Tarian
Tarian
Tarian Sulawesi Utara Airmadidi - Minahasa Utara
Tari Tumatenden
- 11 November 2008

Tarian ini mengangkat cerita legenda rakyat Minahasa yang meceritakan tentang bidadari-bidadari yang turun ke bumi dari kayangan untuk mandi di mata air Tumatenten. Seorang pemuda Minahasa yang tertarik berusaha untuk memikat hati salah satu bidadari tersebut dengan mencuri sayapnya. Hal ini membuat sang bidadari tidak dapat kembali ke kayangan dan kemudian menikah dengan pemuda tersebut.

Kisah cinta seorang petani dengan bidadari ini dikemas dalam bentuk gerak tari yang khas dengan diiringi musik tradisional dan ditampilkan tanpa dialog. Tarian Tumatenden merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di kalangan masyarakat Minahasa dan sering ditampilkan pada pernikahan adat, pertunjukan seni, dan festival budaya.

 

Tari Tumatenden merupakan tarian yang diangkat dari cerita rakyat Minahasa yang berlokasi di Airmadidi daerah Minahasa Utara. Dalam cerita tersebut diceritakan bahwa seseorang bernama Mamanua yaitu orang pertama yang tinggal disitu dan dikenal sangat rajin dalam mengolah perkebunannya. Pada suatu saat, dia menemukan tempat yang sangat indah dan subur di kaki Gunung Temporok yang kini bernama Klabet. Ditempat itu pula Mamanua bertemu dengan sembilan bidadari dari khayangan yang sedang mandi di sebuah kolam, bahkan juga mengambil hasil kebun miliknya. Melihat keadaan tersebut kemudian timbul niat Mamanua untuk mencuri salah satu selendang yang digunakan para bidadari tersebut untuk terbang. Ternyata selendang yang diambil tersebut milik si bungsu dari para bidadari yang bernama Lamalundung. Kemudian Mamanua menemui Lamalundung dan membujuknya untuk menikah. Lamalundung pun menyetujuinya dengan suatu syarat dan kemudian mereka menikah. Seiring dengan berjalannya waktu mereka pun dikaruniai anak bernama Walansendow. Namun pada suatu saat perjanjian yang mereka sepakati ternyata harus berakhir dan Lamalundung pun harus meninggalkan Mamanua dan Walansendow. Kemudian  Mamanua membuat kolam sembilan pancuran di dekat kebun mereka dengan harapan para bidadari bisa datang kembali dan mandi di sana. Kolam sembilan pancuran tersebut kemudian dinamakan Tumatenden.

 

Tari Tumatenden ini lebih sering difungsikan sebagai tari pertunjukan atau hiburan bagi masyarakat. Gerakan dalam tarian ini menggambarkan kehidupan dalam cerita, sehingga dapat dimaknai bahwa setiap gerakan dalam Tari Tumatenden merupakan visualisasi dari cerita agar terasa lebih hidup, mudah dimengerti dan bisa dinikmati dalam bentuk seni.

Tari Tumatenden biasanya dimainkan oleh 7 atau 9 penari wanita dan 1 orang penari pria. Dalam pertunjukannya, penari pria berperan Mamanua dengan memakai kostum seperti petani pada umumnya. Sedangkan para penari wanita berperan sebagai para bidadari dengan berpakaian cantik layaknya seorang bidadari dan mengenakan selendang yang digunakan untuk menari.

 

Dalam pertunjukan Tari Tumatenden biasanya diawali penari pria memasuki arena dan menari dengan gerakan yang menggambarkan aktivitas seperti bertani dan memancing. Kemudian para penari wanita memasuki arena dan menari di depan penari pria dengan gerakan memainkan selendang mereka yang menggambarkan keceriaan para bidadari saat turun ke bumi. Setelah itu penari wanita menaruh selendang mereka dan dilanjutkan dengan gerakan yang menggambarkan para bidadari sedang mandi atau bermain air. Kemudian penari pria mendatangi selendang tersebut dan mengambil salah satu selendang. Setelah selesai dengan gerakan mandi, para penari wanita mengambil kembali selendang mereka satu persatu dan mengenakan kembali di badan mereka sambil menari.

Penari wanita yang tidak mendapatkan selendang pun menari dengan gerakan seperti kebingungan. Lalu penari pria datang membawa selendang yang dicurinya dan menghampiri penari wanita tersebut dengan gerakan seperti menggoda wanita tersebut. Kemudian mereka menari bersama dengan gerakan yang romantis seperti layaknya pasangan yang memadu kasih. Di akhir tarian penari lainnya keluar arena dan dilanjutkan sepasang penari tersebut.

 

Musik pengiring pertunjukan Tari Tumatenden biasanya merupakan alat musik tradisional masyarakat Minahasa yaitu kolintang. Ada juga yang menambahkan beberapa alat musik seperti angklung, gitar, dan alat musik lainnya agar terdengar lebih menarik. Alunan musik tersebut biasanya disesuaikan dengan gerakan para penari sehingga terlihat padu dan lebih hidup.

 

Para penari menggunakan kostum yang menggambarkan peran dalam cerita Tumatenden. Penari pria biasanya menggunakan kostum layaknya seorang petani, seperti baju dan celana pendek, serta menggunakan topi petani pada umumnya. Sedangkan para penari wanita menggunakan busana cantik layaknya bidadari. Pada pakaian atas biasanya menggunakan kemben, sedangkan pada bagian bawah menggunakan kain panjang khas Minahasa. Untuk bagian rambut biasanya diurai ke samping dan menggunakan hiasan seperti mahkota atau bunga. Selain itu penari wanita juga dilengkapi aksesoris seperti gelang dan kalung sebagai pemanis, serta selendang yang digunakan untuk menari.





Sumber: http://www.negerikuindonesia.com/2015/10/tari-tumatenden-tarian-tradisional-dari.html


Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev