|
|
|
|
Tenun Songket Tanggal 30 Dec 2015 oleh Alvipian . |
Sejarah Penenunan songket secara sejarah dikaitkan dengan kawasan permukiman dan budaya Melayu , dan menurut sementara orang teknik ini diperkenalkan oleh pedagang India atau Arab. Menurut hikayat rakyat Palembang, asal mula kain songket adalah dari perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India. Orang Tionghoa menyediakan benang sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas dan perak; maka, jadilah songket. Kain songket ditenun pada alat tenun bingkai Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper. Tidak diketahui secara pasti dari manakah songket berasal, menurut tradisi Kelantan teknik tenun seperti ini berasal dari utara, yakni kawasan Kamboja dan Siam yang kemudian berkembang ke selatan di Pattani, dan akhirnya mencapai Kelantan dan Terengganu sekitar tahun 1500-an. Industri kecil rumahan tenun songket kini masih bertahan di pinggiran Kota Bahru dan Terengganu. Akan tetapi menurut penenun Terengganu, justru para pedagang Indialah yang memperkenalkan teknik menenun ini pertama kali di Palembang dan Jambi, yang mungkin telah berlaku sejak zaman Sriwijaya.
Songket Palembang dikenakan oleh pengantin wanita berbusana pernikahan adat Aesan Gede
Menurut tradisi Indonesia sendiri, kain songket nan keemasan dikaitkan dengan kegemilangan Sriwijaya, kemaharajaan niaga maritim nan makmur lagi kaya yang bersemi pada abad ke-7 hingga ke-13 di Sumatera. Hal ini karena kenyataan bahwa pusat kerajinan songket paling mahsyur di Indonesia adalah kota Palembang. Songket adalah kain mewah yang aslinya memerlukan sejumlah emas asli untuk dijadikan benang emas, kemudian ditenun tangan menjadi kain yang cantik. Secara sejarah tambang emas di Sumatera terletak di pedalaman Jambi dan dataran tinggi Minangkabau. Meskipun benang emas ditemukan di reruntuhan situs Sriwijaya di Sumatera, bersama dengan batu mirah delima yang belum diasah, serta potongan lempeng emas, hingga kini belum ada bukti pasti bahwa penenun lokal telah menggunakan benang emas seawal tahun 600-an hingga 700-an masehi. Songket mungkin dikembangkan pada kurun waktu yang kemudian di Smatera. Songket Palembang merupakan songket terbaik di Indonesia baik diukur dari segi kualitasnya, yang berjuluk "Ratu Segala Kain". Songket eksklusif memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya memerlukan waktu sekitar 3 hari. Mulanya kaum laki-laki menggunakan songket sebagai destar, tanjak atau ikat kepala. Kemudian barulah kaum perempuan Melayu mulai memakai songket sarung dengan baju kurung.
Dokumentasi mengenai asal usul songket masih tidak jelas, kemungkinan tenun songket mencapai semenanjung Malaya melalui perkawinan atau persekutuan antar bangsawan Melayu, karena songket yang berharga kerap kali dijadikan maskawin atau hantaran dalam suatu perkawinan. Praktik seperti ini lazim dilakukan oleh negeri-negeri Melayu untuk mengikat persekutuan strategis. Pusat kerajinan songket terletak di kerajaan yang secara politik penting karena bahan pembuatannya yang mahal; benang emas sejatinya memang terbuat dari lembaran emas murni asli.
Songket sebagai busana diraja juga disebutkan dalam naskah Abdullah bin Abdul Kadir pada tahun 1849.
Peralatan dan Bahan
Peralatan tenun songket Palembang pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua, yakni peralatan pokok dan tambahan. Keduanya terbuat dari kayu dan bambu. Peralatan pokok adalah seperangkat alat tenun itu sendiri yang oleh mereka disebut sebagai “dayan”. Seperangkat alat yang berukuran 2 x 1,5 meter ini terdiri atas gulungan/boom (suatu alat yang digunakan untuk menggulung benang dasar tenunan), penyincing (suatu alat yang digunakan untuk merentang dan memperoleh benang tenunan), beliro (suatu alat yang digunakan untuk membuat motif songket), cahcah (suatu alat yang digunakan untuk memasukkan benang lain ke benang dasar), dan gun (suatu alat untuk mengangkat benang). Sedangkan, peralatan tambahan untuk mengatur posisi benang ketika sedang ditenun adalah peleting, gala, belero ragam, dan teropong palet. Peralatan tambahan tersebut diletakkan di sebelah kanan si penenun, agar mudah dicapai dengan tangan.
Bahan dasar kain tenun songket adalah benang tenun yang disebut lusi atau lungsin. Benang lungsin terbuat dari kapas, kulit kayu, serat pisang, serat nenas, dan daun palem. Sedangkan, hiasannya terdiri dari benang sutera dan benang emas. Benang sutera berasal dari Taiwan dan China, sedangkan benang emas berasal dari India, Jepang, Thailand, Jerman dan Perancis. Selain benang, ada pula barang yang harus diimpor dari Jerman dan Inggris yaitu bahan pewarna benang.
Cara membuat benang lungsin dilakukan dengan menggunakan pemberat yang diputar dengan jari tangan. Pemberat tersebut berbentuk seperti gasing dan terbuat dari kayu atau terakota. Cara lain yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia bagian Barat (Sumatera, Jawa, Bali dan Lombok) adalah dengan menggunakan antih (alat yang terdiri dari sebuah roda lebar yang bisa diputar berikut pengaitnya untuk memutar roda tersebut). Sedangkan, untuk memperoleh warna tertentu, benang yang akan diwarnai itu direndam dalam sabun selama kurang lebih 14 menit. Maksudnya adalah agar benang tersebut hilang zat minyaknya. Setelah itu, baru dicelup dengan warna yang diinginkan, lalu dijemur. Selanjutnya, setelah kering, benang tersebut dikelos (digulung). Setelah itu, penganian, yaitu menyiapkan jumlah helai benang yang akan ditenun sesuai dengan jenis dan atau bentuk songket yang akan dibuat. Namun, dewasa ini hanya sebagian yang masih melakukannya. Sebagian lainnya langsung membeli benang-warna yang telah diproduksi oleh suatu pabrik di Indonesia atau yang diimpor dari India, Cina, Jepang atau Thailand.
Teknik Pembuatan Tenun Songket
Pembuatan tenun songket Palembang pada dasarnya dilakukan dalam dua tahap, yaitu: tahap menenun kain dasar dengan konstruksi tenunan rata atau polos dan tahap menenun bagian ragam hias yang merupakan bagian tambahan dari benang pakan. Masyarakat Amerika dan Eropa menyebut cara menenun seperti ini sebagai “inlay weaving system”.
Tahap Menenun Kain Dasar
Dalam tahap ini yang ingin dihasilkan adalah hasil tenunan yang rata dan polos. Untuk itu, langkah pertama yang dilakukan adalah benang yang sudah dikani, salah satu ujungnya direntangkan di atas meja. Sedangkan, ujung lainnya dimasukkan kedalam lubang suri (sisir). Pengisian benang ini diatur sedemikian rupa sehingga sekitar 25 buah lubang suri, setiap lubangnya dapat memuat 4 helai benang. Hal ini dimaksudkan untuk membuat pinggiran kain. Sedangkan, lubang-lubang yang lain, setiap lubangnya diisi dengan 2 helai benang.
Setelah benang dimasukkan ke dalam suri dan disusun sedemikian rupa (rata), maka barulah benang digulung dengan boom yang terbuat dari kayu. Pekerjaan ini dinamakan menyajin atau mensayin benang. Setelah itu, pemasangan dua buah gun atau alat pengangkat benang yang tempatnya dekat dengan sisir. Sesuai dengan apa yang dilakukan, pekerjaan ini disebut sebagai “pemasangan gun penyenyit”. Selanjutnya, dengan posisi duduk, penenun mulai menggerakkan dayan dengan menginjak salah satu pedal untuk memisahkan benang sedemikian rupa, sehingga benang yang digulung dapat dimasukkan dengan mudah, baik dari arah kiri ke kanan (melewati seluruh bidang dayan) maupun dari kanan ke kiri (secara bergantian). Benang yang posisinya melintang itu ketika dirapatkan dengan dayan yang ber-suri akan membentuk kain dasar.
Tahap Pembuatan Ragam Hias
Setelah kain dasar terwujud, maka tahap berikutnya (tahap yang kedua) adalah pembuatan ragam hias. Dalam tahap ini kain dasar yang masih polos itu dihiasi dengan benang emas atau sutera dengan teknik pakan tambahan atau suplementary weft. Caranya agak rumit karena untuk memasukkannya ke dalam kain dasar harus melalui perhitungan yang teliti. Dalam hal ini bagian-bagian kain dipasangi gun kembang agar benang emas atau sutera dapat dimasukkan, sehingga terbentuk sebuah motif. Konon, pekerjaan ini memakan waktu yang cukup lama karena benang emas atau sutera itu harus dihitung satu-persatu dari pinggir kanan kain hingga pinggir kiri menurut hitungan tertentu, sesuai dengan contoh motif yang akan dibuat. Selanjutnya, benang tersebut dirapatkan satu demi satu, sehingga membentuk ragam hias yang diinginkan.
Lama dan tidaknya pembuatan suatu tenun songket, selain bergantung pada jenis tenunan yang dibuat dan ukurannya, juga kehalusan dan kerumitan motif songketnya. Semakin halus dan rumit motif songketnya, akan semakin lama pengerjaannya. Pembuatan sarung dan atau kain misalnya, bisa memerlukan waktu kurang lebih dua hingga enam bulan. Bahkan, seringkali lebih dari enam bulan karena setiap harinya seorang pengrajin rata-rata hanya dapat menyelesaikan kain sepanjang 5--10 sentimeter.
Motif Ragam Hias Tenun Songket Palembang
Lepus berarti menutupi, jadi pengertian kain songket lepus adalah songket yang mempunyai benang emasnya hampir menututpi seluruh bagian kain. Benang emasnya dengan kualitas tinggi didatangkan dari China. Kadangkala benang emas ini diambil dari kain songket yang sudah sangat tua (ratusan tahun) karena kainnya menjadi rapuh, benang emas disulam kembali ke kain yang baru. Kualitas jenis songket lepus merupakan kualitas yang tertinggi dan termahal harganya. Sesuai dengan gambar motifnya, maka kain songket lepus inipun bermacam-macam namanya, antara lain songket lepus lintang (bergambar bintang), songket lepus buah anggur, songket lepus berantai, songket lepus ulir, dan lain-lain.
Pada desain songket tawur yaitu kain yang pada motifnya tidak menutupi seluruh permukaan kain tetapi berkelompok-kelompok dan letaknya menyebar (bertabur/tawur). Benang pakan sebagai pembentuk motif tidak disisipkan dari pinggir kepinggir kain seperti pada halnya penenunan kain songket yang biasa, tetapi hanya berkelompok–kelompok saja. Sama halnya dengan songket lepus, songket tawur pun bermacam-macam namanya antara lain songket tawur lintang, songket tawur tampak manggis, songket tawur nampan perak, dan lain-lain.
Pada kain songket jenis ini, sebagian besar motifnya terbuat dari benang emas yang digantikan dengan benang kapas putih, sehingga tenunan benang emasnya tidak banyak lagi dan hanya dipakai sebagai selingan saja.
5. Nilai Budaya
Tenun Songket Palembang, jika dicermati secara seksama, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: kesakralan, keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
Nilai kesakralan tercermin dari pemakaiannya yang umumnya hanya mengenakannya pada peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan upacara, seperti perkawinan, upacara menjemput tamu dan lain sebagainya. Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Songket
http://melayuonline.com/ind/culture/dig/555
https://songketaslipalembang.wordpress.com/2011/02/04/jenis-jenis-motif-kain-songket-palembang/
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |