Ritual
Ritual
Tradisi Sumatera Barat Kepulauan Mentawai
Tradisi Kirekat
- 7 Agustus 2018

SIANG itu cuaca tampak mendung di Desa Muntei, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Tampak belasan anak muda dan orang tua yang sudah lansia dilengkapi dengan pakaian adat ritual masyarakat Mentawai, berdiri di sebuah batang durian yang sudah dirobohkan oleh alat berat di dekat jalan yang baru dibuka.

Dirobohkannya salah satu batang durian yang memiliki kesakralan bagi orang Mentawai, lantaran pemerintah setempat sedang gencar-gencarnya membuka jalan Trans Mentawai, menghubungkan antar desa dan kecamatan di Pulau Siberut.

Daniel Sabulukkungan (71) atau lebih akrab disapa Toggilat (Nama khas Mentawai), merupakan salah satu kerumunan tersebut menatap pohon durian dengan diameter sekira 60 sentimeter dengan wajah lesuh. Tatapannya begitu dalam. Perlahan Daniel menghampiri pohon tersebut.

Tangan lelaki 71 tahun yang biasa disapa teteu (kakek) ini terlihat memegang secarik kain kecil berwarna kuning. Dia terus berucap sambil menghadap ke akar pohon yang terjungkit ke luar. Secarik kain dia taruh di ujung akar, dan mengambil daun tadi lalu diusapkan ke batang pohon sembari terus mengucapkan mantra.

"Ini ditumbangkan orang karena membangun jalan," katanya. Kemudian, Daniel memegang pohon itu, ia berkata "Anak saya di sini dua orang. Satu lagi Abang saya," jelasnya.

Tidak begitu lama, Stefanus atau yang dikenal Teu Sanang salah satu kerei (tabib) membawa beberapa dedauanan dan satu potong batang bambu berisi air, lalu dia mendekati Daniel.

Teu Sanang mulai memilih dedaunan yang ia bawa sambil mengucapkan mantra dalam bahasa Mentawai. Lalu, dedauanan yang telah dipilih Teu Sanang, tangkainya dimasukkan kedalam bambu. Ritual Pasineinei Mone (Permintaan maaf), dimulai.

Terakhir dia memercikkan air dalam bambu ke akar hingga batang pohon dan ke rombongan yang ikut ke lokasi itu. Dalam kepercayaan Mentawai (arat Sabulungan) setiap makhluk hidup punya jiwa atau roh, terlebih yang terpilih sebagai kirekat.

Kirekat merupakan ukiran telapak kaki, telapak tangan dan postur tubuh kerabat yang sudah meninggal di pohon durian. Pembuatan kirekat bertujuan untuk mengenang mereka yang sudah meninggal. Hingga saat ini, sebagian besar masyarakat Mentawai yang bermukim di Pulau Siberut, pembuatan kirekat masih dilakukan.

Kirekat tersebut, biasanya dibuat di pohon Durian yang bagus, subur dan berbuah lebat. Jika sudah dijadikan kirekat, maka pohon tersebut tidak boleh dijadikan Alat Toga (mas kawin), dijual apalagi ditebang. Karena, dalam adat Mentawai, salah satu mas kawin yang diberikan itu adalah pohon durian.

Pembuatan Kirekat dilaksanakan setelah upacara penguburan, ukuran telapak kaki, tangan dan postur tubuh diukir di kulit pohon sagu, yang digambar menggunakan pena atau spidol serta alat tulis yang dapat dijadikan untuk menggambarkannya. 

Setelah ukiran itu selesai, maka anggota suku akan beramai-ramai mendatangi pohon durian yang telah dipilih, lalu mengukirnya menggunakan pahat atau parang.

Bagi orang Mentawai, Kirekat merupakan barang yang sangat berharga. Pantangan bagi mereka merusak, apalagi menebang kirekat tersebut. Jika ada yang merusak atau menebangnya, maka orang tersebut akan ditulou (didenda).

Tak hanya pohon durian saja dijadikan kirekat, tetapi pohon kelapa juga bisa dibuat kirekat, tentu pohon kelapa yang bagus, berbuah lebat. Meski dijadikan kirekat namun kalaupun berbuah pohon-pohon yang dijadikan kirekat itu bisa juga diambil buahnya untuk kebutuhan.

Selain ada simbol tangan dan kaki di kirekat tersebut, penanda pohon durian atau kelapa itu sebagai kirekat, maka disekeliling pohon tersebut ditanaman tanaman surak (puring).

Sesudah ritual dilakukan, Toggilat menghela napas panjang, kemudian menuturkan penebangan kirekat milik suku Sabulukungan oleh Dinas Pekerjaan Umum untuk membuka jalan trans Mentawai, , mereka (anggota suku-red) tidak diberitahu. "Kami tidak tahu, ketika saya datang kesini, pohon itu sudah tumbang. Saya laporkan ke pemerintah desa dan kecamatan, mereka juga tidak tau katanya," tuturnya.

Meskipun kirekat milik suku Sabulukungan tumbang karena pembukaan jalan, dinas terkait akan tetap dikenakan denda. "Iya, akan kami denda, ada sepuluh macam dendanya, itu harus mereka bayar," jelas Toggilat.

Seharusnya orang Mentawai dan mereka yang bekerja di pemerintahan tahu dengan hal ini. Ini adat dan budaya kita, jangan dilupakan. "Kalau membuat jalan itu, atau lainnya, cari tahu dulu, tanya dulu, jangan asal saja," katanya.

Denda itu sudah dibayarkan oleh dinas PU sekira Rp2 juta satu batang pohon durian tersebut. "Menebang atau merobohkan kirekat ini sama saja membunuh kerabat kami, dan meninggal yang kedua kali. Kirekat ini sebagai tanda bahwa mereka tidak meninggalkan kami, mereka ada bersama kami dan kami terus mengenangnya. Biarkan pohon durian itu mati sendirinya tidak boleh diapa-apakan," tutur Toggilat.

Sumber : http://spiritriau.com/view/Traveler/111421/Tradisi-Kirekat,-Simbol-Orang-Mentawai-yang-Tidak-Pernah-Mati.html#.W2muDVUza00

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline