×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Cerita Rakyat

Elemen Budaya

Cerita Rakyat

Provinsi

Maluku Utara

Asal Daerah

Maluku Utara

Tonamalangi

Tanggal 26 Nov 2018 oleh Riani Charlina.

Pada masa dahulu kala telah terjadi pertikaian antara warga Teluk Tarakani dan jazirah Wayamoto. Tidak diketahui awal mulanya, tetapi pertikaian itu berlarut-larut dan tidak ada tanda-tanda segera berakhir. Mereka hidup dalam suasana tidak nyaman, penuh curiga dan saling menyalahkan. Anak-anak tumbuh dalam situasi yang mencekam.

Di tengah situasi yang tidak mengenakkan itu, di dekat perbatasan kedua wilayah itu, tersebutlah dua keuarga yang tinggal di wilayah yang bertikai itu. Satu keluarga tingga di wilayah Teluk Tarakani, sedang yang lain tinggal di wilayah Jazirah Wayamoto. Kedua keluarga itu mempunyai anak lelaki yang usianya sebaya. Walaupun dilarang oleh kedua orangtuanya, mereka tetap berteman dan bermain bersama secara sembunyi-sembunyi.

Pada suatu hari anak dari Jazirah Wayamoto menanyakan kepada ayahnya tentang kenapa dia tidak boleh bermain dengan anak dari Tarakani. Ayahnya menyuruh bocah itu untuk mencari teman lain yang berasal dari Jazirah Wayamoto saja. Namun anak itu tidak mengindahkan perkataan ayahnya, dia merasa bahwa mereka tidak memiliki perbedaan. Rambut sama hitam, mata juga dua, kulit juga sama sehingga dia merasa bahwa tidak ada yang perlu dipertikaikan diantara mereka. Mendengar penjelasan anaknya, sang ayah terdiam dan tidak mampu memberi jawaban.

Suatu hari Kapito Horiwo, pemimpin Jazirah Wayamoto, berburu di hutan. Sekian lama berburu, tak juga ditemukan satupun binatang buruan. Makin lama, dia makin melangkah masuk hutan. Sampailah dia di perbatasan wilayah. Ketika hendak berbalik terdengan suara dua orang anak berbicara. Kapito Horiwo segera bersembunyi di balik semak. Tak jauh dari tempat itu, pemimpin dari Teluk Tarakani yang bernama Kolano Sero juga tengah berada di hutan tersebut. Dia melihat kedatangan dua orang anak lelaki dan bersembunyi dibalik hutan.

Ternyata dua orang anak tersebut masing-masing dari daerah yang saling bertikai. Mereka mengeluh tentang pertikaian yang tidak kunjung usai tersebut. Mereka sangat sedih dengan pertikaian yang terjadi dan memimpikan alangkah senangnya jika mereka dapat hidup dengan rukun. Masing-masing daerah memiliki hasil bumi yang berbeda, Jazirah Wayamoto memiliki ikan segar dan Tarakani memiliki sayuran segar. Masing-masing dapat bertukar jika mereka hidup dengan damai. Kemudian kedua anak itu sepakat untuk mengajak teman-teman mereka bermain di hutan tersebut sampai ketua dari masing-masing wilayah itu berbaikan dan tidak lagi saling bertikai.

Di tempat persembunyian masing-masing, Kapito Horiwo dan Kolano Sero tersadar. Anak-anak polos itu tengah mengutarakan isi hatinya. Perkataan mereka benar. Pertikaian yang berlarut-larut itu telah membuat semua orang tidak lagi merasa tenang dan aman. Anak-anak pun merasakan akibatnya. Akhirnya, kedua pemimpin itu kembali dengan pikiran yang berkecamuk. Pertikaian ini harus segera dihentikan. Namun, bagaimana caranya?

Ketika dua pemimpin itu masih sibuk memikirkan cara terbaik untuk perdamaian, di kaki Gunung Mamuya, terjadilah perang sengit antara kedua belah pihak. Banyak korban yang gugur di kedua belah pihak. Apalagi ditambah dengan gempa yang meretakkan tanah tempat mereka berperang. Orang yang selamat hanya kedua panglima dari setiap wilayah.
 

 


Melihat keadaan tersebut, keduanya sepakat untuk menyelesaikan persengketaan secara damai dan memandang perang yang telah berlangsung tidak ada yang kalah atau menang. Di sebuah batu besar, mereka menandai perdamaian itu dengan saling menyilangkan kaki mereka dan menusukkannya dengan sebuah pedang hingga memancarkan darah keduanya sebagai tanda perdamaian dengan menyatukan darah mereka. 

Mereka membagi wilayah secara adil dan pergi ke suatu tempat bernama Luari serta memandang ke Gunung Mamuya. Di sana terlihat dengan jelas sebuah gunung dengan dua buah pantai yang seakan telah membagi wilayah mereka sehingga di tempat itulah tonggak batas wilayah dan perdamaian ditegakkan. Batu besar tempat perdamaian itu diberi nama Tonamalangi yang berarti batas tanah.

Itulah Dongeng Maluku Utara yang menceritakan tentang pertikaian yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Sesama manusia saling membutuhkan, saling bergantung dan saling mencintai. Kedua anak dari wilayah yang bertikai telah memberikan contoh yang baik tentang arti perdamaian.

 

sumber: http://www.driau.com/2017/04/dongeng-maluku-utara-tonamalangi.html

DISKUSI


TERBARU


Ulos Jugia

Oleh Zendratoteam | 14 Dec 2024.
Ulos

ULOS JUGIA Ulos Jugia disebut juga sebagai " Ulos na so ra pipot " atau pinunsaan. Biasanya adalah ulos "Homitan" yang disimp...

Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...