Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sumatera Selatan Kabupaten Musi Rawas Utara
Tebing Peninjauan
- 15 Mei 2018

Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara, Provinsi Sumatra Selatan, merupakan daerah yang subur. Pada zaman dahulu, di daerah itu terdapat tiga orang raja: Pangeran Mas, Raja Kubu, dan Raja Empedu. Pangeran Mas berkuasa di wilayah Lesung Batu, Raja Kubu berkuasa di Kampung Suku Kubu, sedangkan Raja Empedu bekuasa di Hulu Sungai Nusa. Ketiganya hidup rukun dan damai. Mereka tersohor dengan kelebihan masing-masing. Pangeran Mas terkenal akan kekayarayaannya, Raja Kubu tersohor akan kesaktiannya, sedangkan Raja Empedu ternama akan kearifbijaksanaannya.

Alkisah, Pangeran Mas merasa kewalahan mengurus harta kekayaaannya. Ternak kerbaunya mengalami perkembangan yang luar biasa. Meskipun sudah dibantu oleh hampir seluruh penduduk Lesung Batu, Pangeran Mas tetap saja tidak mampu mengurus kerbau-kerbaunya yang terus berkembang biak dengan pesat itu.

Untuk mengatasi masalah itu, Pangeran Mas berniat untuk menggadohkan kerbau-kerbaunya. Artinya, kerbau-kerbau itu akan dititipkan kepada orang lain untuk dipelihara dengan imbalan upah bagi hasil. Jika kerbau-kerbau itu beranak-pinak, anak-pinaknya itu yang dibagi dua: separuh untuk Pangeran Mas, separuh untuk pemelihara. Maka, Pangeran Mas pun segera mengutus orang kepercayaannya untuk menawarkan keinginannya itu ke negeri-negeri tetangga.

Tawaran itu sampai juga ke Kampung Suku Kubu. Raja Kubu langsung tertarik. Ia segera mengirim utusannya, pergi ke Lesung Batu untuk menghadap Pangeran Mas.

“Ampun, Tuanku. Hamba diutus Raja Kubu untuk menyampaikan keinginannya. Raja hamba sangat berminat untuk ikut memelihara kerbau-kerbau Tuan. Beliau pun menyetujui sistem bagi hasil yang Tuan inginkan,” demikian utusan Raja Kubu itu menyampaikan maksudnya.

“Baiklah, kalau begitu! Pulanglah dan sampaikan kepada rajamu bahwa aku mengabulkan keinginannya. Besok aku akan mengirimkan lima puluh ekor kerbau untuk digadoh. Sampaikan juga kepada rajamu bahwa jika kerbau-kerbauku itu nanti telah beranak pinak, aku akan datang untuk mengambil pembagian hasilnya,” pesan Pangeran Mas.

“Baik, Tuan. Pesan Tuan akan hamba sampaikan kepada Raja Kubu,” kata utusan itu seraya mohon diri.

Keesokan harinya, Pangeran Mas mengirim lima puluh ekor kerbau kepada Raja Kubu. Kiriman itu diterima Raja Kubu dengan riang gembira. Ia memelihara dan merawat kerbau-kerbau itu dengan baik. Hanya dalam waktu kurang dari lima tahun, kerbau-kerbau itu telah membiak menjadi ratusan ekor. Sebagai akibatnya, hampir seluruh Kampung Kubu  menjadi kubangan kerbau. Itulah sebabnya sejak saat itu Kampung Kubu disebut Negeri Kubang. Begitu pun rajanya, dipanggil Raja Kubang.

Ternyata, setelah menjadi kaya raya, perilaku Raja Kubang berubah. Ia menjadi pongah, sombong, dan kikir. Ia selalu membangga-banggakan kesaktiannya. Bahkan, ia pun lupa bahwa sebagian kerbau-kerbaunya itu milik Pangeran Mas yang digadoh. Oleh karena itu, saat utusan Pangeran Mas datang untuk menagih pembagian hasil atas kerbau-kerbau yang dipeliharanya itu, Raja Kubang justru menghardiknya. Ia berpura-pura lupa pada janjinya. Kerbau-kerbau gadohan itu diakunya sebagai miliknya.

“Hai, untuk apa kau datang kemari?” tanya Raja Kubang kepada utusan Pangeran Mas.

“Ampun, Tuan! Hamba diutus Pangeran Mas untuk mengambil pembagian hasil atas kerbau-kerbau yang Tuan gadoh,” jawab utusan Raja Pangeran Mas.

“Apa katamu? Pembagian hasil? Tidak, semua kerbau itu sudah menjadi milikku karena akulah yang merawat dan memeliharanya,” kata Raja Kubang. “Lagipula, bukankah Tuanmu yang mengirim kerbau-kerbau itu kemari. Bukan aku yang mengambilnya ke Lesung Batu,” lanjutnya.

“Tapi, bukankah Tuan sudah berjanji akan memenuhi kesepakatan,” ujar utusan itu.

“Cuih, persetan dengan janji! Sekarang pulanglah ke Lesung Batu. Katakan kepada Pangeran Mas bahwa aku (Raja Kubang) tidak sudi berbagi. Kerbau-kerbau itu boleh diambil, tapi langkahi dulu mayatku!” Raja Kubang menantang.

Pangeran Mas sangat marah atas sikap dan tindakan Raja Kubang itu. Namun, ia tidak berani menerima tantangan Raja Kubang. Ia tahu persis akan kesaktian Raja Kubang, sahabatnya itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk meminta bantuan kepada Raja Empedu.

Berangkatlah Pangeran Mas bersama beberapa pengawalnya ke Negeri Hulu Sungai Nusa. Kedatangan mereka disambut baik oleh Raja Empedu. Pangeran Mas pun kemudian mengutarakan maksud kedatangannya. Ternyata, tanpa berpikir panjang, Raja Empedu pun menyatakan kesediaannya untuk membantu Pangeran Mas.

“Baiklah, Pangeran Mas. Aku akan membantu mengembalikan kerbau-kerbaumu itu. Sungguh tidak elok perbuatan Raja Kubang itu. Ia memang pantas diberi pelajaran,” ujar Raja Empedu.

“Tapi, bagaimana caranya, Raja Empedu? Raja Kubang itu sangat sakti,” tanya Pangeran Mas bingung.

“Tenang, Pangeran Mas. Aku sudah punya cara dan strategi untuk mengalahkannya,” jawab Raja Empedu.

Akhirnya, Pangeran Mas pun menuruti rencana yang sudah dibuat Raja Empedu. Keesokan harinya, mereka berangkat ke Negeri Kubang dengan membawa dua pasukan. Pasukan pertama diberi tugas untuk menarik pehatian rakyat Negeri Kubang dengan keriuhan. Pasukan kedua diberi tugas untuk melakukan penyerangan.

Pada waktu yang telah ditentukan, beraksilah pasukan pertama. Mereka mengadakan berbagai pertunjukan di lapangan terbuka. Ada yang bermain sulap, bernyanyi, dan ada pula yang menari. Penduduk Negeri Kubang pun berbondong-bondong untuk menyaksikan pertunjukan itu, tidak terkecuali Raja Kubang dan para pengawalnya. Pada saat itulah pasukan kedua, yang dipimpin oleh Raja Empedu dan Pangeran Mas, memanfaatkan kesempatan. Dengan tiba-tiba mereka melakukan pengepungan tempat pertunjukan. Sebagian dari mereka, bahkan, telah pula membakar beberapa rumah warga. Akhirnya, Raja Kubang tak berdaya. Ia menyerah dan bersedia memenuhi janjinya kepada Pangeran Mas.

Keesokan harinya, Pangeran Mas dan Raja Empedu beserta seluruh pasukannya menggiring puluhan kerbau ke Lesung Batu. Mereka, terutama Pangeran Mas, sangat senang karena kerbau yang digadohkan pada Raja Kubang dapat ditarik kembali dan membuahkan hasil.

Sebagai bentuk rasa terima kasihnya kepada Raja Empedu, Pangeran Mas bermaksud menyerahkan putri semata wayangnya, yang bernama Putri Darah Putih, untuk dijadikan permaisuri di Negeri Hulu Sungai Nusa.

“Sungguh, aku membantumu dengan tulus dan ikhlas, Pangeran Mas. Aku sama sekali tidak mengharapkan balasan apa pun darimu,” kata Raja Empedu setelah Pangeran Mas menyampaikan maksudnya.

“Aku pun dengan tulus dan ikhlas menyerahkan Putri Darah Putih kepadamu, Raja Empedu,” jawab Pangeran Mas. “Lagipula, sampai kapan engkau akan terus membujang,” lanjutnya.

 Akhirnya, Raja Empedu menerima pemberian Pangeran Mas dengan senang hati. Maka, pesta pernikahan pun segera digelar. Setelah pesta pernikahan selesai, Raja Empedu mengajak Putri Darah Putih tinggal di Negeri Hulu Sungai Nusa.

Sejak ditinggalkan putrinya, Pangeran Mas merasa kesepian. Ia selalu merindukan putri semata wayangnya itu. Untuk melepas keriduannya, Pangeran Mas sering pergi ke tebing untuk sekadar dapat melihat istana Negeri Hulu Sungai, tempat putrinya tinggal, dari kejauhan. Itulah sebabnya, hingga sekarang tebing yang ada di Lesung Batu itu disebut orang sebagai Tebing Peninjauan.

 

 

Sumber:

Diubah suai oleh Agus Sri Danardana dari berbagai sumber

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev