Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
sejarah Sulawesi Selatan Soppeng
To Manurung Soppeng #SBM
- 13 November 2018
Menurut dinasti La Galigo, bahwa orang-orang Soppeng berasal dari kerajaan Luwu, Raja-raja Luwu atau utusannya selalu pergi di Soppeng untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara Matoa atau Onang. Menurut legenda, dahulu kala datu Luwu menempatkan wakilnya di Soppeng yang diberi yang bertugas menyelesaikan sengketa yang timbul antara Matoa, Jika kalau Datu Luwu (Sawerigading) tidak ada di Soppeng. Akhirnya tampil lah Arung Bila mewakili Sawerigading untuk memerintah di Soppeng.
 
Suatu peristiwa alam yang mengerikan, hujan yang tidak pernah turun selama 7 (tujuh) turunan, sehingga terjadi kekeringan di kebun dan di sawah. Sawah dan ladang tidak dapat ditanami dan kelaparan menimpa rakyat Soppeng. Arung Bila sebagai penasehat kerajaan mengambil inisiatif untuk mengadakan musyawarah besar, dihadirkaan 30 Matoa dari Soppeng Riaja dan 30 Matoa dari Soppeng Rilau. Pertemuan tersebut membicarakan dan mencari solusi untuk mengatasi permasalahan masyarakat Soppeng, mengatasi masalah kelaparan penderitaan masyarakat Soppeng.
masyarakat Soppeng, mengatasi masalah kelaparan penderitaan masyarakat Soppeng. Sementara musyawarah berlangsung, tiba-tiba 2 (dua) ekor burung kakaktua ramai memperebutkan setangkai padi yang berisi bulir-buliranya. Perilaku burung kakaktua menarik perhatian seluruh peserta pertemuan. Akhirnya musyawarah terganggu dan Arung Bila menyuruh Matoa Tinco untuk menghalau burung tersebut, dan mereka mengikuti kemana mereka terbang. Kemudian burung tersebut masuk kedalam hutan, dan para Matoa mengikutinya juga ke dalam hutan sampai seterusnya burung tersebut menghilang. Tiba-tiba dia melihat seseorang di tempat yang disebut Sekkanyili. Orang tersebut berpakaian indah dan duduk di atas sebuah batu. Arung Bila diberitahukan bahwa orang yang duduk itu adalah orang dari kayangan bernama Petta Manurungnge ri Sekkanyili. Atas permintaan 60 Matoa, To Manurung pun menerima menjadi Raja.
 
Menurut Lontarak Attoriolongnge ri Soppeng, bahwa Latemmamala (Manurungnge ri Sekkanyili), mengadakan perjanjian pemerintahan dengan keenam puluh Matoa Soppeng yang diwakili oleh juru bicara Matoa Bila, Matoa Botto dan Matoa Ujung. Setelah calon Raja dan wakil-wakil rakyat Soppeng tersebut akan mengadakan perjanjian yang akan menetapkan hak dan kewajiban bagi yang memerintah dan yang diperintah yang rumusannya disepakati, disusun dan diucapkan oleh tiga orang Matoa. Maka calon Raja Soppeng didudukkan di atas tanah bangkalak batu yang datar tempat pelantikan Raja. Matoa Bila, Matoa Botto dan Matoa Ujung secara bersama-sama berkata:
 
 “Ianamai kiengkang ia murapek, maelokkeng muamaseang, ajja’ nammullajan, na ikona kipopuang. Mudongiri temma’timpakeng, musalimuri temmadingikkeng, muwasse temma’tipakkeng. Na ikona poatakkeng, muwakkeng ri macawe ri mabela, namau anakmeng nappatoromeng mueaiwikkeng teaatoi”.
 
Artinya:
Adapun maksud kedatangan kami, wahai yang tidak dikenal: kami ingin dikaruniai, janganlah menghilang (ke langit), agar engkaulah yang kami pertuan, engkaulah jaga kami dari gangguan burung pipit (engkau jag harta benda dari gangguan pencuri), engkau selimuti kami agar kami tidak kedinginan (engkau jamin pakaian dan perumahann kami, agar kami memperoleh padi yang berisi), dan engkaulah yang memerintah kami dan membawa kami ke tempat yang dekat dan jauh. Walaupun anak dan istri kami, jika engkau tidak menyukainya, maka kami pun tidak menyukainya.
 
Menjawab Manurungnge ri Sekkanyili:
 “Temmubaleccorogak mennang, temmusalangka lessoka, apak ia makkedamu mau anakku, pattaroku muteawikuteatoi ia makkuto, mau anakku pattaroku muteawi kuateaitoi”.
 
Artinya:
Tidak lah engkau mengicuhku kelak (dan) menurunkan dari tahtaku jika kalian tidak menyukainya, akupun tidak menyukainya.
 
Setelah selesainya perjanjian itu, maka majulah Matoa Bila sebagai wakil dari 60 matoa dan seluruh rakyat Soppeng bersumpah pula, sebagaimana yang dilakukan oleh Manurungnge ri Sekkanyili bahwa apabila dari melanggar sumpahnya, maka tujuh turunan akan hancur lebur, setelah itu seluruh rakyat yang menyaksikan perjanjian itu sama berteriak sebagai tanda persetujuan.
 
Sumber: Yahya, Hasbi.”Mitologi Turunnya La Temmamala di Kerajaan Bugis Soppeng”, Skripsi. Makassar: Fakultas Ushuluddin, Filsafat, dan Politik UIN Alauddin Makassar, 2014.

https://historissulsel.blogspot.com/2018/10/to-manurung-soppeng-menurutdinasti-la.html#more

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline