“Saudara-saudara sekalian. Siapa di antara kalian yang memiliki perahu di pelabuhan?” tanya si Panjang kepada kawan-kawannya. “Saya, Ketua,” jawab puluhan tauke sambil mengacungkan tangan. “Baiklah. Saya harap kita bisa menyediakan perahu khusus yang nantinya dapat kita gunakan dalam keadaan darurat,” ujar si Panjang.
“Baik, Tuan,” para pemilik perahu setuju. Si Panjang kemudian mengajak kawan-kawannya untuk memulai latihan silat. Mereka berlatih dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat. Namun, tanpa mereka sadari, ada seorang lelaki bermata sipit yang sedang mengintai gerak-gerik mereka. Ia adalah Liu Chu, salah satu mata-mata yang disebar oleh kompeni Belanda.
Beberapa saat kemudian, mata-mata itu segera melapor kepada Gubernur Jenderal Baron van Imhoff. “Tuan, saya menemukan tempat berkumpul para tauke,” lapor Liu Chu.
“Di mana mereka berkumpul dan apa yang mereka lakukan?” tanya Gubernur Jenderal dengan penasaran.
“Mereka sedang berlatih silat di Gading Melati di daerah Gandaria. Setiap malam mereka selalu berkumpul dan berlatih di tempat itu,” ungkap agen kepercayaan kompeni Belanda itu, “Perkumpulan mereka dipimpin oleh si Panjang. Pengikutnya pun semakin banyak.”
“Apalagi yang kamu tahu tentang kegiatan mereka?” Gubernur Jenderal kembali bertanya.
“Mereka juga mengumpulkan berbagai macam senjata tajam,” jawab Liu Chu.
Mendengar keterangan itu, Gubernur Jenderal segera mengadakan rapat bersama para pejabat kompeni.
“Para tauke itu tidak bisa dibiarkan. Kita harus menghentikan kegiatan mereka,” ujar Gubernur Jenderal.
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya salah seorang pejabat kompeni.
“Kita datangi tempat berkumpul mereka. Jika para tauke itu tidak bisa dikendalikan, kita asingkan mereka ke Ceylon (Sri Lanka),” ujar Gubernur Jenderal.
Gubernur Jenderal segera memerintahkan para serdadunya untuk mendatangi Gading Melati dengan persenjataan lengkap. Ada yang membawa pistol dan ada pula yang dilengkapi dengan senapan laras panjang.
Malam itu, para tauke dan pedagang lainnya sedang berpesta. Atas perintah Gubernur Jenderal, para serdadu Belanda mengepung tempat itu. Begitu pesta selesai, mereka langsung menangkap orang-orang di sana. Selanjutnya, orang-orang itu digiring ke balai kota, lalu diserahkan kepada patroli keamanan yang sudah disiapkan di tepi sungai.
Sesampai di muara Sungai Ciliwung, mereka dipindahkan ke kapal perang untuk dibawa ke Ceylon.
Rupanya, si Panjang dan beberapa kawannya tidak terlihat di antara tawanan tersebut. Rupanya pendekar sakti itu sedang ada keperluan lain sehingga ia tidak bersama-sama teman-temannya di Gading Melati.
Sementara itu, di antara tawanan tersebut ada 4 orang yang berhasil menyelamatkan diri. Mereka pun segera kembali ke Gading Melati untuk melapor kepada si Panjang.
Setiba di sana, mereka mendapati si Panjang dan beberapa rekan lainnya. “Hai, kalian dari mana? Lalu, ke mana kawan-kawan kita yang lain?” tanya si Panjang cemas.
“Maaf, Ketua. Tadi banyak serdadu Belanda datang kemari dan menangkap kita semua. Kami berempat berhasil meloloskan diri, sedangkan kawan-kawan kita yang lain akan diasingkan ke Ceylon,” lapor salah satu dari 4 tawanan yang berhasil meloloskan diri itu.
“Benar, Tuan. Kami tidak dapat berbuat apa-apa. Serdadu Belanda itu dilengkapi dengan senapan dan pistol,” sahut yang lainnya.Mendengar keterangan itu, si Panjang segera mengumpulkan rekan-rekannya yang masih tersisa, termasuk para pelaut rantauan. Selanjutnya mereka menuju ke pelabuhan untuk membebaskan rekan-rekannya yang ditawan. Setiba di sana, mereka segera melakukan penyerangan.
Perlawanan yang dilakukan oleh si Panjang dan rekan-rekannya itu membuat kompeni Belanda semakin geram. Mereka terus mengejar dan menangkap para pengikut si Panjang.
Meski demikian, si Panjang yang sakti itu selalu berada di baris terdepan untuk membebaskan rekan-rekannya. Demikian pula rekan-rekannya tidak pernah gentar menghadapi kompeni Belanda. Begitulah keberanian para tauke dari tanah Batavia menghadapi kesewanang-wenangan kompeni Belanda di tanah Batavia.
Meskipun pada akhirnya pertempuran itu dimenangkan oleh pihak Belanda, namun tidak sedikit dari para kompeni itu yang terluka dan bahkan tewas.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja