×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Tradisi / Ritual

Provinsi

Maluku

Tradisi Sasi

Tanggal 29 Sep 2016 oleh hallowulandari .

·         Sasi  ;  penetapan   larangan   untuk   mengeksploitasi  sumberdaya  alam  tertentu dalam  periode waktu tertentu.

      Ada 3 hal penting dalam ketentuan “hukum adat sasi”, yaitu ;

1.      Terdapat  larangan  memanfaatkan sumberdaya alam dalam jangka waktu tertentu untuk  memberi kesempatan kepada flora dan fauna untuk memperbaharui dirinya memelihara kualitas dan memperbanyak populasi sumberdaya alam tersebut.

2.      Ketentuan  sasi   tidak  saja  mencakup  lingkungan  alam, tetapi  juga  lingkungan sosial dan lingkungan buatan manusia.  Misalnya, melarang masyarakat bepergian keluar  desa  karena alasan  tertentu,  melarang   bentuk-bentuk   keramaian   pada  waktu tertentu seperti pada saat upacara adat, membangun baileu (rumah adat).

3.      Ketentuan hukum sasi, ditetapkan oleh masyarakat  atas  prakarsa  mereka  sendiri dan pengawasan pelaksanaannya diselenggarakan oleh masyarakat kewang (polisi adat) yang tidak dibayar oleh pemerintah.

 Dengan demikian tujuan sasi adalah ;      

1.      Menjaga ketertiban dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga terjadinya pengrusakan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut.

2.      Mengatur penggunaan hak seseorang secara tepat, menurut waktu yang ditentukan dalam pengelolaan maupun pemanfaatan hasil produksi tanaman.

3.      Menumbuhkan tingkah laku dan pola pikir masyarakat yang berwawasan lingkungan terhadap generasi berikutnya.

Ada beberapa jenis sasi yang dikenal oleh masyarakat Maluku, antara lain ;

1.      Sasi Negeri ; atau disebut juga sasi adat.  Sepenuhnya dilakukan secara adat, dipimpin oleh kepala desa (raja) yang betindak sebagai kepala persekutuan hukum-hukum adat di desanya, dibantu oleh perangkat desa (tua-tua adat) yang terdiri dari kepala soa, mauweng dan kewang. Adapun fungsi mereka adalah  (1) kepala soa berfungsi membantu raja dalam mengatur jalannya upacara adat, pada waktu “buka sasi” dan “tutup sasi”; (2) mauweng berfungsi sebagai penghubung antara masyarakat adat dengan roh-roh para leluhur ; (3) kewang berfungsi untuk mengatur teknis pelaksanaan sasi di lapangan dan sekaligus mengawasi setiap pelanggarannya.

2.      Sasi Darat ; dikenakan pada hasil-hasil di daratan seperti hasil tanaman dan hasil hutan. Menurut tempat maupun jenisnya, kita mengenal sasi hutan, sasi rotan, sasi damar, sasi batu, sasi kali, sasi kelapa, sasi lemong (jeruk) dan sebagainya.

3.      Sasi Laut ; dikenakan terhadap hasil laut. Menurut jenisnya biasanya dikenal dengan sasi kawalinya, sasi lompa, sasi make, sasi teripang, dan sebagainya.

4.      Sasi Perorangan ; biasanya dilakukan oleh satu keluarga (extended family). hanya terbatas pada milik keluarga (= kebun, hutan) tersebut.  pelaksanaan dan pengawasannya juga, hanya terbatas pada keluarga tersebut.  Pemerintah desa, hanya mendapat pemberitahuan.

Budaya Sasi, tradisi pengelolaan sumber daya alam berbasis lingkungan.

Di Negeri Ihamahu dan di beberapa wilayah hukum adat di Maluku, untuk menebang 1 pohon sagu untuk dipanen maka diwajibkan untuk menanam 10 anakan sagu sebagai gantinya.

Orang-orang pun dilarang membuat keributan di hutan pada saat pohon sedang berbunga, karena dianggap menggangu proses pembuahan dan bunga akan berguguran. Ini merupakan tradisi yang menunjukan bahwa masyarakat adat di Maluku sangat menyatu dengan alamnya sehingga mereka menghargai alam seperti menghargai diri mereka sendiri.

Budaya tradisi seperti ini merupakan salah satu modal sosial yang patut diperhitungkan dalam menjalankan pembangunan program yang berkelanjutan supaya tidak menimbulkan dampak yang merusak lingkungan.

Penataan pembangunan berbasis lingkungan dan tradisi adat setempat merupakan cara yang seharusnya diperhatikan dan diterapkan. Dalam tradisi budaya sasi di Maluku mengandung nilai-nilai kebaikan dan kebijaksanaan serta keseimbangan antara manusia dan alam sekitarnya. Sehingga upaya pembangunan dapat berjalan tanpa mencederai lingkungan dengan adapanya pencemaran dan kerusakan lingkungan.

 

Daftar Pustaka

 Ajawaila, J.W.  1996.  Tinjauan Sosial Budaya Agroforestry Dusun. Pusat Studi Maluku. Universitas Pattimura Ambon

 Hendropuspito. D,  1989.  Sosiologi Sistematik. Cetakan I, Kanisius, Yogyakarta

 Kaya, M.  2003.   Dusung,  Sistem  Pengelolaan  Lahan  Tradisional.   Dinas   Kehutanan Provinsi Maluku

 Nababan.A,1995. Kearifan Tradisional dan Pelestarian Lingkungan Hidup di Indonesia.  Jurnal Analisis CSIS ; Kebudayaan, Kearifan Tradisional dan Pelestarian Lingkungan. Tahun XXIV No. 8 Tahun 1995.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sasi

Sasi merupakan adat khusus yang berlaku hampir di seluruh pulau di Provinsi Maluku (Halmahera, Ternate, Buru, Seram, Ambon, Kep. Lease, Watubela, Banda, Kep. Kei, Arudan Kep. Barat Daya dan Kep. Tenggara di bagian barat daya Maluku) dan Papua (Kep. Raja Ampat, Sorong, Manokwari, Nabire, Biak dan Numfor, Yapen, Waropen, Sarmi,Kaimana dan Fakfak). Sasi juga memiliki nama lain, yakni Yot di Kei Besar dan Yutut di Kei Kecil. Sasi juga dikenal sebagai cara pengolahan sumber daya alam di desa-desa pesisir Papua.
 
Definisi
Sasi dapat diartikan sebagai larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati (hewani maupun nabati) alam tersebut. Karena peraturan-peraturan dalam pelaksanaan larangan ini juga menyangkut pengaturan hubungan manusia dengan alam dan antar manusia dalam wilayah yang dikenakan larangan tersebut, maka sasi, pada hakikatnya, juga merupakan suatu upaya untuk memelihara tata-krama hidup bermasyarakat, termasuk upaya ke arah pemerataan pembagian atau pendapatan dari hasil sumberdaya alam sekitar kepada seluruh warga/penduduk setempat. Saat ini, sasi memang lebih cenderung bersifat HUKUM ADAT bukan tradisi, dimana sasi digunakan sebagai cara mengambil kebijakan dalam pengambilan hasil laut dan hasil pertanian. Namun, secara umum, sasi berlaku di masayarakat sebagai bentuk etika tradisional. Sasi tidak berhubungan dengan ritus kelahiran, perkawinan, kematian dan pewarisan, melainkan lebih cenderung bersifat tabu dan kewajiban setiap individu dan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Seperti yang kita tahu, bahwa taboo atau tabu berfungsi untuk menjaga kestabilan hidup masyarakat. Tabu seringkali dikaitkan dengan sesuatu yang terlarang, karena akan mengakibatkan dampak buruk bagi orang yang melanggar tabu.
 
Lokollo (1925) menjelaskan bahwa terdapat enam tujuan falsafah yang mempengaruhi pelaksanaan adat sasi, yakni sebagai berikut:
1. Memberikan petunjuk umum tentang perilaku manusia, untuk memberikan batasan tentang hak-hak masyarakat;
2. Menyatakan hak-hak wanita, untuk memberikan definisi status wanita dan pengaruh mereka dalam masyarakat:
3. Mencegah kriminalitas, untuk mengurangi tindakan kejatahan seperti mencuri;
4. Mendistribusikan sumber daya alam yang mereka miliki secara merata untuk menghindari konflik dalam pendistribusian sumber daya alam, yakni antara masyarakat dari desa atau kecamatan yang berbeda;
5. Menentukan cara pengelolaan sumber daya alam yang di laut dan di darat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
6. Untuk penghijauan/pelestarian alam (6. konservasi).
 
Klasifikasi
Secara tradisional, sasi diterapkan dalam tiga tingkat, yaitu sebagai berikut :
1. Sasi perorangan, yakni melindungi sumber daya alam yang bisa menjadi milik pribadi dalam batas waktu tertentu. Adapun orang-orang yang boleh mengambil pohon buah-buahan hanya orang yang menaruh tanda sasi pada pohon tertentu.
2. Sasi umun, yakni yang diterapkan untuk perkebunan campuran berbagai pohon yang ada di Maluku dan Papua, disebut sebagai 2. dusun, kemudian diterapkan untuk sumber daya tertentu yang ada dalam kebun tersebut.
3. Sasi desa, yakni berlaku bagi seluruh lapisan di desa tersebut, biasanya terdiri dari beberapa dusun.
Setelah kewenangan sasi semakin luas dan bertambah, akhirnya sasi berkembang menjadi empat kategori, yakni sebagai berikut :
1. Sasi perorangan, yakni berlaku hanya untuk lahan saja, karena laut milik umum.
2. Sasi umun, hanya berlaku untuk tingkat desa saja.
3. Sasi 3. gereja dan sasi 3. masjid, yaitu sasi yang disetujui oleh pihak gereja, masjid atau masyarakat umum.
4. Sasi negeri, yakni sasi yang disetujui oleh pemerintah lokal, seperti kepala desa, para bupati, contohnya untuk mengatasi masalah perselisihan mengenai batas wilayah.
Sasi berdasarkan lokasi dan jenis sumber daya alam. Sasi juga dapat diberlakukan lokasi-lokasi dan jenis-jenis sumber daya alam, yang terbagi menjadi empat kelompok utama, yakni sebagai berikut:
 
1. Di laut (Sasi laut), sasi tersebut diberlakukan dari batas air surut ke batas awal air yang dalam pada saat tertentu, yakni sebagai berikut :
â¦Â Menangkap ikan seperti lompa (Thryssa baelama) (Engraulidae) serta jenis ikan lainnya, termasuk â¦Â teripang Holothuroidea dan â¦Â udang;
â¦Â Menangkap ikan-ikan di teluk-teluk tertentu dan pada waktu-waktu tertentu;
â¦Â Menangkap ikan dengan menggunakn jaring yang bermata kecil (redi karoro);
â¦Â Menangkap ikan dengan menggunakan bom atau bahan beracun;
â¦Â Menangkap ikan dengan menggunakan jaring khusus untuk daerah penangkapan tertentu;
â¦Â Mengambil lola (Trochus niloticus), karang laut, karang laut hitam, batu karang dan pasir;
â¦Â Mengumpulkan rumput laut untuk keperluan makanan atau untuk dijual.
 
2. Di sungai (Sasi kali) pada saat :
â¦Â Menangkap ikan dan udang;
â¦Â Menangkap ikan dengan menggunakan jaring bermata kecil;
â¦Â Menangkap ikan dengan bom atau racun;
â¦Â Mengumpulkan kerikil dan pasir;
â¦Â Menebang pohon dalam radius 200 dari sungai atau dari sumber-sumber air.
 
3. Di Daratan (Sasi hutan) pada saat :
â¦Â Mengambil hasil pohon-pohon liar yang ditanam di hutan, seperti kelapa, durian, cengkeh, pala, langsat, mangga, nenas, kenari, pinang, sagu, enau dan lain sebagainya;
â¦Â Mengambil daun sagu untuk atap rumah;
â¦Â Menebang pohon pinang dan pohon lainnya yang sedang berbuah untuk membuat pagar;
â¦Â Menebang pohon untuk kayu bakar atau kayu bangunan;
â¦Â Menebang pohon pada lereng-lereng tertentu;
â¦Â Penghijauan;
â¦Â Berburu burung mamalia di hutan.
 
4. Di pantai (Sasi pantai) pada saat:
â¦Â Mengambil hasil hutan mangrove;
â¦Â Mengambil telur burung gosong/maleo yang hitam.
Dilema
Namun, terjadi dilema dimana sasi sendiri sudah tidak berlaku seperti pada awal mula sasi diberlakukan. Hal ini karena kepala desa atau kewang, yakni orang yang ditunjuk untuk mendisiplinkan kewenangan atas sumber daya alam dan wilayah sudah mulai malas untuk memperhatikan tradisi sasi itu sendiri. Selain itu, banyak pendatang yang susah untuk ditertibkan, karena pada pendatang tersebut tidak terikat oleh sasi. Akibatnya, pemberlakuan sasi tidak dapat ditindak secara tegas, meskipun terdapat hukuman-hukuman atas pelanggaran sasi yang sudah disepakati sebelumnya. Banyaknya pendatang serta perusahaan-perusahaan besar yang mengambil sumber daya alam di Maluku semakin mengaburkan sistem sasi secara perlahan-lahan. Contoh yang terjadi akibat adanya pendatang adalah yang terjadi di Nus Leur dan Terbang Utara, dimana terdapat perahu-perahu penangkap ikan yang melanggar batas ketika mengambil hasil laut.
Referensi
1. Lizza Laelatul Izzah Zaen. Dilema Sistem dat Sasi dan Kuasa Pemerintah Menjaga Sumber Daya lam Pulau Maluku. Tugas Paper Kajian Etnografi Indonesia Timur. Diunduh dari 1. https://www.academia.edu/6439646/Adat_Sasi_di_Maluku_Studi_Literatur
 
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 

Sasi atau kearifan ekologi merupakan tradisi masyarakat Maluku termasuk masyarakat Kabupaten Maluku Tengah yang sampai saat ini masih diterapkan secara berkesinambungan dan sukarela. Sasi sendiri diartikan sebagai sebuah mekanisme kearifan lokal yang digunakan masyarakat adat untuk mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam baik yang terdapat di darat, perarian atau sungai, maupun pesisir atau laut secara turun-temurun untuk memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan kebutuhan pangan masyarakat. Sasi di Maluku dikelola oleh sebuah lembaga adat di bawah Raja atau Kepala Desa yang disebut Kewang.

Dalam penerapannya, aturan ini hanya berlaku di tingkat pemerintah Negeri (sebutan masyarakat lokal untuk desa). Pun, tidak semua Negeri menerapkan Sasi di wilayahnya sehingga regulasi adat ini hanya mengikat di wilayah Negeri yang menerapkannya. Selain tidak semua Negeri menerapkan Sasi, praktik pengimplementasian peraturan adat ini memiliki tantangan yang cukup besar, baik dari dalam maupun luar. Salah satunya adalah pergantian pemerintah. Pergantian pemerintah yang telah sering terjadi dan kebijakan pembangunan yang dibuat semakin mengikis nilai-nilai adat yang terkandung di dalam Sasi. Bahkan kini, Sasi di sebagian besar Negeri Adat tengah mengalami fenomena mati suri.

Dalam pengelolaan sumber daya alam pesisir, tradisi Sasi Laut dan Sasi Kali mengatur masyarakat untuk tidak menangkap ikan dalam waktu tertentu. Tujuannya agar ikan dapat tumbuh dan mencapai ukuran tertentu ketika ditangkap nantinya. Selain itu, ada juga Sasi Lompa, perpaduan antara Sasi Laut dan Sasi Kali, yang mengatur tentang penangkapan ikan macherel – ikon dan kebanggaan masyarakat setempat – di Negeri Haruku. 

 

 

DISKUSI


TERBARU


Pertunjukan Man...

Oleh Bukantokohpublik24 | 15 Sep 2024.
Seni Budaya

Debus merupakan salah satu kesenian tradisional yang terdapat di Provinsi Banten. Pada awalnya, debus berfungsi sebagai sarana untuk menyebarkan aj...

Budaya Begalan...

Oleh Aniasalsabila | 12 Sep 2024.
Budaya Begalan

Budaya Begalan merupakan salah satu tradisi adat yang masih dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat di wilayah Banyumas, termasuk di Kabupaten Cilaca...

Seni Pertunjuka...

Oleh Radhityamahdy | 02 Sep 2024.
budaya

Seni pertunjukan wayang kulit merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang kaya akan nilai budaya dan artistik. Berakar dari kebudayaan Jawa,...

Ting-Ting Tempe

Oleh Deni Andrian | 29 Aug 2024.
Camilan

Bahan-bahan : 250 gram Tempe 150 gram gula pasir 1 sdt margarin 1 sdt sprinkles untuk topping (optional) Cara Membuat: Potong2 tempe dgn ukur...

Bebantan laman

Oleh . | 24 Aug 2024.
Ritual adat

Bebantan Laman adalah upacara memberi sesajian untuk pelindung kampung yaitu Tuhan Sang Hyang Duwata beserta para manifestasinya. Upacara Bebantan da...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...