Gending Sriwijaya merupakan salah satu tarian tradisional khas Palembang, Sumatera Selatan. Sebenarnya ini tidak hanya sekedar tarian tetapi juga merupakan sebuah lagu. Melodi lagu Gending Sriwijaya digunakan sebagai pengiring untuk mengiringi tarian Gending Sriwijaya. Sesuai dengan namanya, tarian dan lagu ini menggambarkan kejayaan, keagungan, dan keluhuran kerajaan Sriwijaya yang pernah mengalami kejayaan selama bertahun-tahun dan berhasil mempersatukan wilayah Barat Nusantara
Tarian ini biasanya ditampilkan secara khusus sebagai tarian untuk menyambut tamu-tamu kehormatan seperti Duta Besar, Presiden, dan tamu-tamu agung yang lain. Sekilas, tarian ini mirip dengan Tari Tanggai. Bedanya terletak pada perlengkapan busana penari dan jumlah penarinya. Dalam sebuah pementasan, penari Gending Sriwijaya total berjumlah 13 orang. Dari 13 orang tersebut terdapat satu orang sebagai penari utama. Penari ini membawa tepak, kapur, dan sirih. Sisanya 6 orang sebagai penari pendamping, dua orang pembawa tombak, dua penari pembawa peridon atau perlengkapan tepak, satu orang pembawa payung, dan satu orang penyanyi. Pembawa payung kebesaran dan pembawa tombak adalah pria sedangkan sisanya adalah perempuan.
Tari Gending Sriwijaya dan juga lagu pengiring tarian ini dibuat pada tahun 1944. Tarian ini dibuat untuk mengingatkan kita para pemuda bahwa nenek moyang kita merupakan bangsa yang besar dan menghormati persaudaraan antar manusia dan tetap taqwa kepada Yang Kuasa. Tarian ini menggambarkan kegembiraan para gadis Palembang ketika menerima tamu kehormatan yang berkunjung ke Palembang. Dalam menyambut tamu-tamu agung tersebut, digelar pertunjukkan tarian tradisional Palembang yang salah satunya adalah tarian Gending Sriwijaya. Tari ini berasal dari kejayaan masa lalu Kerajaan Sriwijaya yang dulunya berdiri di Palembang. Dulu, kerajaan ini memang sebuah kerajaan maritim besar yang berhasil menakhlukan banyak wilayah. Ditampilkannya tarian ini ingin menunjukkan sikap tuan rumah yang gembira, ramah, terbuka, dan tulus terhadap tamu agung yang datang.
Dalam pertunjukkan tarian Gending Sriwijaya, ada 9 penari muda yang cantik-cantik menunjukkan kepiawaiannya. Penari-penari tersebut mengenakan busana Adat Aesan Gede, Dodot, Tanggai, paksangkong, dan Selendang Mantri. Mereka adalah penari inti yang didampingi oleh penari-penari lain yang membawakan tombak dan payung. Di bagian paling belakang ada penyanyi yang membawakan lirik lagu Gending Sriwijaya. Sayangnya, peran penyanyi saat ini sudah mulai tidak digunakan. Saat ini suara pengiring tersebut kebanyakan telah digantikan dengan tepa recorder. Sementara itu, bentuk asli musik pengiring tarian ini adalah gong dan gamelan. Selain penyanyi, peran pengawal kadang-kadang juga tidak digunakan sehingga hanya menampilkan penari-penari perempuan saja, khususnya jika tarian ini dipentaskan di dalam panggung tertutup atau dalam gedung.
Penari utama berada di posisi yang paling depan. Penari ini membawa tepak sebagai kapur sirih yang ingin dipersembahkan pada tamu agung yang datang. Penari ini diiringi oleh dua penari yang membawakan pridon yang terbuat dari bahan kuningan. Konon, persembahan sekapur sirih versi aslinya hanya boleh dilakukan oleh kalangan tertentu seperti putri sultan, putri raja, atau putri bangsawan. Sementara itu, pembawa pridon juga biasanya merupakan sahabat dekat atau inang pengasuh putri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tari ini dulunya hanya boleh dilakukan di lingkungan kerajaan dan termasuk tarian yang sakral. Buktinya, sampai saat ini tarian tersebut juga hanya dipentaskan pada acara-acara tertentu ketika Palembang kedatangan tamu kehormatan. Terlepas dari itu, tari Gending Sriwijaya ini merupakan budaya khas Indonesia yang harus tetap dilestarikan agar budaya ini tidak termakan oleh kemajuan jaman dan modernisasi.
Sumber : http://pusakapusaka.com/tari-gending-sriwijaya-tarian-tradisional-khas-sumatera-selatan.html
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja