sebelum menginjak masa remaja. Dalam upacara ini terdapat Upacara Barapen, yiatu upacara berjalan di atas batu panas. Upacara ini dilaksanakan oleh para pemuda (Kabor Insos) sebagai peringatan ketika mereka mulai memasuki usia remaja.[7] Prosesi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dosa yang telah dilakukan oleh seorang pemuda. Jika kaki pemuda terluka akibat menginjak batu tajam yang sudah menjadi bara, maka dia sudah terlalu banyak melakukan dosa.
  8. Wor Beba. Nama lainnya adalah Munara Beba (upacara besar), atau Fararur Beba (pekerjaan besar). Dilaksanakan ketika seorang anak telah selesai mengikuti pendidikan tradisional di Rumsram. Wor Beba dilaksanakan untuk menentukan status sosial seseorang dalam klan maupun komunitasnya.
  9. Wor Farbakbuk, adalah wor yang berkaitan dengan upacara perkawinan. Ada beberapa tahapan dalam prosesnya seperti Wor Ramrem, Woryakyer dan Wafwofer,Wor Anenfasus.
  10. Wor Farbabei. Wor Farbabei adalah upacara berkabung. Upacara ini bertujuan untuk menggantungkan sesuatu barang atau benda milik saudara yang meninggal pada tubuh saudara yang hidup sebagai tanda masa berkabung. Wor ini merupakan prosesi pemakaman secara tradisional. Ada beberapa tahapan dalam upacara ini yang dimulai ketika meninggal hingga penyimpanan tulang pada tempat penyimpanan khusus. Wor ini merupakan simbol rasa duka yang mendalam bagi anggota keluarga.
  11. Wor Rasrus adalah upacara untuk memindahkan tulang-tulang orang yang meninggal dengan cara mencuci tulang dan memasukkannya ke dalam peti yang dibuat dari pohon. Upacara ini dilakukan oleh anggota keluarga yang meninggal. Pada upacara ini akan dibuat amfianir (patung) dan pada bagian kepala diberikan tengkorak dari saudara mereka yang meninggal. Beberapa patung dibuat tanpa tengkorak. Wor ini bermakna bahwa seseorang telah memasuki kehidupan yang baru di dunia lain.

*) Disadur dari Danilyn Rutherford, “Wor,” dalam John H. McGlynn dan Karin Johnson, Indonesian Heritage: Bahasa dan Sastra, Jakarta: Buku Antar Bangsa, 2002.

sumber: https://1001indonesia.net/wor-kesenian-tradisional-masyarakat-adat-napa-swandiwe-biak-papua/

https://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi_Wor

#SBJ

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya