Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara, Provinsi Sumatra Selatan, merupakan daerah yang subur. Pada zaman dahulu, di daerah itu terdapat tiga orang raja: Pangeran Mas, Raja Kubu, dan Raja Empedu. Pangeran Mas berkuasa di wilayah Lesung Batu, Raja Kubu berkuasa di Kampung Suku Kubu, sedangkan Raja Empedu bekuasa di Hulu Sungai Nusa. Ketiganya hidup rukun dan damai. Mereka tersohor dengan kelebihan masing-masing. Pangeran Mas terkenal akan kekayarayaannya, Raja Kubu tersohor akan kesaktiannya, sedangkan Raja Empedu ternama akan kearifbijaksanaannya.
Alkisah, Pangeran Mas merasa kewalahan mengurus harta kekayaaannya. Ternak kerbaunya mengalami perkembangan yang luar biasa. Meskipun sudah dibantu oleh hampir seluruh penduduk Lesung Batu, Pangeran Mas tetap saja tidak mampu mengurus kerbau-kerbaunya yang terus berkembang biak dengan pesat itu.
Untuk mengatasi masalah itu, Pangeran Mas berniat untuk menggadohkan kerbau-kerbaunya. Artinya, kerbau-kerbau itu akan dititipkan kepada orang lain untuk dipelihara dengan imbalan upah bagi hasil. Jika kerbau-kerbau itu beranak-pinak, anak-pinaknya itu yang dibagi dua: separuh untuk Pangeran Mas, separuh untuk pemelihara. Maka, Pangeran Mas pun segera mengutus orang kepercayaannya untuk menawarkan keinginannya itu ke negeri-negeri tetangga.
Tawaran itu sampai juga ke Kampung Suku Kubu. Raja Kubu langsung tertarik. Ia segera mengirim utusannya, pergi ke Lesung Batu untuk menghadap Pangeran Mas.
“Ampun, Tuanku. Hamba diutus Raja Kubu untuk menyampaikan keinginannya. Raja hamba sangat berminat untuk ikut memelihara kerbau-kerbau Tuan. Beliau pun menyetujui sistem bagi hasil yang Tuan inginkan,” demikian utusan Raja Kubu itu menyampaikan maksudnya.
“Baiklah, kalau begitu! Pulanglah dan sampaikan kepada rajamu bahwa aku mengabulkan keinginannya. Besok aku akan mengirimkan lima puluh ekor kerbau untuk digadoh. Sampaikan juga kepada rajamu bahwa jika kerbau-kerbauku itu nanti telah beranak pinak, aku akan datang untuk mengambil pembagian hasilnya,” pesan Pangeran Mas.
“Baik, Tuan. Pesan Tuan akan hamba sampaikan kepada Raja Kubu,” kata utusan itu seraya mohon diri.
Keesokan harinya, Pangeran Mas mengirim lima puluh ekor kerbau kepada Raja Kubu. Kiriman itu diterima Raja Kubu dengan riang gembira. Ia memelihara dan merawat kerbau-kerbau itu dengan baik. Hanya dalam waktu kurang dari lima tahun, kerbau-kerbau itu telah membiak menjadi ratusan ekor. Sebagai akibatnya, hampir seluruh Kampung Kubu menjadi kubangan kerbau. Itulah sebabnya sejak saat itu Kampung Kubu disebut Negeri Kubang. Begitu pun rajanya, dipanggil Raja Kubang.
Ternyata, setelah menjadi kaya raya, perilaku Raja Kubang berubah. Ia menjadi pongah, sombong, dan kikir. Ia selalu membangga-banggakan kesaktiannya. Bahkan, ia pun lupa bahwa sebagian kerbau-kerbaunya itu milik Pangeran Mas yang digadoh. Oleh karena itu, saat utusan Pangeran Mas datang untuk menagih pembagian hasil atas kerbau-kerbau yang dipeliharanya itu, Raja Kubang justru menghardiknya. Ia berpura-pura lupa pada janjinya. Kerbau-kerbau gadohan itu diakunya sebagai miliknya.
“Hai, untuk apa kau datang kemari?” tanya Raja Kubang kepada utusan Pangeran Mas.
“Ampun, Tuan! Hamba diutus Pangeran Mas untuk mengambil pembagian hasil atas kerbau-kerbau yang Tuan gadoh,” jawab utusan Raja Pangeran Mas.
“Apa katamu? Pembagian hasil? Tidak, semua kerbau itu sudah menjadi milikku karena akulah yang merawat dan memeliharanya,” kata Raja Kubang. “Lagipula, bukankah Tuanmu yang mengirim kerbau-kerbau itu kemari. Bukan aku yang mengambilnya ke Lesung Batu,” lanjutnya.
“Tapi, bukankah Tuan sudah berjanji akan memenuhi kesepakatan,” ujar utusan itu.
“Cuih, persetan dengan janji! Sekarang pulanglah ke Lesung Batu. Katakan kepada Pangeran Mas bahwa aku (Raja Kubang) tidak sudi berbagi. Kerbau-kerbau itu boleh diambil, tapi langkahi dulu mayatku!” Raja Kubang menantang.
Pangeran Mas sangat marah atas sikap dan tindakan Raja Kubang itu. Namun, ia tidak berani menerima tantangan Raja Kubang. Ia tahu persis akan kesaktian Raja Kubang, sahabatnya itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk meminta bantuan kepada Raja Empedu.
Berangkatlah Pangeran Mas bersama beberapa pengawalnya ke Negeri Hulu Sungai Nusa. Kedatangan mereka disambut baik oleh Raja Empedu. Pangeran Mas pun kemudian mengutarakan maksud kedatangannya. Ternyata, tanpa berpikir panjang, Raja Empedu pun menyatakan kesediaannya untuk membantu Pangeran Mas.
“Baiklah, Pangeran Mas. Aku akan membantu mengembalikan kerbau-kerbaumu itu. Sungguh tidak elok perbuatan Raja Kubang itu. Ia memang pantas diberi pelajaran,” ujar Raja Empedu.
“Tapi, bagaimana caranya, Raja Empedu? Raja Kubang itu sangat sakti,” tanya Pangeran Mas bingung.
“Tenang, Pangeran Mas. Aku sudah punya cara dan strategi untuk mengalahkannya,” jawab Raja Empedu.
Akhirnya, Pangeran Mas pun menuruti rencana yang sudah dibuat Raja Empedu. Keesokan harinya, mereka berangkat ke Negeri Kubang dengan membawa dua pasukan. Pasukan pertama diberi tugas untuk menarik pehatian rakyat Negeri Kubang dengan keriuhan. Pasukan kedua diberi tugas untuk melakukan penyerangan.
Pada waktu yang telah ditentukan, beraksilah pasukan pertama. Mereka mengadakan berbagai pertunjukan di lapangan terbuka. Ada yang bermain sulap, bernyanyi, dan ada pula yang menari. Penduduk Negeri Kubang pun berbondong-bondong untuk menyaksikan pertunjukan itu, tidak terkecuali Raja Kubang dan para pengawalnya. Pada saat itulah pasukan kedua, yang dipimpin oleh Raja Empedu dan Pangeran Mas, memanfaatkan kesempatan. Dengan tiba-tiba mereka melakukan pengepungan tempat pertunjukan. Sebagian dari mereka, bahkan, telah pula membakar beberapa rumah warga. Akhirnya, Raja Kubang tak berdaya. Ia menyerah dan bersedia memenuhi janjinya kepada Pangeran Mas.
Keesokan harinya, Pangeran Mas dan Raja Empedu beserta seluruh pasukannya menggiring puluhan kerbau ke Lesung Batu. Mereka, terutama Pangeran Mas, sangat senang karena kerbau yang digadohkan pada Raja Kubang dapat ditarik kembali dan membuahkan hasil.
Sebagai bentuk rasa terima kasihnya kepada Raja Empedu, Pangeran Mas bermaksud menyerahkan putri semata wayangnya, yang bernama Putri Darah Putih, untuk dijadikan permaisuri di Negeri Hulu Sungai Nusa.
“Sungguh, aku membantumu dengan tulus dan ikhlas, Pangeran Mas. Aku sama sekali tidak mengharapkan balasan apa pun darimu,” kata Raja Empedu setelah Pangeran Mas menyampaikan maksudnya.
“Aku pun dengan tulus dan ikhlas menyerahkan Putri Darah Putih kepadamu, Raja Empedu,” jawab Pangeran Mas. “Lagipula, sampai kapan engkau akan terus membujang,” lanjutnya.
Akhirnya, Raja Empedu menerima pemberian Pangeran Mas dengan senang hati. Maka, pesta pernikahan pun segera digelar. Setelah pesta pernikahan selesai, Raja Empedu mengajak Putri Darah Putih tinggal di Negeri Hulu Sungai Nusa.
Sejak ditinggalkan putrinya, Pangeran Mas merasa kesepian. Ia selalu merindukan putri semata wayangnya itu. Untuk melepas keriduannya, Pangeran Mas sering pergi ke tebing untuk sekadar dapat melihat istana Negeri Hulu Sungai, tempat putrinya tinggal, dari kejauhan. Itulah sebabnya, hingga sekarang tebing yang ada di Lesung Batu itu disebut orang sebagai Tebing Peninjauan.
Sumber:
Diubah suai oleh Agus Sri Danardana dari berbagai sumber
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.