Tarling pada awalnya merupakan anak-anak muda dikala melepas lelah setelah seharian bekerja. Saat itu, pada masa akhir pendudukan jepang, dan memasuki awal revolusi kemerdekaan, permainan mereka hanya menggunakan sebuah gitar dengan menirukan pola tabuhan saron. Motif pukulan/tabuhan saron (gamelan) yang berhasil di transfer ke dalam petikan gitar, akhirnya menjadi kebiasaan remaja saat itu dan dimainkan sambil berkeliling kampung pada malam hari. Hal itu mereka lakukan secara spontanitas dengan membawakan lagu-lagu tradisional yang biasa di iringi musik ensambel gamelan khas cirebon.
Sementara, yang pertama kali mempelopori bentuk sajian musik gitar dan suling di Cirebon adalah JAYANA bersama temannya seorang pemuda keturunan Cina bernama LIEM SIN YOU yang di kenal dengan nama PAK BARANG.
Secara historis, tarling baru terbentuk pada sekitar tahun 1950-an, dan dalam jangka waktu yang relatif singkat mampu meraih sukses yang luar biasa dengan merajai bursa hiburan rakyat di daerah kelahirannya. Jelasnya Tarling adalah lebih dari hasil transformasi dari bentuk karawitan/musik gamelan khas Cirebon. Baik dari segi lagu maupun iringan musiknya.
Struktur pertunjukkan dari kesenian tarling adalah
1. Tatalu
Yaitu penyajian musik instrumentalia yang menampilkan lagu-lagu tataluan khas gamelan Cirebon, dan sering juga di kombinasikan dengan beberapa lagu kreasi baru khas tarlingan. Maksud dari tataluan adalah selain dari pemberitahuan kepada masyarakat bahwa pertunjukkan akan segera di mulai juga di lakukan sebagai salah satu upaya untuk penyelarasan Nada (Menyetem)
2. Lagu Perkenalan
Penyajian lagu ini biasanya di lantunkan sebagai perkenalan dengan penonton yang hadir, dalam sajian ini, sinden atau wirasuara menyanyikan lagu-lagu yang rumpakanya (lirik) berisi ucapan perkenalan tentang nama grup, alamat grup, nama pimpinan dan nama-nama nayaga (pemusik)
3. Sajian Tarian
Tari yang di sajikan adalah tari berpola tari tayub atau bahkan ponggawaan atau bahkan pernah di sajikan dengan tarian topeng ataupun tarian kreasi baru, tetapi tarian dalam pertunjukkan tarling bukanlah sesuatu yang mutlak ada.
4. Sajian Drama
Dalam penyajian lakon biasanya diawali dengan sajian lagu-lagu klasik seperti lagu dermayon atau kiser. Hal ini biasanya di lantunkan oleh pesinden atau wirasuara sebagai pengantar yang menceritakan suasana adegan yang akan berlangsung.
Alat Musik/Waditra
Pada awalnya seni tarling hanya menggunakan alat-alat musik yang sangat sederhana, seperti: Gitar Akustik, Suling Miring (bangsing), Gong yang terbuat dari lempengan logam yang di taruh diatas potongan drum, kecrek yang terbuat dari beberapa buah sendok atau garpu yang di ikat ujungnya, Kendang yang terbuat dari tong sabun di beri karet. Kemudian setelah tahun 1964-an perangkat musik yang di gunakan lebih di kembangkan lagi dengan alat musik yang sebagian biasa di gunakan dalam pertunjukkan musik karawitan (gamelan), seperti: Tiga buah Gitar elektrik, suling bangsing, ketuk-kebluk, Gong dan Kempul (gong kecil), kecrek dan satu kendang lengkap.
Tokoh – Tokoh Tarling
Jayana, Dadang Dariah, Abdul Adjib, Sunarto Martaatmadja, Uci sanusi, Bustam Suharno, Carini, Dariyah, Barang, Dasuki, Jana Sutrisna, Kamas, Kurdi, cariwan, Barnawi, Mustofa, Kemi, Sutini, Tarwi, Kapsah, Suteni
Sumber : Dede Wahidin, S.Sn, Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata
Balai Padukuhan Klajuran merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa yang ditandai oleh bentuk atap limasan dan kampung. Bangunan ini terdiri dari pendhapa, nDalem, dan gandhok, serta menghadap ke selatan. Pendhapa memiliki denah persegi panjang dan merupakan bangunan terbuka dengan atap limasan srotong yang terbuat dari genteng vlam dan rangkaian bambu yang diikat dengan ijuk. Atap tersebut ditopang oleh 16 tiang kayu, termasuk 8 tiang utama dan 8 tiang emper, yang berdiri di atas umpak batu. Di belakang pendhapa terdapat pringgitan yang menyambung dengan nDalem, yang memiliki denah persegi panjang dan atap limasan srotong dengan atap emper di sebelah timur. Atap nDalem terbuat dari genteng vlam, dindingnya dari bata, dan disangga oleh empat tiang di bagian tengah. nDalem memiliki pintu masuk di bagian tengah serta pintu yang menghubungkan dengan gandhok, dan dilengkapi dengan senthong yang terdiri dari senthong tengen, senthong tengah, dan senthong kiwo. Di sebelah timur n...
Pesanggrahan Hargopeni adalah rumah tinggal milik Keluarga Kadipaten Pakualaman yang didirikan sekitar tahun 1930-an pada masa Paku Alam VII. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Wreksodiningrat, insinyur pribumi pertama lulusan Belanda dan kerabat Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan ini pernah digunakan untuk menginap delegasi dari Australia selama Perundingan Komisi Tiga Negara pada 13 Januari 1948. Selama Agresi Militer II, bangunan ini menjadi camp tawanan perang Belanda. Saat ini, Pesanggrahan Hargopeni masih dimiliki oleh Kadipaten Pakualaman. Pesanggrahan Hargopeni adalah bangunan milik Kadipaten Pakualaman yang terletak di Jalan Siaga, Pedukuhan Kaliurang, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Difungsikan sebagai tempat penginapan bagi Keluarga Pakualaman, bangunan ini mengusung gaya arsitektur New Indies Style, sebuah perpaduan antara arsitektur modern Belanda dan tradisional Nusantara yang disesuaikan dengan iklim tropis Indonesia. Pesanggrahan Hargopeni menampilk...
Joglo milik Fajar Krismasto dibangun oleh Soerodimedjo (Eyang buyut Fajar Krismasto, seorang Lurah Desa), semula berbentuk limasan. Kemudian dilakukan rehabilitasi menjadi bangunan tradisional dengan tipe Joglo dan digunakan sebagai Kantor Kalurahan Karanglo, tempat pertemuan, pertunjukan kesenian dan kegiatan sosial lainnya. Pada masa perang kemerdekaan, rumah ini digunakan sebagai markas pejuang dan tempat pengungsian Agresi Militer II. Rumah milik Fajar Krismasto merupakan bangunan dengan arsitektur tradisional Jawa tipe Joglo. Mempunyai empat sakaguru di bagian pamidhangan dengan atap brunjung, dan 12 saka pananggap di keempat sisinya. Di ketiga sisi, depan dan samping kiri-kanan terdapat emper. Saka emper terdapat Bahu Danyang untuk menahan cukit. Joglo ini mempunyai lantai Jerambah untuk bagian Pamidhangan dan Pananggap, dan Jogan pada bagian Emper. Di bagian depan dengan dinding dari kayu atau biasa disebut gebyok, sedangkan di bagian lain dengan tembok. Lantainya menggunakan t...
Ginonjing adalah istilah yang digunakan untuk menamai emansipasi Kartini. Istilah tersebut diambil dari nama gending Ginonjing yang digemarinya dan adik-adiknya. Ginonjing berasal dari kata gonjing dalam bahasa Jawa yang berarti "goyah karena tidak seimbang". Ginonjing juga bisa berarti “digosipkan”. Ungkapan ini mengingatkan kepada gara-gara dalam pewayangan yang memakai ungkapan gonjang-ganjing . Menurut St. Sunardi, istilah itu dipilih Kartini sendiri untuk melukiskan pengalaman batinnya yang tidak menentu. Saat itu, dia sedang menghadapi zaman baru dan mencoba menjadi bagian di dalamnya.
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...