|
|
|
|
Tradisi Unik "Sumarak Padang" Tanggal 16 Aug 2018 oleh OSKM18_16518122_Muhammad Rafi Pratama. |
Tradisi ini sengaja dilaksanakan agar masyarakat terhindar akan “murka” dari makhluk gaib penunggu hutan.
Masyarakat percaya apabila mereka mengadakan ritual tradisi nenek moyang ini, penunggu hutan (gaib) itu, akan menjaga kelestarian hutan tersebut, ladang, dan ternak mereka. Namun jika ritual ini tidak digelar, masyarakat percaya bahwa bala akan menimpa mereka, seperti hilangnya ternak mereka, hilangnya beberapa peladang, dan hasil ladangnya menjadi tidak menguntungkan.
Proses berlangsungnya adalah sebagai berikut:
Sebelum prosesi dimulai, para ibu menghidupkan tungku, kemudian memasak kalio dan menu lainnya. Sementara para lelaki membantu tetua kampung menyiapkan segala macam perlengkapan yang akan di bawa ke puncak bukit, dimana dipercaya disitu tempatnya makhluk gaib. Peralatan yang disiapkan berupa bambu yang dirangkai untuk meletakkan sajen, serta mangkok–mangkok yang terbuat dari daun pisang.
Setelah tengah hari dan melaksanakan shalat, para tetua kampung dan sejumlah warga mendaki bukit sambil membawa sajen untuk Inyiak Rajina dan Datuk Rajo Gagau, dua makhluk gaib yang selama ini dipercaya ikut menjaga hutan mereka.
Kabut putih turun saat rombongan sampai di puncak bukit Gantiang Kubang, nuansa magis seakan menyambut kehadiran warga kampung. Semilir angin menyejukkan badan yang telah letih usai mendaki dan melintasi padang ilalang.
Perlengkapan ritual akhirnya diturunkan dan diletakkan di rerumputan. Persis di bawah batang pohon paling besar yang ada di puncak bukit itu. Kemudian mereka membawa orang yang didaulat sebagai pawang yang bisa berkomunikasi dengan makhluk gaib, meletakkan sajen berupa darah, batih, daging kambing, rokok, lemang, telur, dan nasi dalam delapan mangkok daun.
Usai sajen ditata, pawangnya membaca mantra dan doa, serta membakar kemenyan. Bendera putih berukuran 40 X 30 sentimeter dikibarkan di atas sesajian dan diasapi oleh asap kemenyan. Pembacaan mantra dan doa sendiri diikuti oleh seluruh rombongan.
Altar dari bambu untuk meletakkan sesajian lalu diangkat dan diikat ke batang pohon. Butuh beberapa orang untuk mengikat altar sekuat mungkin agar tidak jatuh. Pawang yang telah berada di atas pohon menerima sajen itu dan meletakkannya di atas altar bambu, dan bendera putih dengan tiang kayu juga diikat ke batang pohon.
Ia lalu berdoa ke yang kuasa, kemudian mulai memanggil makhluk gaib penghuni hutan untuk menerima sajen. Suaranya bergema hingga ke lembah yang dijadikan warga sebagai ladang.
Tradisi ini merupakan cara masyarakat setempat terutama peladang untuk bersahabat dengan alam, dengan cara memberi sajen kepada penghuni hutan yang dipercaya ada secara gaib. Mereka berharap hutan tempat mereka mencari nafkah bisa terus terjaga.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |