Di pagi yang cerah dan sejuk, Putri Ndori terlihat sibuk menyiram bunga di halaman gubuknya yang terletak di lembah Desa Keli. Sesekali putri berparas cantik itu tersenyum ramah sambil bercengkerama dengan bunga-bunga dan kupu-kupu yang hinggap di bunganya.
Tiba-tiba Putri Ndori terkejut. Tanpa mengucapkan salam, seorang laki-laki berwajah domba masuk begitu saja ke halaman gubuknya. Lalu dengan lancang, laki-laki berwajah domba itu memetik, dan menghirup aroma sekuntum bunga milik Putri Ndori. Tentu saja Putri Ndori tak suka dengan perbuatan laki-laki itu.
“Siapakah Tuan ini? Darimana Tuan berasal?” tanya Putri Ndori sambil menyembunyikan wajahnya di balik rambutnya yang panjang dan hitam.
Laki-laki asing itu tak menjawab pertanyaan Putri Ndori. Ia malah tersenyum, menahan geli melihat ulah Putri Ndori yang menurutnya lucu. Laki-laki itu malah memuji kecantikan Putri Ndori, dan rajin merawat bunga.
“Saya ingin melamar, Putri! Bersediakah Putri menjadi istri saya?” tanya laki-laki berwajah domba itu.
Putri Ndori sangat terkaget. Ia tak percaya pada yang didengarnya. Ini tak mungkin. Yang benar saja. Masa aku mau diperistri oleh lelaki berwajah domba, ucap Putri Ndori dalam hati.
“Maaf, saya tidak bersedia,” tentu saja Putri Ndori menolak lamaran laki-laki berwajah domba itu.
Laki-laki berwajah domba itu terus merayu Putri Ndori. Namun Putri Ndori tetap menolaknya. Akhirnya, laki-laki berwajah domba itu menjadi marah.
“Demi leluhur, aku bersumpah, akan membuat negeri putri ini kering kerontang!” ucap laki-laki berwajah domba itu sebelum meninggalkan Putri Ndori.
Putri Ndori terkejut. Badannya gemetaran, karena cemas dan ketakutan. Putri Ndori takut ucapan laki-laki berwajah domba itu menjadi kenyataan.
***
Waktu terus bergulir. Benar saja. Negeri Putri Ndori yang semula melimpah air, perlahan menyusut, lalu mengering dan tandus. Air telaga yang berada di sebelah gubuk pun ikut kering. Padahal air telaga itu yang biasa Putri Ndori pakai untuk menyiram bunga-bungany yang kini sudah kering kerontang. Para penduduk gelisah. Mereka saling mengeluh dan melaporkan kepada Putri Ndori, selaku putri dari Due Parafu.
“Bagaimana ini, Putri? Bagaimana kita bisa bertahan hidup kalau kita terus-terusan dilanda kekeringan? Kita tidak memiliki air. Bahkan untuk sekadar mencuci muka, kita tak punya,” keluh salah satu penduduk.
Putri Ndori merasa prihatin. Ia sedih melihat dan mendengar keluh kesah penduduk. Putri Ndori merasa berdosa. Gara-gara ia yang menolak lamaran laki-laki asing berwajah domba itu, penduduk harus ikut-ikutan merasakan akibat dari sumpah itu.
Malamnya Putri Ndori tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan cara, bagaimana mengakhiri kekeringan di negerinya. Apa yang harus aku lakukan, ya? tanya Putri Ndori dalam hati.
Keesokan hari, Putri Ndori mengumpulkan penduduk. Ia memerintahkan penduduk untuk bergotong royong menggali sumur. Awalnya para penduduk tidak mau. Mereka menganggap ide Putri Ndori itu mustahil.
“Yang benar saja? masa ada sumber air di tengah kekeringan seperti ini?” ucap seorang penduduk.
“Tolong percaya padaku,” ujar Putri Ndori meyakinkan.
Akhirnya, warga pun mau menggalikan sumur itu. Putri Ndori juga memanggil ibu-ibu memanjatkan doa-doa untuk kelancaran proses penggalian sumur di bawah pohon Ara.
Ajaib. Begitu selesai digali, sumur itu mengeluarkan air yang jernih dan deras. Penduduk bersorak riang dan terharu. Anak-anak bertelanjang dada juga ikutan bersorak. Mereka menyoraki nama Putri Ndori. Warga pun sepakat memberi nama untuk sumur itu, Temba Ndori[1], sesuai nama Putri Ndori, yang kemudian menjadi sumber air buat mereka satu-satunya.
***
Pagi itu, Putri Ndori duduk menganyam tikar di balai bambu depan gubuknya. Tiba-tiba seorang wanita muda datang dengan terburu-buru. Ia memanggil Putri Ndori dengan terengah-engah.
“Ada apa?” tanya Putri Ndori heran.
“Saya mendapat kabar , kalau aki-laki yang Putri tolak lamarannya dulu, nanti sore akan menikah dengan putri dari Parafu Doro Langgiri,” cerita wanita muda itu.
Putri Ndori tak percaya. Ia malah menertawakan Putri Parafu Doro Langgiri yang menurutnya tidak pandai memilih suami. Tapi karena penasaran, sore harinya Putri Ndori diam-diam menghadiri pesta pernikahan itu. Ia memakai tudung tembe nggoli[2]. Dari kabar yang tersebar, rencananya pesta pernikahan itu digelar selama seminggu itu.
Sesampainya di sana, Putri Ndori sangat terkejut. Ia sangat tak percaya. Benarkah lelaki yang bersanding di pelaminan adalah laki-laki berwajah domba yang datang melamarnya dulu. Tapi sekarang laki-laki berwajah domba itu sangat tampan, berwibawa, dan sangat serasi dengan pengantin wanita. Ternyata, lelaki yang dulu menyamar dengan wajah domba itu adalah putra dari Parafu La Kedo, penguasa di puncak La Kedo.
Putri sangat sedih dan kecewa. Ia pulang sambil menangis tersedu-sedu. kemudian tiba-tiba Putri Ndori membisu, lalu lenyap atau menjelma entah jadi apa. Maka, di bukit tempat Putri Ndori membisu itu, orang-orang menamakannya Doro Mpongi[3].
[1] Temba Ndori: Sumur si Putri Ndori
[2] Tembe Nggoli: Sarung tenun khas Bima, NTB
[3] Doro Mpongi: Bukit Bisu
Sumber: http://indonesianfolktales.com/id/book/legenda-temba-ndori/
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...