Ritual
Ritual
Tradisi Sulawesi Utara Minahasa
Tradisi Mari Jo Bapesta
- 9 Juli 2018

"HIDUP cuma sekali, maka berpestalah. Jangan sampai setelah mati, kita baru bikin pesta". Selvie Warouw (49) mengucapkan kalimat itu dengan mimik serius saat menjelaskan mengapa orang Minahasa sebentar-sebentar bikin pesta.

Fani Jolly Lapian (23) melangkah mantap ke depan pintu sebuah kamar. Ia mengetuk pintu pelan-pelan dan menunggu jawaban. Beberapa detik berlalu dalam kesunyian hingga akhirnya pintu terkuak juga. Amboi, di balik pintu ada seorang perempuan dengan gaun pengantin warna putih dan cadar.

Fani menyingkap cadar itu dengan cara halus untuk melihat wajah cantik gadis pujaannya, Gracia Friska Raintung (25). Ia mengecup kening Gracia dan menyerahkan segenggam mawar merah. Hujan di pengujung November menambah romantis rangkaian prosesi ketuk pintu— prosesi khas pernikahan orang Minahasa. Selanjutnya, kedua mempelai berjalan kaki menuju gereja untuk pemberkatan pernikahan diiringi beberapa bruidsmeisjes (pengiring pengantin), keluarga, kerabat, dan rinai gerimis.

Di rumah Ritje Raintung- Rembet, orangtua pengantin perempuan, puluhan orang sibuk memasak aneka makanan, mulai dari kue, es kacang merah, ikan woku, babi panggang, ayam buluh, sampai bulu halus (RW). Aroma masakan memenuhi seisi rumah dan merangsang rasa lapar. Ketika siang berganti malam, pesta besar dimulai. Sekitar 500 tamu undangan menyantap 20 jenis lauk dan kue lezat. Menjelang larut malam, giliran anak-anak muda berpesta. Mereka menari katrili—tari pergaulan peninggalan Spanyol—hingga menjelang pagi.

Pesta itu adalah pesta ketujuh yang digelar keluarga Ritje sepanjang tahun 2013. Ia memastikan, pesta itu bukanlah pesta terakhir tahun ini. Pasalnya, masih ada dua pesta lain di depan mata, yakni pesta Natal dan Tahun Baru.

Begitulah, banyak pesta di Minahasa. Selvie Warouw, warga Desa Elusan, Amurang Barat, Minahasa Selatan, bahkan menggelar minimal sembilan pesta dalam setahun. ”Ada tiga pesta ulang tahun anak saya, ulang tahun saya, ulang tahun suami, ulang tahun perkawinan, Natal, Tahun Baru, dan pesta pengucapan syukur. Kalau ada keluarga diwisuda atau naik jabatan, kita beking acara lagi,” ujar Selvie diikuti senyum.

Rasa Syukur

Pesta di Minahasa memang terkait rasa syukur. Jika mereka mengungkapkan rasa syukur 10 kali setahun, mungkin itu berarti ada 10 pesta. Banyak orang mengatakan, tradisi menggelar pesta muncul karena orang Minahasa bersentuhan dengan Barat. Namun, sebelum kedatangan orang Barat, tradisi pesta telah berakar kuat di wilayah Asia Tenggara, termasuk Minahasa, terutama terkait pengorbanan dan siklus kehidupan manusia mulai dari lahir, tumbuh, hingga mati (Anthony Reid, 2011).

Di Minahasa, menurut catatan N Graafland—pendeta yang berkeliling Minahasa sekitar tahun 1850—orang sering membuat pesta untuk meminta perlindungan dewa atau menghormati arwah leluhur. Mereka biasanya menyembelih 3, 5, 7, hingga 9 babi untuk pesta besar (Minahasa: Negeri, Rakyat, dan Budayanya, 1991).

Pesta terkait siklus kehidupan manusia sampai sekarang eksis di Minahasa. Manusia lahir, tumbuh, dibaptis, kawin, punya anak, hingga mati dibuatkan pesta. Setelah agama Kristen masuk, pesta bertambah terkait Natal, Tahun Baru, dan Paskah. Di luar itu, momen apa pun yang patut disyukuri mereka pestakan. ”Anak melamar pekerjaan saja dipestakan, padahal belum tentu lulus. Kalau nanti diterima kerja, mereka pesta lagi,” ujar Nasrun Sandiah, dosen Jurusan Antropologi Universitas Sam Ratulangi.

Pesta yang mereka gelar umumnya meriah. Pesta ulang tahun anak usia 10 tahun saja dirayakan besar-besaran. Itu dilakukan Suryati, warga Kota Bitung, untuk anak laki-lakinya, Frisky. Ia mengundang 200 tamu, menyuguhi mereka dengan seabrek hidangan, dan menghibur mereka dengan acara ajojing.

Pesta Natal dan Tahun Baru sudah pasti lebih meriah, massal, dan lama. Sejak 1 Desember, orang Minahasa menggelar pohon terang untuk menyambut Natal. Hal itu terlihat mulai dari kota hingga pelosok desa. Mereka kemudian bakupasiar atau berkunjung, menggelar ibadah bersama, serta pesta makan dan minum. Begitu seterusnya hingga pesta memuncak pada tanggal 25-26 Desember dan malam pergantian tahun.

Tidak berhenti di situ, mereka masih punya satu pesta besar lagi pada hari Minggu di pekan terakhir bulan Januari yang disebut ”kuncikan”. Pesta itu mengunci semua rangkaian pesta selama dua bulan mulai dari awal Desember hingga akhir Januari.

Bulan-bulan berikutnya, pesta-pesta besar terus mewarnai hari-hari orang Minahasa. Yang paling besar dan massal adalah pesta pengucapan syukur. Di Minahasa Selatan pesta itu jatuh pada bulan Juli, di kabupaten lain jatuh pada bulan yang berbeda. ”Orang berdatangan dari mana-mana ke Minahasa Selatan. Hotel dan penginapan pasti penuh, mobil rental habis terpesan,” kata Kepala Desa Elusan Frans Ampow menggambarkan dahsyatnya pesta pengucapan.

Untuk menyambut tamu, kata Selvie, setiap rumah menghidangkan nasi jaha, dodol, aneka lauk, dan minuman, mulai minuman bersoda, bir, hingga minuman lokal cap tikus. Pemilik rumah akan berteriak memanggil siapa saja yang lewat di depan rumah untuk mampir dan makan. ”Mari jo bakudapa, kong torang makang rame-rame!”

Orang yang tidak kenal pun boleh makan dan minum sampai pica-pica pura kua atau perut tidak kuat lagi menampung makanan dan minuman.

Bikin Puas

Setiap menggelar pesta, orang Minahasa berusaha sebisa mungkin membuat tetamu puas. Semakin banyak dan beraneka makanan dan minuman yang dihidangkan, semakin terangkat prestise penyelenggara pesta. Sampai-sampai ada gurauan terkenal yang berbunyi ”lebih baik kalah aksi daripada kalah nasi”. Maksudnya, penampilan luar, seperti pakaian dan rumah, boleh biasa saja, tetapi kalau bikin pesta harus wah.

Untuk mendanai aneka pesta, mereka tidak ragu mengeluarkan uang banyak. Ritje menghabiskan Rp 50 juta untuk menggelar pesta pernikahan anaknya, Gracia-Fani. Itu belum termasuk pengeluaran untuk menjamu makan tetangga dan kerabat yang berhari-hari membantu menyiapkan pesta. ”Kalo pesta di kampung bagini, so pasti torang habis-habisan.”

Pesta yang lebih kecil, seperti syukuran ulang tahun, tambah Selvie, biasanya menghabiskan dana paling sedikit Rp 5 juta. Sementara itu, untuk pesta Natal dan Tahun Baru, ia harus siap merogoh kocek Rp 20 juta. ”Uang harus ada, kalau perlu utang kepada tetangga. Pokoknya jangan sampai malu (tidak bisa bikin pesta).”

Satu hal yang membuat beban penyelenggara pesta berkurang adalah masih kuatnya ikatan sosial di antara orang Minahasa, terutama yang tinggal di desa. Di kampung, seperti Elusan, masyarakat saling bantu untuk menyelenggarakan pesta.

”Kami bantu masak, mendirikan tenda, tanpa perlu dibayar. Kami juga membuat arisan pesta. Siapa yang membuat pesta kami sumbang,” ujar Selvie yang juga kepala juru masak di Elusan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tradisi Minahasa, "Mari Jo Bapesta"", https://travel.kompas.com/read/2013/12/23/1240541/Tradisi.Minahasa.Mari.Jo.Bapesta.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Taman Lansia Ceria
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...

avatar
Seraphimuriel
Gambar Entri
Pecel Mie
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Timur

Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap

avatar
Netizen
Gambar Entri
Wisma Gadjah Mada
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...

avatar
Seraphimuriel
Gambar Entri
Rumah Indis Wisma RRI
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.

avatar
Seraphimuriel