×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Ritual

Provinsi

Banten

Asal Daerah

Desa Paja

Tradisi Ngembang

Tanggal 16 May 2011 oleh Budaya Indonesia. Revisi 3 oleh Hasan_komarudin pada 01 May 2025.

Tradisi adalah kebiasaan masyarakat setempat yang sudah ada berpuluh-puluh atau bahkan beratus-ratus tahun yang lalu. Di Indonesia tradisi ini merupakan hal yang biasa, karena hal itu tercipta dari adanya perbedaan budaya di setiap daerah masing-masing. Tradisi adalah bagian dari sebuah kebudayaan, dan kebudayaan adalah bagian dari pada adanya sebuah bangsa.

Salah satunya yang dapat kita lihat adalah tradisi "Ngembang" yang berada di Desa Paja, Kecamatan Sajira ini. Menurut tokoh masyarakat setempat, tradisi ini sudah ada berpuluh-puluh tahun yang lalu. "Ngembang"sendiri sebenarnya adalah Ziarah, hanya saja disini diiringi perangkat alat musik, seperti kentongan, rebana dan diiringi shalawat atas Nabi Muhammad SAW. Waktu"Ngembang" sendiri biasanya dilaksanakan setelah lebaran idul fitri dimana semua sanak saudara mereka sedang berkumpul.

Kontributor Website : https://distrikbantennews.com/2024/05/27/ngemang-tahunan-tradisi-syukuran-masyarakat-desa-paja-yang-masih-terjaga/

DISKUSI



  • Ngembang

    Di Kabupaten Lebak, Banten, terdapat sebuah tradisi budaya yang masih dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat, yaitu tradisi Ngembang. Tradisi ini merupakan bentuk penghormatan kepada para leluhur dan ulama yang telah berjasa dalam menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut. Ngembang dilaksanakan setiap tahun, terutama setelah Idul Fitri atau pasca panen kedua, dan menjadi momentum penting bagi warga dalam mempererat tali silaturahmi serta mengungkapkan rasa syukur atas berkah yang diberikan oleh Tuhan. Tradisi Ngembang banyak ditemukan di beberapa desa di Kecamatan Sajira, seperti Desa Paja, Mekar Sari, Parungsari, dan Pajagan. Namun, pusat pembahasan kali ini adalah Desa Paja, yang menjadi tempat utama pelaksanaan ritual ini karena keberadaan Makam Syeh Abdul Mumin, seorang ulama penyebar Islam yang sangat dihormati oleh masyarakat setempat. Makam ini menjadi titik utama ziarah bagi warga yang ingin mendoakan arwah leluhur dan meminta keberkahan dalam kehidupan mereka. Pada hari pelaksanaan, ratusan warga berbondong-bondong menuju makam keramat untuk berziarah dan mengirimkan doa kepada para leluhur. Dipimpin oleh para tokoh agama setempat, doa-doa dipanjatkan dengan khidmat, diiringi lantunan zikir yang menggema di seluruh area makam. Suasana sakral menyelimuti prosesi ini, mencerminkan betapa besarnya penghormatan masyarakat terhadap para pendahulu mereka. Sebagian warga membawa botol berisi air yang dipercaya telah diberkahi oleh doa-doa yang dipanjatkan. Kepercayaan ini masih kuat dipegang oleh masyarakat, yang meyakini bahwa air tersebut dapat membawa kebaikan dan keberkahan bagi kehidupan mereka. Beberapa warga bahkan menyimpan air ini untuk digunakan dalam berbagai keperluan, seperti penyembuhan, keselamatan, dan perlindungan rumah dari hal-hal buruk. Selain ziarah, acara ini juga menjadi ajang untuk mempererat hubungan sosial antarwarga. Di tengah prosesi, masyarakat saling berbincang, bertukar cerita, dan memperbarui hubungan yang mungkin sempat renggang akibat kesibukan masing-masing. Tradisi ini menjadi momen penting bagi mereka untuk kembali terhubung dalam kebersamaan yang hangat dan penuh makna. Lomri, seorang tokoh masyarakat Desa Paja, menegaskan bahwa tradisi ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat. “Ngembang adalah bentuk penghormatan kita kepada ulama-ulama yang telah berjasa dalam menyebarkan ajaran Islam di desa ini,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa tradisi ini bukan sekadar ritual, tetapi juga bagian dari identitas budaya yang harus terus dijaga. Sementara itu, Hasan Pasundan, Ketua Kasepuhan Adat Sajira, menjelaskan bahwa tradisi ini telah berlangsung selama ratusan tahun dan tetap dipertahankan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan. “Ngembang dilaksanakan setiap tahun setelah panen kedua sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen yang diperoleh,” ungkapnya. Dalam pandangan masyarakat, panen tidak hanya tentang hasil bumi, tetapi juga tentang keberkahan dan rezeki yang diberikan oleh Tuhan. Pelaksanaan Ngembang tidak lepas dari peran penting para tokoh adat dan agama yang menjaga kelangsungan tradisi ini. Mereka adalah sosok-sosok yang dihormati oleh masyarakat, dan nasihat mereka sangat diperhatikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal spiritual dan budaya. Seorang pemangku adat yang biasa disebut “Apus” bertanggung jawab menentukan waktu pelaksanaan ritual ini. Penentuan waktu tidak dilakukan sembarangan, melainkan berdasarkan berbagai pertimbangan, seperti kalender Islam, kondisi alam, serta kesiapan masyarakat. Keputusan Apus biasanya disampaikan dalam musyawarah desa yang dihadiri oleh tokoh-tokoh penting setempat. Dalam pelaksanaannya, ritual ini dipimpin oleh para kyai dan ulama yang memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran Islam serta sejarah leluhur. Mereka tidak hanya membimbing prosesi doa dan zikir, tetapi juga memberikan tausiah kepada warga tentang pentingnya menjaga hubungan baik dengan sesama dan memperkuat keimanan kepada Tuhan. Selain menjadi ritual budaya dan spiritual, Ngembang juga memiliki relevansi dengan kurikulum pendidikan alam yang menekankan keterhubungan manusia dengan lingkungannya. Dalam tradisi ini, masyarakat tidak hanya mengenang jasa leluhur, tetapi juga mensyukuri hasil panen yang mereka peroleh. Ini mencerminkan nilai-nilai keberlanjutan dan keseimbangan alam yang sejalan dengan konsep ekologi dalam pendidikan. Melalui tradisi ini, generasi muda dapat diajarkan tentang pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan alam, memahami siklus panen, dan mengenali peran air sebagai sumber kehidupan. Kepercayaan terhadap air yang telah diberkahi doa, misalnya, dapat dikaitkan dengan konsep konservasi air dan pemanfaatan sumber daya secara bijak. Selain itu, nilai gotong royong yang tercermin dalam tradisi ini juga menjadi bagian penting dalam pembelajaran sosial. Dengan memasukkan unsur edukasi budaya dan ekologi dalam kegiatan sekolah, anak-anak dapat belajar tentang nilai-nilai kearifan lokal yang berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan sosial. Ini juga dapat membantu mereka lebih menghargai warisan leluhur serta menjaga tradisi yang telah ada selama ratusan tahun. Setelah prosesi ziarah, warga berkumpul di rumah kepala adat atau Apus untuk menyantap hidangan khas yang telah disediakan. Salah satu makanan yang selalu hadir dalam tradisi ini adalah Tapai Ketan Beureum (tape ketan merah), yang dianggap sebagai sajian wajib dalam acara adat. Makanan ini memiliki cita rasa manis dan sedikit asam, serta dipercaya memiliki makna filosofis tentang kebersamaan dan keberkahan. Selain tape ketan merah, terdapat pula berbagai makanan tradisional lainnya, seperti pasung dan papais, yang semakin memperkaya khazanah kuliner lokal. Pasung adalah kue tradisional yang dibuat dari tepung beras dan gula aren, dibungkus dalam daun pisang berbentuk kerucut. Sementara itu, papais adalah kue basah berbahan dasar ketan yang diberi isian gula merah atau kelapa parut. Makanan-makanan ini bukan sekadar santapan, tetapi juga memiliki makna budaya yang mendalam. Dalam ajang seperti Ngembang, makanan menjadi simbol kebersamaan, di mana semua orang, baik tua maupun muda, duduk bersama dalam suasana kekeluargaan. Hidangan yang disajikan melambangkan rasa syukur dan berbagi rezeki kepada sesama. Tokoh muda Desa Paja, Achmad Deni Setiawan, menuturkan bahwa Ngembang bukan sekadar tradisi, melainkan juga warisan leluhur yang memiliki nilai budaya dan spiritual tinggi. “Syeh Abdul Mumin adalah sosok penyebar Islam di Paja, dan Ngembang merupakan bentuk penghormatan warga kepada beliau,” kata Deni. Ia berharap tradisi ini terus dijaga oleh generasi muda sebagai bagian dari identitas budaya masyarakat Lebak. Dengan segala nilai yang terkandung di dalamnya, Ngembang tidak hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga menjadi ajang refleksi spiritual dan penguatan ikatan sosial. Keberadaan tradisi ini mencerminkan bagaimana masyarakat Lebak tetap berpegang pada akar budaya mereka di tengah arus modernisasi yang terus berkembang. Harapannya, generasi mendatang tetap melestarikan tradisi ini sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa yang tak ternilai harganya

    Diskusi oleh Hasan_komarudin . 01 May 2025, 08:18:51.


  • TERBARU


    ASAL USUL DESA...

    Oleh Edyprianto | 17 Apr 2025.
    Sejarah

    Asal-usul Desa Mertani dimulai dari keberadaan Joko Tingkir atau Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya yang menetap di Desa Pringgoboyo, Maduran, Lamong...

    Rumah Adat Karo...

    Oleh hallowulandari | 14 Apr 2025.
    Rumah Tradisional

    Garista adalah Rumah Adat Karo di Kota medan yang dikenal sebagai Siwaluh Jabu. Rumah adat ini dipindahkan dari lokasi asalnya di Tanah Karo. Rumah A...

    Kearifan Lokal...

    Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
    Budaya

    Setiap Kabupaten yang ada di Bali memiliki corak kebudayaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Salah satunya Desa Adat Tenga...

    Mengenal Sejara...

    Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
    Budaya

    Pura Lempuyang merupakan salah satu tempat persembahyangan umat hindu Bali tertua dan paling suci di Bali. Terletak di lereng Gunung Lempuyang, di Ka...

    Resep Layur Bum...

    Oleh Masterup1993 | 24 Jan 2025.
    Makanan

    Ikan layur yang terkenal sering diolah dengan bumbu kuning. Rasa ikan layur yang dimasak dengan bumbu kuning memberikan nuansa oriental yang kuat...

    FITUR


    Gambus

    Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
    Alat Musik

    Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

    Hukum Adat Suku...

    Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
    Aturan Adat

    Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

    Fuu

    Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
    Alat Musik

    Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

    Ukiran Gorga Si...

    Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
    Ornamen Arsitektural

    Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...